Home Hukum SETARA Institute: Tepat Polisi Gunakan UU Non-Terorisme soal Khilafatul Muslimin

SETARA Institute: Tepat Polisi Gunakan UU Non-Terorisme soal Khilafatul Muslimin

Jakarta, Gatra.com – Ketua SETARA Institute, Hendardi, menilai bahwa langkah Polri, dalam hal ini Polda Metro Jaya (PMJ) menggunakan delik-delik pidana di luar kerangka Undang-Undang (UU) Terorisme terhadap kelompok Khilafatul Muslimin merupakan langkah tapat.

“Secara normatif lebih tepat dibandingkan dengan menggunakan UU Terorisme, karena kelompok KM [Khilafatul Muslimin] ini sesungguhnya tidak atau belum melakukan tindak pidana terorisme, kecuali mempromosikan ideologi yang berbeda,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin (13/6).

Menurut Hendardi, penindakan terbatas yang menjerat pimpinan Khilafatul Muslimin, Abdul Qodir Hasan Baraja dkk, juga dinilai tepat, karena pimpinan dan pengurus telah secara nyata mengusahakan gagasan Khilafatul Muslimin itu terwujud.

“Apa yang dilakukan oleh Polri melalui Polda Metro Jaya adalah bagian dari pencegahan intoleransi yang tepat, yang selama ini seringkali dibiarkan hingga kelompok-kelompok tertentu mewujud menjadi tindakan radikalisme kekerasan dan terorisme. Pencegahan di hulu, yakni menangani intoleransi adalah salah satu cara menangani persoalan terorisme,” ujarnya.

Meskipun demikian, Hendardi menyebut bahwa penanganan nonhukum, dalam arti pekerjaan pencegahan dengan berbagai pendekatan harus menjadi prioritas berbagai badan-badan negara dan juga aparat hukum. Pencegahan dan penanganan intoleransi harus diperkuat dan menjadi yang utama.

Ia melanjutkan, penangkapan pemimpin dan pengurus Khilafatul Muslimin, Abdul Qodir Hasan Baraja dkk. oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya menunjukkan bahwa kelompok-kelompok pengusung aspirasi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila nyata adanya.

Kelompok-kelompok semacam ini akan terus tumbuh seiring dengan kinerja pemerintah dalam mempromosikan dan menerapkan ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara juga kinerja penanganan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.

Ia mengatakan, jika kinerja badan-badan yang ditujukan untuk membudayakan Pancasila, semacam Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) hanya berkutat pada seremoni dan agitasi, maka sulit bagi masyarakat untuk menerima Pancasila sebagai ideologi terbuka yang bisa menjadi spirit mencapai tujuan bernegara, khususnya membangun kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melindungi setiap bangsa.

“Demikian juga jika kinerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) semakin kehilangan fokus, maka kerja deradikalisasi hanya menjadi rutinitas ritual BNPT yang tidak menyentuh aspek hulu dari terorisme,” ujarnya.

68