Home Regional Tak Ramah Anak, Joki Cilik Pacuan Kuda di Sumbawa Disorot

Tak Ramah Anak, Joki Cilik Pacuan Kuda di Sumbawa Disorot

Mataram, Gatra.com-Lomba pacuan kuda untuk memeriahkan gelar event internasional MXGP, Samota, Sumbawa mendapatkan sorotan dari beberapa kalangan. Alasannya, karena digelarnya pacuan kuda sebagai kegiatan tak ramah anak dan tidak sedikit yang melibatkan anak-anak sebagai joki cilik.

Sorotan sejumlah kalangan itu disikapi Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dispapora) Sumbawa Irawan Subekti. Ia menegaskan, pacuan kuda di Sumbawa merupakan tradisi masyarakat yang penuh pesan kearifan lokal dan sangat layak diangkat sebagai atraksi wisata.

“Keterlibatan anak-anak sebagai joki juga bermuasal dari tradisi turun temurun. Dalam setiap lomba pacuan, anak-anak berusia 8-12 tahun yang menjadi joki pengendali kuda pacuan. Sehingga ini bukan berarti eksploitasi terhadap anak, karena memang tradisinya begitu dari dulu," ujarnya Rabu (22/6) ini.

Ia bahkan memberi menanggapinya lebih jauh dengan menyebutkan, tidak semua anak bisa menjadi Joki pacuan kuda. Sebab, secara tradisi pula, profesi Joki ini bersifat turun temurun dalam trah keluarga. Seorang joki pasti memiliki ayah, paman, atau kakek yang pernah menjadi Joki pula.

"Jadi bukan semua anak bisa jadi joki. Selalu saja kalau ayahnya pernah jadi joki pasti salah satu anaknya akan menurun. Ini pun ada masanya umumnya berusia 8 tahun sampai 12 tahun, setelah itu nggak bisa lagi jadi joki," terangnya.

Dikatakan, dalam tiap laga pacuan pun tak berlangsung begitu saja. Ada prosesi magis yang menyertai joki pacuan kuda. Dalam tradisi Sumbawa disebut Sandro. Kelebihan esksoteris sang Sandro ini diyakini melindungi joki jika terjadi kecelakaan berkuda.

"Secara nalar memang susah diterima, tapi itulah tradisi budaya. Sehingga meski terjadi kecelakaan berkuda terkadang joki ini tak mengalami luka," katanya.

Menurutnya, pro kontra Joki cilik dalam pacuan kuda terjadi karena perspektif dan cara pandang yang berbeda. Irawan hanya mengangkatnya dari sisi pariwisata dan budaya, tradisi pacuan kuda ini menjadi tradisi yang penuh dengan pesan moral dan kearifan lokal.

Ditambahkan, selain sebagai ajang silaturahmi masyarakat dari tiap desa dan kecamatan yang ada di Sumbawa. Tradisi ini juga menumbuhkan sikap ksatria dan sportif.

"Dari sisi olahraga, tradisi ini juga bisa menjadi ajang mencari bibit unggul atlet berkuda. Karena potensinya yang menarik dan berkonsep melestarikan tradisi budaya, pacuan kuda pun sudah menjadi salah satu event pariwisata yang mendapat dukungan Kemenparekraf RI.

Sebagaimana diketahui event pacuan kuda di Desa Penyaring diinisiasi BPPD NTB bersama Dispapora Sumbawa sebagai rangkaian kegiatan pra event MXGP Samota.

 

375