Home Kesehatan Soal Pelabelan BPA, KPPU Akan Menelusuri Siapa Yang Diuntungkan

Soal Pelabelan BPA, KPPU Akan Menelusuri Siapa Yang Diuntungkan

Jakarta, Gatra.com - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mencari tahu apakah ada pihak yang diuntungkan oleh revisi kebijakan Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Ada dugaan aturan tersebut bertujuan untuk menambahkan pasal tertentu yang mewajibkan label ‘Potensi Mengandung BPA untuk galon berbahan Polikarbonat (PC)’ atau satu jenis kemasan produk tertentu saja.

 

Jika ada pihak yang diuntungkan, revisi kebijakan BPOM itu berpotensi memunculkan persaingan yang tidak sehat terhadap pelaku usaha lain.

 

“Kita kan bisa menelisik nanti apakah ada pihak-pihak yang diuntungkan dari revisi kebijakan BPOM ini. Karena kan kalau kita lihat di pasar sendiri, hampir semua air minum dalam kemasan galon itu kan berbahan polikarbonat. Yang berbahan PET bisa dihitung dengan jari,” ujar Direktur Advokasi Kebijakan Publik KPPU, Abdul Hakim Pasaribu , Rabu (11/5/2022).

 

Untuk itu, kata Hakim, KPPU rencananya akan bertemu dengan BPOM hari ini, Rabu (11/5) untuk diskusi guna mendapatkan info lebih lanjut berkaitan dengan rencana penyusunan revisi peraturan itu. “Kita sebenarnya mengundang BPOM via zoom hari Kamis (12/5). Tapi mereka minta dimajukan hari ini di kantor mereka,” tutur Hakim.

 

Dia mengatakan KPPU ingin memastikan apakah revisi kebijakan BPOM itu dari aspek teknis memang betul-betul dibutuhkan atau memang ada sesuatu unsur sebab musabab di balik peraturan tersebut.

 

“Itu juga perlu didapat masukan dari pakar ahlinya. Karena kami kan tidak memiliki keahlian di bidang kimia terkait dengan isu ini. Kalau dilihat dari berita-beritanya sendiri dari berita-berita di Google, memang banyak ahli yang menyatakan bahwa selama ini galon guna ulang itu aman-aman saja. Memang semua bahan kemasan itu pasti mengandung bahan kimia. Tapi kan ada batasan-batasan tertentu yang diperbolehkan penggunaannya,” ucapnya.

 

KPPU juga akan menanyakan kepada BPOM kenapa pelabelan itu hanya ditujukan untuk galon guna ulang saja mengingat bahan kimia yang ada di galon sekali pakai berbahan PET juga mengandung bahan kimia berbahaya.

 

“Apakah galon sekali pakai PET tidak perlu diatur? Itu kan perlu kita lihat juga. Kemudian polikarbonat juga bukan hanya di galon guna ulang, tapi juga di kemasan-kemasan pangan lainnya juga ada. Kenapa itu tidak diatur juga, itu kan perlu kita lihat pandangan pandangan ahli kimia,” katanya.

 

Menurut Hakim, KPPU juga sedikit mempertanyakan kenapa revisi kebijakan itu khusus mengatur hanya untuk AMDK saja, sedangkan bahan pangan itu banyak. “Kita hanya mengawasi jangan sampai kebijakan ini membuat distorsi pasar ataupun ditunggangi pihak tertentu. Dan menjadi aneh juga sih, sebagian besar industri kan masih menggunakan galon guna ulang yang berbahan polikarbonat dan satu perusahaan saja yang tidak. Seharusnya yang dilihat itu kan yang mayoritas industri terlebih dahulu,” bebernya.

 

Sebelumnya, Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Marcellina Nuring Ardyarini, dalam acara diskusi media bertema “Menelisik Isu BPA, Peran Buzzer, LSM, dan Organisasi Baru dalam Pembangunan Opini” yang diadakan secara online di Jakarta, Rabu (20/4), mengatakan selain berkoordinasi dengan BPOM, KPPU juga akan melakukan analisa lanjutan dengan meminta pendapat dari para pakar atau ahlinya, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

 

Pelaku usaha juga akan diundang jika memang nantinya diperlukan untuk memetakan mengenai struktur industri dan bagaimana persaingan di industri tersebut.

 

“Jadi, kita ingin melihat di situ secara komprehensif bagaimana kebijakan tersebut, apakah ada potensi memfasilitasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Kita juga akan melihat pengaturan BPA ini di negara-negara lain untuk dijadikan dasar sebagai bahan-bahan kami dalam melakukan analisis untuk kemudian menentukan bagaimana sisi persaingannya,” tuturnya.

 

Dia mengatakan daftar pemeriksaan yang dilakukan KPPU terhadap revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu ada 4. Pertama, untuk mengidentifikasi apakah di dalam revisi peraturan tersebut ada potensi pengaturan oleh pelaku usaha. Kedua, untuk mengidentikasi apakah ada pengaturan terkait pembatasan pasokan atau jumlah pelaku usaha.

 

Ketiga, untuk mengidentifikasi apakah pengaturan tersebut berpotensi membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha. Keempat, mengidentifikasi apakah peraturan yang disusun memfasilitasi penguatan pasar atau posisi dominan dari pelaku usaha tertentu.

 

Kata Marcellina, pelaku usaha ada banyak yang terkait, ada pelaku usaha yang memproduksi botol dan galon sekali pakai berbahan PET dan ada yang menggunakan galon guna ulang berbahan PC.

 

“Jadi, kalau kami lihat ada kemungkinan bahwa regulasi BPOM ini nanti akan merusak iklim persaingan. Ini dapat disimpulkan dari identifikasi yang ketiga bahwa ada kemungkinan dengan adanya pelabelan itu, berpengaruh dengan membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha tertentu, karena terdapat perlakuan diskriminatif yang menyebabkan kemampuan bersaingnya menjadi lebih rendah dari pesaing-pesaingnya,” katanya.

 

Dia juga mengakui pada pembahasan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini KPPU tidak dilibatkan terlalu dalam. Menurutnya, pelibatan KPPU hanya pada saat diundang Kemenko Perekonomian dalam sebuah FGD.

 

“Seharusnya kalau dalam pembuatan kebijakan atau regulasi seperti ini, regulator itu seharusnya mengundang dan mendengarkan pendapat dari berbagai pihak yang terkait. Misalnya, kalau hal ini nanti dinilai terkait dengan persaingan usaha seharusnya KPPU dilibatkan dari awal,” ucapnya.

 

Tapi, kata Marcellina, KPPU akan berusaha melakukan pencegahan di awal terhadap hadirnya kebijakan-kebijakan yang memfasilitasi terjadinya persaingan usaha. “Kami membuat apa yang dinamakan dengan daftar periksa asesmen kebijakan persaingan usaha. Nah, ini mungkin nanti yang akan kami coba koordinasikan dan diskusikan dengan pihak BPOM jika memang wacana ini berlanjut. Karena kami tidak tahu apakah revisi Peraturan BPOM ini ada kelanjutannya atau tidak setelah kemarin kabarnya dikembalikan oleh Seskab,” tuturnya.

 

93