Home Nasional IWCS: Perempuan Madrasah Pertama Literasi dan Keamanan Digital

IWCS: Perempuan Madrasah Pertama Literasi dan Keamanan Digital

Jakarta, Gatra.com – Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian, mengatakan, keluarga khususnya ibu merupakan benteng pertama dalam menanamkan literasi digital kepada anak-anaknya untuk mencegah paham buruk yang disebarkan melalui dunia maya, di antaranya media sosial (mendsos).

“Peran ibu-ibu sangat penting,” kata Hinsa ketika menyampaikan welcoming speech dalam acara Indonesia Women in Cyber Scurity (IWCS) Annual Summit 2022 bertajuk “Women in the Digital Transformation” yang dihelat secara hybrid di Jakarta, Senin (23/5).

Ia menjelaskan, peran ibu atau perempuan sangat penting karena serangan sosial yang dilancarkan pihak tertentu ini bertujuan untuk memengaruhi pola pikir dan prilaku dari manusia sehingga mau melakukan aksi yang diharapkan pemberi pesan.

“Jadi pengantin [pengeboman bunuh diri] pun mau dan itu terjadi di Indonesia. Ada 2 ribu lebih orang Indonesia yang berangkat hanya untuk berperang membantu ISIS,” katanya.

Penyebar memberikan janji-janji "surga" jika mau bergabung atau membantu ISIS. “Sampai mereka di sana apa yang terjadi? Penderitaan, kematian. Ini data, terpengaruh itu fakta,” ujarnya.

Menurutnya, informasi yang disampaikan itu terbukti mengubah pola pikir dan prilaku. Ribuan orang itu rela meninggalkan bumi Indonesia yang subur dan makmur untuk berperang membantu ISIS.

“Kok mau-maunya membantu perang, kira-kira demikian. Itu tidak terlepas dari informasi yang diterima, yang dilancarkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memengaruhi. Jadi sangat berbahaya serangan yang bersifat sosial ini,” ucapnya.

Sementara itu, Founder IWCS, Eva Noor, menyampaikan, IWCS Annual Summit ini merupakan acara tahunan. Untuk tahun ini berkolaborasi dengan BSSN. Pihaknya melakukan edukasi kepada kaum perempuan soal literasi dan keamanan digital.

“Betapa pentingnya peranan wanita untuk membangun ekosistem ranah digital menjadi aman dan positif. Kita banyak sekali narasumber yang bagus-bagus yang bisa berbagi pengalaman dan ilmu untuk memberi edukasi dan wawasan kepada masyarakat mengenai keamanan siber dan digital,” katanya.

Sedangkan untuk setahun perjalanan IWCS, Eva menyampaikan, pihaknya telah melakukan berbagai kegiatan edukasi literasi dan keamanan digital melibatkan berbagai pihak, khususnya kaum perempuan, bekerja sama dengan kementerian maupun lembaga serta swasta.

IWCS melakukan berbagai kegiatan literasi melalui podcast, webinar series, dan lain-lain mengenai literasi dan keamanan siber karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Selain itu, bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam membuat panduan atau roadmap children online protection. Kemudian, dengan Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) tengah membuat program antikekerasan di ranah online.

“Kita mengampayekan itu, bentuknya seperti apa, nanti soal literasi pastinya dan ada workshop juga dengan Kemenko PMK,” katanya.

Keja sama juga dijalin dengan pihak industri, di antaranya dengan Huawei untuk membuat program talent bagi perempuan dengan memberikan pelatihan, mentorship, dan seterusnya. Selanjutnya dengan Palo Alto adalah membuat cyberlite books.

“Kita berikan penghargaan kepada perempuan inspiratif dan memberikan kontribusi banyak pada kemajuan dan keamanan siber di Indonesia. Masih banyak program yang akan kita lakukan di 2023,” katanya.

Juru Bicara (Jubir) BSSN, Anton Setiawan, menyampaikan, pihaknya sangat mendukung upaya peningkatan literasi, edukasi, dan budaya keamanan siber yang dilakukan berbagai pihak, termasuk IWSC, komunitas yang memberikan wawasan terkait peran perempuan di era transformasi digital dan membangun ekosistem internet yang aman dan positif.

“Sebagai bentuk literasi, kita sangat berharap kerja samanya ke depan untuk meningkatkan budaya keamanan siber, khususnya bagi kaum perempuan. Women in security ini menjadi salah satu aspek penting dalam penilaian Global Cyberscurity Index (GCI),” katanya.

Adapun untuk peringkat GCI sebagaimana laporan Telecommunication Union pada tahun 2021, Indonesia berada di urutan ke-24 dari 194 negara. Peningkatan peringkat ini cukup signifikan karena sebelumnya berada di urutan 41 pada tahun 2018.

Sedangkan untuk peringkat GCI di regional Asia Pasifik, Indonesia berada di urutan 16 dan menghuni posisi ke-3 di Asean, di bawah Singapura dan Malaysia. “Kerja-kerja baik kita diharapkan sehingga kita bisa ungguli Malaysia dan Singapura di Asean dalam GCI. Tentunya, kerja sama dan kolaborasi semua pihak sangat mendukung agar indeks ini terus naik di tahun-tahun selanjutnya,” kata Anton.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Femmy Eka Katika Putri, menyampaikan, bangsa Indonesia saat ini sangat membutuhkan literasi dan keamanan digital.

“Literasi digital ini sangat penting bagi semuanya, terutama perempuan, karena perempuan sebagai madrasah pertama dan utama, pendidik pertama dan utama di keluarga. Penting untuk lingkungan keluarga dan masyarakat. Biasanya ini ibu-ibu yang paling aktif,” katanya.

Selain itu, lanjut Femmy, masyarakat Indonesia, termasuk anak-anak harus diajarkan etika digital. Pasalnya, indeks kesopanan digital masyarakat Indonesia yang dilansir salah satu lembaga internasional masih sangat memprihatinkan.

“Kita ini di Digital Civility Index [DCI], indeks kesopanan digital kita di peringkat 29 dari 32 wilayah dan paling rendah di Asia Tenggara, ini sangat memprihatinkan,” ujarnya.

Country Manager Indonesia Palo Alto Networks, Adi Rulsi, menyampaikan, pihaknya membuat cyberlite books “Bersedia, Siap Terkoneksi!!” untuk mengedukasi anak-anak sejak dini dan ibunya.

“Buku seperti komik mengenai literasi keamanan siber dan digital. Ini bagus sekali bagi orang tua agar mengetahui bagaimana keamanan informasi digital untuk anak-anaknya. Ini bisa diunduh di website BSSN secara gratis. Ini untuk menyebarkan informasi tentang bagaimana pentingnya keamanan siber sejak dini,” katanya.

Menurut Adi, ini merupakan kegiatan awal pihaknya untuk melindungi anak dalam menggunakan sumber daya digital. Isi buku tersebut di antaranya menyampaikan tempat yang biasanya para penjahat siber berkumpul, tipe-tipe penjahat siber misalnya pemaslu, peretas atau hacker, dan lain-lain. “Itu dijelaskan dengan bahasa yang mudah-mudahan bisa dipahami anak,” katanya.

Kemudian, ujar Adi, buku ini juga mengajarkan kebiasaan baik, misalnya untuk membuat kata sandi atau password yang tidak sederhana dan mudah ditebak orang sehingga akun tidak mudah diretas. “Ada juga cara-cara agar anak-anak aman berselancar di internet.”

130