Home Hukum Kejagung Sita Tanah Milik Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya

Kejagung Sita Tanah Milik Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik dan Tim Pengelolaan Barang Bukti pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita tanah seluas 3.915 M2 di Desa Pakembinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (19/5), mengatakan, tanah seluas 3.915 M2 disita terkait kasus dugaan korupsi Pengelolaan Dana Investasi di PT Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017–2020.

“Penyitaan terhadap aset milik dan atau yang terkait dengan tersangka HS,” ujar Ketut.

Penyitaan yang berlangsung pada Rabu sore, pulul 17.00 WIB, 18 Mei 2022 tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Nomor: Prin-107/F.2/Fd.2/05/2022 tanggal 18 Mei 2022 dan Surat Penetapan Pengadilan Negeri Sleman Nomor: 400/Pen.Pid/2022/PN.Smn tanggal 18 Mei 2022.

Terhadap aset yang telah disita tersebut, kata Ketut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara di dalam proses selanjutnya.

Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan dua orang tersangka, yakni Direktur Utama (Dirut) sekaligus Ketua Komite Investasi PT Asuransi Jiwa Taspen, MS; dan Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya, termasuk PT PRM yang merupakan penerbit MTN Prioritas Finance 2017, HS.

Selain itu, HS juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya Taspen Tahun 2017–2020 sebagai kasus pidana asalnya.

MS ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana ?korupsi berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-48.a/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 22 Maret 2022 dan HS berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-12/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 29 Maret 2022.

Sedangkan untuk pencucian uangnya, HS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Sprindik Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-03/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 29 Maret 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-03/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 29 Maret 2022.

Peyidik langsung menahan tersangka MS dan HS untuk mempercepat proses penyidikan perkara mereka. Tersangka MS ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari terhitung sejak 29 Maret 2022–17 April 2022.

“Penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : PRIN-12/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 29 Maret 2022,” ujarnya.

Begitu pun tersangka HS, di tahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari terhitung sejak 29 Maret 2022–17 April 2022. Penahanannya berdasarkan Surat Perintah Penahanan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor : PRIN-13/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 29 Maret 2022.

“Sebelum dilakukan penahanan, 2 orang tersangka telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab antigen dengan hasil dinyatakan sehat dan negatif Covid-19,” katanya.

Untuk kronologi kasusnya, yakni pada 17 Oktober 2017 PT Asuransi Jiwa Taspen (PT AJT) melakukan penempatan dana investasi sebesar Rp150 miliar dalam bentuk Kontrak Pengelolaan Dana (KPD) di PT Emco Asset Managemen selaku Manager Investasi dengan underlying berupa Medium Term Note (MTN) PT Prioritas Raditya Multifinance (PT PRM) meskipun sejak awal diketahui MTN PT PRM tidak mendapat peringkat atau investment grade.

“Dana pencairan Medium Term Note tersebut oleh PT PRM tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan MTN dalam perjanjian penerbitan MTN,” katanya.

Dana tersebut, lanjut Ketut, malah langsung mengalir dan didistribusikan ke Group Perusahaan PT Sekar Wijaya dan beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM sehingga gagal bayar.

Untuk menutupi gagal bayar MTN dari laporan keuangan PT AJT, kemudian dibuat seolah-olah telah dilunasi dengan dilakukan penjualan tanah jaminan yang terletak di Solo senilai kewajiban PT PRM kepada PT AJT kepada PT Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya.

“Padahal, uang yang dipergunakan untuk pembelian tersebut berasal dari keuangan PT AJT yang dikeluarkan dengan dibungkus transaksi investasi melalui beberapa reksa dana yang kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu,” katanya.

Adapun peran tersangka MS, lanjut Ketut, yakni menyetujui Investasi pada KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Management dengan Underlying MTN Prioritas Finance 2017, tanpa memperhatikan rekomendasi hasil analisis investasi.

“Menandatangani Lembar Pengantar Transaksi Instruksi (LPTI), Pemindahbukuan dan cek terkait dengan investasi pada KPD yang dikelola oleh PT Emco Asset Management dengan Underlying MTN Prioritas Finance 2017,” ujarnya.

Selanjutnya, tesangka MS menginisiasi penyelesaian jaminan MTN Prioritas Finance 2017 melalui skema investasi pada Reksa Dana Minna Padi Pasopati, Reksa Dana Syariah Minna Padi Indraprastha, Reksa Dana PNM Saham Unggulan, dan Reksa Dana Insight Bhineka Balance Fund.

Sedangkan peran tersangka HS, merekayasa laporan keuangan PT PRM, seolah-olah PT PRM membiayai anjak piutang Sister Company yang sebenarnya tidak ada aktivitas perusahaan yang dilakukan tanpa proses due diligence.

“Memberikan cek kosong sebagai Jaminan Buyback MTN jika hingga 10 Desember 2017 tidak dapat ditingkatkan menjadi RDPT dan mengatur serta menentukan penggunaan dana pencairan MTN di luar tujuan diterbitkan MTN, yakni untuk kepentingan pribadi dan Group PT Sekar Wijaya,” katanya.

Atas perbuatan tersebut Kejagung menyangka MS melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan untuk tersangka HS, disangka melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiairnya, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Dan Pertama, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau Kedua, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” katanya.

561

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR