Home Politik Jangan Jemawa, Demokrat Juga Emoh Koalisi dengan PDIP

Jangan Jemawa, Demokrat Juga Emoh Koalisi dengan PDIP

Jakarta, Gatra.com - Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat yang juga Koordinator Juru Bicara Partai, Herzaky Mahendra Putra menegaskan, sikap Partai Demokrat sangat menghargai kemandirian, independensi, mekanisme internal, dan pilihan dari setiap partai dalam menentukan, ingin berkoalisi atau bekerja sama dengan partai mana, untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Karena itu, kami juga berharap, independensi, kemandirian, mekanisme internal, dan pilihan kami dalam menentukan rekan koalisi atau kerja sama menuju 2024, dihormati dan dihargai pula," ujarnya dalam keterangannya yang diterima Gatra.com, pada Ahad (26/6).

Lebih lanjut, Herzaky menuturkan, pihaknya mengharapkan, tidak ada upaya tekanan-tekanan, paksaan, bahkan ancaman-ancaman, semisal upaya kriminalisasi atau gangguan terhadap bisnis kader-kader Partai Demokrat, maupun upaya perampasan kepemimpinan terhadap Partai Demokrat ataupun calon rekan koalisinya.

Di samping itu, Herzaky menyampaikan, pihaknya juga sangat menghargai bahwa setiap parpol memiliki prioritas dan platform berbeda ketika memegang pemerintahan. "Rakyat pernah merasakan pemerintahan era Bu Megawati, Pak SBY, dan Pak Jokowi saat ini," katanya.

Menurutnya, pada era Demokrat yang memimpin, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi presiden di tahun 2004-2014, prioritasnya jelas yakni membela rakyat kecil, memperjuangkan hak-hak dan aspirasi rakyat.

"Rakyat tidak perlu antre minyak goreng. Harga sembako juga terjangkau dan stabil, tidak naik drastis seperti situasi yang rakyat hadapi enam bulan ini," sebutnya.

Selain itu, Herzaky melanjutkan, pada era Presiden SBY, kemiskinan turun drastis, penduduk miskin berkurang hampir 9 juta jiwa.

"Pemerintahan SBY diwarisi 36 jutaan penduduk miskin dari Presiden Megawati. Setelah sepuluh tahun memimpin, SBY mewariskan tinggal 27 jutaan penduduk miskin ke pemerintahan Jokowi. Ada pengurangan sangat signifikan," paparnya.

Adapun pada lima tahun pertama pemerintahan Presiden Jokowi, jelas Herzaky, angka kemiskinan berkisar 24-26 juta jiwa. Hampir tidak ada pengurangan dari era SBY. "Bahkan, setelah pandemi, di periode kedua, malah sempat naik lagi ke 28 juta, dan sekarang 26 juta," cetusnya.

"Begitu pula dengan pengangguran. 10 tahun pemerintahan SBY, pengangguran turun 3 jutaan. Era Jokowi 5 tahun pertama, hanya turun 140 ribuan. Bahkan, ketika pandemi, melonjak drastis penganggurannya," tambahnya.

Berangkat dari hal itu, Herzaky menegaskan, Partai Demokrat, tentu akan memilih berkoalisi dengan sesama parpol yang bakal mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat.

"Berupaya agar harga sembako terjangkau, harganya stabil dan stok tersedia, kemiskinan berkurang drastis, dan pengangguran berkurang drastis. Parpol-parpol yang memperjuangkan perubahan dan perbaikan nasib rakyat di 2024-2029." tegasnya.

Herzaky menekankan, Partai Demokrat merupakan partai terbuka untuk semua, mengayomi semua, berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Demokrat menghormati perbedaan, dan mengedepankan toleransi.

"Bukan sekadar jualan slogan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, tapi malah mengekalkan polarisasi dan politik identitas demi efek elektoral semata, ataupun menakuti-nakuti kelompok tertentu agar mau mendukung pihaknya di pemilu, misalnya," tutupnya.

Seperti diketahui, sebelumnya Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa partainya tidak bisa membentuk koalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Perbedaan dalam sejumlah aspek antara PDIP dengan Demokrat dan PKS yang mencakup ideologi dan historis menjadi alasannya.

"Ya, kalau dengan PKS tidak," kata Hasto jelang penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP di Sekolah partai, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (23/6) lalu.

"Saya pribadi sebagai Sekjen memang tidak mudah untuk bekerja sama dengan partai Demokrat karena dalam berbagai dinamika politik menunjukkan hal itu," kata dia lagi.

Sehari berselang, Hasto kembali menegaskan keengganan PDIP untuk berkoalisi dengan kedua partai tersebut.

"Jadi selain perbedaan ideologi, kami menghormati posisi PKS yang berada di luar pemerintahan. Tetapi untuk bekerja sama dengan PKS, ditinjau dari aspek ideologi, aspek historis, ada hal yang memang berbeda," jelas Hasto, pada Jumat (25/6) lalu.

Hasto pun menyinggung era kepemimpinan Partai Dmokrat di bawah pemerintahan Presiden SBY acap kali tidak sejalan dengan yang telah dijanjikan kepada masyarakat serta tak sesuai dengan aspek fundamental yang dipegang oleh PDIP.

"Dalam disertasi saya juga menunjukkan ada perbedaan fundamental di dalam garis kebijakan politik luar negeri, politik pertahanan yang digariskan dari zaman Bung Karno, zaman Bu Mega, dengan zaman Pak SBY," tegasnya.

"Berbagai ketegangan terkait dengan radikalisme intoleransi. Zaman Pak SBY, TVRI itu bisa dipakai oleh kelompok yang anti kebhinekaan. Ini kan menjadi catatan kritis dari masyarakat Indonesia," kata Hasto.

Menurut Hasto, kerja sama politik selayaknya diawali dengan melihat ideologi, platform dan aspek historis. Maka itu PDI-P tidak bisa berkoalisi dengan Demokrat dan PKS.

207