Home Nasional Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembatalan Penunjukan Pj Bupati Seram Barat

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Pembatalan Penunjukan Pj Bupati Seram Barat

Jakarta, Gatra.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menunjuk Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Sulawesi Tengah Brigjen TNI Andi Chandra As’aduddin sebagai Penjabat (Pj) Bupati Seram Bagian Barat. Andi menggantikan Bupati Seram Bagian Barat Yus Akerina yang habis masa jabatan pada 22 Mei 2022. Penunjukan itu tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 131.81-1164 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Pj Bupati Seram Bagian Barat Provinsi Maluku pada 12 Mei 2022.

Menyikapi hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari: YLBHI, LBH Jakarta, Imparsial, KontraS, SETARA Institute, Amnesty International Indonesia dan lain-lain mendesak agar Mendagri membatalkan penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai Pj Bupati Seram Bagian Barat.

“Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menilai penunjukan prajurit TNI aktif menjadi Pj Kepala Daerah Seram Barat merupakan bentuk dari Dwifungsi TNI yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam rilis resminya, Rabu (25/5).

Terdapat sejumlah argumentasi dan dasar hukum yang dikemukakan atas sikap penolakan tersebut. Pertama, Pasal 30 Ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan secara jelas bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara diatur secara rinci tentang tugas militer sebagai alat pertahanan negara yang tidak dapat dimasukan dalam ruang lingkup penegakan hukum (law enforcement), maupun instansi sipil pemerintahan daerah.

Kedua, TAP MPR Nomor: X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan dalam rangka penyelamatan dan normalisasi kehidupan nasional sebagai haluan negara yang tertuang pada BAB IV tentang Kebijakan Reformasi Pembangunan pada sektor hukum menyebutkan, penanggulangan krisis di bidang hukum bertujuan untuk tegak dan terlaksananya hukum dengan sasaran terwujudnya ketertiban, ketenangan dan ketentraman masyarakat, yakni melalui pemisahan secara tegas fungsi dan wewenang aparatur penegak hukum agar dicapai proporsionalitas, profesionalitas serta integritas yang utuh.

Ketiga, TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri dan TAP MPR Nomor: VII/MPR/2000 menyebutkan pada pasal 1 bahwa TNI dan Polri secara kelembagaan terpisah sesuai peran dan fungsi masing-masing. Kemudian, pasal 1 ayat (2) memperjelas bahwa TNI adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara.

Dasar hukum keempat, Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan, TNI berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terakhir, Pasal 5 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia menegaskan bahwa peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara yang pada implikasinya bahwa anggota TNI aktif terpisah dari institusi sipil negara. Koalisi Masyarakat Sipil menilai penunjukan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai anggota TNI aktif merupakan pelanggaran terhadap Tupoksi TNI sebagaimana diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI khususnya pasal 47 ayat (1) UU 34/2004 bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan, Kepala Daerah merupakan jabatan sipil yang pada dasarnya hanya dapat ditempati oleh sipil.

Selain itu, UU tentang Peradilan Militer No. 31 tahun 1997 yang belum direvisi sesuai mandat TAP MPR No. VII tahun 2000 akan menjadi konflik hukum dan sarana impunitas bagi prajurit TNI aktif yang menempati jabatan kepala daerah ketika terjadi pelanggaran pidana. Penjabat kepala daerah yang merupakan prajurit TNI aktif hanya akan dapat diproses melalui sistem peradilan militer yang memiliki catatan akuntabilitas dan transparansi ketika terlibat dengan persoalan hukum pidana.

Selain itu, koalisi menilai, sekalipun orang yang akan ditunjuk telah mengundurkan diri dan/atau pensiun, penunjukan penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan tetap dilakukan secara demokratis sebagaimana pertimbangan MK dalam Putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021.

Karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan menyatakan sikap mendesak pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi dan Mendagri Tito Karnavian untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI aktif sebagai Pj. Bupati karena merupakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pelanggaran hak asasi manusia.

“Mendesak negara untuk menegakan dan menjunjung profesionalisme TNI sebagai alat pertahanan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta amanat reformasi demi keberlangsungan demokrasi,” tulis pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil.

174