Home Sumbagteng Ratusan Personil Yang Bakal Dikirim Menteri LHK ke Riau Dipertanyakan

Ratusan Personil Yang Bakal Dikirim Menteri LHK ke Riau Dipertanyakan

Pekanbaru, Gatra.com - Pekan depan, ratusan personil Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah bakal menyisir Riau dalam project pengidentifikasian, pendataan dan pencatatan kegiatan usaha perkebunan, pertambangan dan atau kegiatan usaha lain yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan

Hanya saja project ini justru jadi pertanyaan bagi daerah lantaran merasa tidak dilibatkan. 

"Iya, kok bisa ya tidak melibatkan daerah? Mestinya kan dirapatkan dulu, rapat yang tentunya melibatkan unsur terkait. Baik aparat di desa, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), maupun Dinas LHK Riau," kata salah seorang Kepala PKH Dinas LHK Riau kepada Gatra.com, kemarin. Lelaki ini tak ingin namanya disebut. 

"Kayak enggak percaya saja sama DLHK Riau. Padahal kami di daerah ini yang paling paham kondisi lapangan. Bukan mereka," tambahnya.

Pada 28 April 2022 lalu, Menteri LHK Siti Nurbaya meneken Surat Perintah bernomor PT.23/MENLHK/PHLHK/GKM.2/4/2022. Lebih dari 400 anak buahnya dia utus ke Riau untuk project tadi.

Para personil itu tak sebentar bercokol di Riau, dari tanggal 19 Mei 2022 sampai 31 Juli 2022. Mereka dibagi dalam 18 team.

Baca juga: Lebih dari 400 Personil KLHK Bakal Turun ke Riau

Bagi mantan anggota Tim Serap Aspirasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), Prof. Budi Mulyanto, Surat Perintah Menteri LHK itu nampak janggal.

Sebab di dalamnya tidak terdapat unsur-unsur pemerintah daerah, Tata Ruang dan Pertanahan, masyarakat seperti kepala desa dan penetua adat, pihak swasta, keamanan dan unsur lain yang berpotensi terkait dalam pekerjaan yang akan dilakukan oleh Tim KLHK itu.

"Saya tengok memang bahasanya identifikasi. Namun yang diidentifikasi itu kan musti jelas dan tim musti menentukan batas-batas kawasan hutannya dimana. Kalau Tim itu hanya entitas LHK dan keamanan saja, maka itu tidak memenuhi azaz kontradiktur delimitasi," ujar Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) ini saat berbincang dengan Gatra.com.

Azaz Contradictoire Delimitatie atau Kontradiktur Delimitasi sendiri adalah sebuah norma yang digunakan dalam Pendaftaran Tanah dengan mewajibkan pemegang hak atas tanah untuk memperhatikan penempatan, penetapan dan pemeliharaan batas tanah secara kontradiktur atau berdasarkan kesepakatan dan persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan, yang dalam hal ini adalah pemilik tanah yang berbatasan dengan tanah yang dimilikinya.

"Jadi, secara hukum, upaya-upaya semacam ini hanya upaya sepihak. Sementara hukum itu eksis jika diakui oleh para pihak. Kalau itu hanya hukum KLHK, itu sama saja dengan penindasan terhadap hak-hak masyarakat yang ada dalam klaim sepihak tadi dan rakyat berhak protes," kata lelaki 65 tahun ini.

Rakyat berhak protes kata Budi lantaran negara dan rakyat adalah entitas yang sama. "Jadi, apabila negara mau berbuat, musti bersama rakyat," tegasnya.

Kalau KLHK ngotot seperti itu, boleh-boleh saja jika KLHK mengganti rugi hak-hak para pihak yang diklaim KLHK tadi. "KLHK enggak bisa serta merta menyebut apa yang sudah dikuasai oleh masyarakat sebagai kawasan hutan. Terlebih jika apa yang sudah dikuasai itu sudah puluhan tahun dan bahkan sebelum Indonesia merdeka," ujarnya.

KLHK kata Budi musti patuh pada aturan main, bahwa dalam menentukan kawasan hutan itu musti ada batas luar dan batas dalam. "Enggak bisa cuma klaim begitu. Kalau klaim begitu saja, itu sudah melanggar hak asasi manusia yang sudah diatur dalam pasal 27 hingga pasal 34 UUD '45" tegasnya.

Sayang, Ketua Tim Teknis yang juga Direktur Pencegahan dan Pengamanan Lingkungan dan Kehutanan, Sustyo Iriyono cuma membaca pertanyaan yang disodorkan Gatra.com dalam laman percakapan whatsapp dengan Sustyo kemarin. Pertanyaan itu persis seperti yang dipertanyakan Kadis LHK Riau tadi.


Abdul Aziz

167