Home Politik Jeda Pengumuman dan Pelantikan Presiden Baru 7 Bulan, Jokowi Harus Apa?

Jeda Pengumuman dan Pelantikan Presiden Baru 7 Bulan, Jokowi Harus Apa?

Jakarta, Gatra.com –‎ Berdasarkan jadwal yang telah dirilis Komisi Pemilihan Umum (KPU), pengumuman hasil real count Pemilihan Presiden (Pilpres) akan dilakukan pada 20 Maret 2024 mendatang, sementara pelantikan presiden baru dilakukan pada 20 Oktober 2024. Dengan demikian, akan ada momen selama tujuh bulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat setelah adanya pengumuman presiden baru yang terpilih.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai waktu tujuh bulan tergolong waktu yang ideal, baik bagi presiden petahana untuk mempersiapkan diri meletakkan jabatannya, serta bagi presiden yang baru dalam mempersiapkan diri untuk memulai memimpin negeri ini.

“Menurut saya, itu waktu yang pas, tidak terlalu lama dan tidak terlalu sempit juga,” ujarnya kepada Gatra.com, Ahad (26/6).

Bagi Presiden yang tengah menjabat, ungkap Ujang, perlu menjaga hubungan dengan sosok Presiden baru yang terpilih. “Tentunya posisinya dia ingin berkolaborasi, bersinergi dengan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, itu yang harus dilakukan,” ujarnya.

Selain untuk menjaga kesinambungan program dan kebijakan yang telah ada, Ujang menuturkan, setiap pergantian rezim kekuasaan, presiden yang meletakkan jabatannya umumnya akan mengamankan berbagai kepentingannya.

“Kita tidak tahu apakah Presiden yang akan berakhir masa jabatannya itu punya bisnis, masalah hukum atau kroni-kroninya seperti apa, itu kan perlu diamankan juga secara politik,” katanya.

“Konsolidasi kompromistis dengan Capres-Cawapres yang baru menjadi penting agar semuanya, katakanlah menjadi smooth, seolah-olah tidak ada masalah,” Ujang menambahkan.

Sementara itu, Pengamat politik yang juga pendiri Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), Hendri Satrio, mengatakan, dalam jeda waktu tujuh bulan tersebut sudah selayaknya petahana siap menghadapi pergantian kekuasaan.

“Setiap presiden jika sudah memasuki dua periode itu harus siap lengser, maka tujuh bulan itu sebenarnya sama saja dengan sisa waktu lima tahun kepemimpinan periode kedua,” ujarnya saat dihubungi oleh Gatra.com.

Menurut pengamat yang kerap disapa Hensat ini, pergantian kekuasaan pada 2024 mendatang akan menjadi momen tersulit bagi Presiden Jokowi lantaran untuk kali pertama beliau turun jabatan dalam karier politiknya. “Biasanya kan naik terus, dari rakyat jadi wali kota, jadi gubernur, jadi presiden, nanti saatnya untuk turun,” jelasnya.

Hensat menilai, sebelum Jokowi meletakkan jabatan kepada Presiden baru, harus menyelesaikan janji kampanyenya terdahulu. Di samping itu, dalam jeda tujuh bulan tersebut, Jokowi pun harus mampu mengeluarkan program-program yang bisa dicatat oleh sejarah.

“Pertama, janji kampanye dipastikan selesai. Kalau pun belum selesai, pastikan progresnya berjalan selama tujuh bulan itu,” sebut Hensat.

Menurutnya, Jokowi pun harus tetap menjalankan program pembangunan yang telah dicanangkan, menjalankan hukum yang berlaku, dan tidak tebang pilih di sisa masa jabatannya.

Hensat berharap sosok presiden baru nanti mampu merangkul segala kalangan sekali pun juga lawan politiknya. “Merangkul itu bukan artinya semua berkoalisi, oposisi juga tetap dirangkul, tidak dikebiri hak suara beroposisinya,” ujar Hensat.

Bila presiden baru berasal dari kekuatan yang berseberangan dengan kekuasaan saat ini, Hensat menganjurkan agar Jokowi tidak berupaya menghentikan gelombang perubahan yang datang. “Biarkan saja gelombang perubahan ini, bahkan kalau bisa didukung,” ujarnya.

Sebelumnya, cendekiawan Muslim, Azyumardi Azra, menilai presiden lama akan menjadi bebek lumpuh selama tujuh bulan dalam jeda pengumuman pemenang Pilpres hingga pelantikan. Menurutnya, pada kurun waktu tersebut presiden tidak bisa membuat kebijakan yang efektif.

"Presiden yang sedang menjabat tak bisa lagi mengeluarkan kebijakan yang efektif dan strategis, karena sudah ada presiden dan wakil presiden baru, meskipun belum dilantik," ujar Azyumardi.

 

176