Home Nasional Hadir di Senayan, MRP Sampaikan Aspirasi Rakyat Papua

Hadir di Senayan, MRP Sampaikan Aspirasi Rakyat Papua

Jakarta, Gatra.com – Majelis Rakyat Papua (MRP) hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Rabu (22/6). RDP dengan DPR membahas tentang RUU Pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Papua. Dalam kesempatan itu, wakil rakyat menampung sejumlah aspirasi dari MRP dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).

Ketua MRP Timotius Murib dalam pandangannya menyampaikan, UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus dan RUU Pemekaran Papua bermasalah dari segi pelibatan rakyat Papua maupun dari segi substansi kebijakan. Timotius menyebut, pasal 77 UU Otsus yang menyebut, perubahan atas UU dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah, sesuai peraturan perundang-undangan, menjadi semangat dan klausul yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

“Amanat Pasal 77 pernah kami coba upayakan melalui diadakannya rapat-rapat dengar pendapat rakyat di Provinsi Papua sebelum adanya perubahan kedua UU Otsus,” kata Timotius. Bahkan, jauh sebelum UU Otsus Jilid II, MRP telah menggelar RDP di 28 kabupaten dan 1 kota yang tersebar di lima wilayah adat. Namun, upaya menggalang aspirasi rakyat Papua tersebut tidak bisa terlaksana. “Sayangnya, atas kecurigaan tertentu, upaya [diskusi] ini dihambat,” Timotius menambahkan.

Timotius menyebut, keberadaan UU Otsus terbaru mengebiri hak-hak Orang Asli Papua (OAP). Hal itu terlihat dari perubahan, penambahan, serta pengurangan pasal dalam UU Otsus yang diperkirakan berjumlah 19 pasal.

Padahal, Surat Presiden (Surpres) yang diteken Presiden Jokowi tertanggal 4 Desember 2020 mengamanatkan perubahan terbatas pada tiga pasal, yaitu: Pasal 1 tentang Ketentuan Umum, Pasal 34 Keuangan Daerah, dan Pasal 76 Tentang Pemekaran Papua.

“Setelah dikaji oleh MRP, setidaknya ada 9 (sembilan) yang secara substansial merugikan hak-hak orang asli Papua. Karena itulah, MRP bersama MRP Papua Barat mengajukan uji materi ke MK sebagai pilihan upaya hukum yang bermartabat,” ujarnya.

Kedua, MRP menyesalkan proses perumusan DOB atau pemekaran Papua yang tidak memperhatikan aspirasi rakyat Papua sesuai semangat Otonomi Khusus dan amanat ketentuan Pasal 76 UU Otsus. Timotius mengatakan, pihaknya menghargai argumentasi pemerintah yang menyebut, pemekaran provinsi dilakukan oleh pemerintah pusat sesuai UU Otonomi Daerah.

“Namun menurut pendapat kami, Papua bukan berstatus otonomi daerah, sebagaimana disandang provinsi-provinsi pada umumnya di Indonesia. Papua berstatus otonomi khusus,” ucap Matius.

Karena itu, ia berpandangan, tambahan ayat yang memungkinkan pemekaran provinsi dapat dilakukan oleh pemerintah pusat yang tanpa persetujuan daerah/MRP membuat semangat Otonomi Khusus terkikis alias hilang.

495