Home Regional Dari Tegal, Nelayan Menuntut Pemerintah

Dari Tegal, Nelayan Menuntut Pemerintah

Tegal, Gatra.com - Nelayan dan pelaku usaha perikanan dari berbagai daerah di Pulau Jawa menggelar Rembuk Nelayan di Kota Tegal, Jawa Tengah, Rabu (1/6). Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah.

Dalam pertemuan tersebut, para nelayan dan pelaku usaha perikanan sepakat membentuk Front Nelayan Bersatu (FNB) sebagai wadah untuk menyampaikan tuntutan terkait permasalahan nelayan kepada pemerintah. Ada tujuh tuntutan yang disepakati dan disampaikan sebagai pernyataan sikap bersama usai pertemuan.

Koordinator Umum FNB Kajidin mengatakan, Rembuk Nelayan digelar untuk membahas berbagai permasalahan yang dihadapi nelayan dan pelaku usaha perikanan karena dampak peraturan dan kebijakan pemerintah.

"Saat ini kita nelayan-nelayan di Indonesia, khususnya yang ada di Jawa, merasakan kegelisahan terkait dengan adanya beberapa peraturan menteri yang tidak berpihak kepada kami. Sehingga melalui pernyataan sikap ini kita sampaikan supaya suara kami didengar pembuat kebijakan, khususnya bapak Menteri Kelautan dan Perikanan serta Presiden," ujarnya.

Menurut Kajidin, pernyataan sikap tersebut disepakati perwakilan nelayan dan pelaku usaha perikanan yang hadir dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. "Kita juga sepakat organisasi-organisasi nelayan yang ada melebur jadi satu, menjadi FNB karena menjadi sebuah perjuangan bersama dalam persoalan yang sama," kata dia.

Adapun tujuh tuntutan kepada pemerintah dalam pernyataan sikap yang dibacakan yakni revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 terkait indeks tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi untuk ukuran kapal di bawah 60 grosston (GT) sebesar dua persen, dan ukuran kapal 60 GT sampai 1.000 GT adalah tiga persen.

Kemudian menolak perikanan terukur dengan sistem kuota, menolak masuknya kapal asing dan eks-asing ke wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Indonesia, penurunan tarif tambat labuh, meminta alokasi izin penangkapan dua WPP yang berdampingan dan mengusulkan adanya Bahan Bakar Minyak (BBM) industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp 9.000 per liter.

Selain itu, meminta mengalokasikan tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan dengan ukuran kapal maksimal 30 GT dan pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 50 GT, merevisi sanksi denda administrasi terkait pelanggaran WPP dan Vessel Monitoring Solution (VMS), mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan penegakan hukum kapal perikanan serta mengakomodir kapal eks-cantrang untuk dialokasikan izin menjadi jaring tarik berkantong dan mempermudah perizinannya.

Kajidin yang merupakan Ketua Dewan Presidium Serikat Nelayan Tradisional mengatakan, nelayan dan pelaku usaha perikanan bakal menggelar demonstrasi di Jakarta jika tuntutan-tuntutan tersebut tidak ditanggapi pemerintah.

"Apabila dalam kurun waktu satu bulan setelah pernyataan sikap ini dibacakan, pemerintah tidak ada respon, maka mohon maaf, karena kita parlemen jalanan dan kita bersatu di jalanan, kita akan mengajak nelayan-nelayan di Jawa untuk datang ke Istana Negara," tandasnya.

Sekjen FNB yang juga Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jawa Tengah, Riswanto mengatakan, indeks tarif PNBP pasca produksi sebesar 10 persen yang ditetapkan pemerintah sangat memberatkan pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan.

"Belum lagi, para nelayan di lapangan harus menerima sanksi pelanggaran administrasi, yang mempersempit peluang-peluang usaha perikanan untuk bertahan. Jika pelaku usaha dalam hal ini pemilik kapal tidak sanggup bertahan, ini akan berdampak ke ABK dan juga sektor pengolahan ikan dan lain-lain," ujarnya.

Menurut Riswanto, selain kenaikan PNPB, pelaku usaha perikanan juga sudah dibebani kenaikan harga solar industri yang mencapai Rp16 ribu per liter. Kenaikan harga ini membuat operasional untuk melaut membengkak.

"Harga yang trennya terus naik tersebut berat untuk bertahan. Idealnya Rp9 ribu per liter. Nelayan ada yang tidak melaut karena operasional membengkak," ujarnya.

Menurut Riswanto, setelah pertemuan, FNB akan mengirim surat ke kementerian-kementerian terkait dan Presiden Joko Widodo agar pihak-pihak tersebut mengetahui permasalahan dan tuntutan nelayan dan pelaku usaha perikanan. "Kalau dalam kurun waktu sebulan, ini kita minta audiensi tidak ditanggapi, kita akan turun ke jalan di Jakarta," ujarnya.

1503