Home Hukum Kejagung Pastikan Korupsi Pesawat Garuda Emirsyah Syatar dan Soetikno Bukan 'Ne Bis In Idem'

Kejagung Pastikan Korupsi Pesawat Garuda Emirsyah Syatar dan Soetikno Bukan 'Ne Bis In Idem'

Jakarta, Gatra.com – Jaksa Agung Burhanuddin pastikan bahwa kasus dugaan korupsi Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2011–2021 yang membelit mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ES), dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedardjo (SS), tidak ne bis in idem.

“Untuk teman-teman tahu, sama sekali tidak ada ne bis in idem di sini,” katnya dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Senin (27/6).

Tidak ne bis in idem karena kedua petinggi perusahaan tersebut bukan menjadi tersangka dalam kasus yang sama. Adapun kasus yang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu hanya soal suap dalam pengadaan pesawat di Garuda.

Sedangkan ketika wartawan mengonfirmasi soal peran atau perbuatan Emirsyah Satar dalam perkara ini, Burhanuddin mengatakan, penetapan ini merupakan upaya meminta pertanggungjawaban terhadap perbuatan yang dilakukan di era direksi yang bersangkutan.

"Ini kan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kerja selama dia menjabat sebagai direktur [utama]. Yang di KPK adalah sebatas mengenai suap,” katanya,".

Sedangkan untuk kasus yang sedang disidik Kejagung, lanjut dia, mulai dari pengadaan, kontrak-kontrak, dan lainnya terkait pengadaan pesawat. “Yang pasti bukan ne bis in idem,” ujarnya.

Kejagung menetapkan dua tersangka baru kasus dugaan korupsi Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Tahun 2011–2021, yakni Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (ES), dan mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi, Soetikno Soedardjo (SS).

Penetapan kedua tersangka baru tersebut merupakan hasil pengembangan dari penyidikan yang tengah dilakukan Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusu (Pidsus) Kejagung. Penetapan tersangka ini merupakan hasil dari hasil ekspos atau gelar perkara yang dilakukan penyidik. 

“Kedua orang tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi,” katanya.

Kejagung sebelumnya telah menetapkan tersangka dan pekaranya sudah bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Mereka, yakni Executive Project Manager Aircraft Delivery PT Garuda Indonesia 2009–2014,

Agus Wahjudo; Vice President Strategic Management PT Garuda Indonesia 2011–2012, Sutijo Awibowo; dan mantan Vice President Treasury Management PT Garuda Indonesia, Albert Burhan.

Kepala Pusat penerangan hukum Kejagung, Ketut Sumedana, menyampaikan, mereka diduga terlibat tindak pidana korupsi pengadaan 18 unit pesawat Sub 100 seater tipe jet kapasitas 90 seat jenis Bombardier CRJ-100 pada tahun 2011. Pasalnya, rangkaian proses pengadaannya, baik tahap perencanaan maupun evaluasi tidak sesuai dengan Prosedur Pengelolaan Armada (PPA) PT Garuda Indonesia (persero) Tbk.

Dalam tahapan perencanaan yang dilakukan tersangka Sutijo Awibowo, tidak terdapat laporan analisa pasar, laporan rencana rute, laporan analisa kebutuhan pesawat, dan tidak terdapat rekomendasi BOD dan Persetujuan BOD.

Lalu dalam tahap pengadaan pesawat, evaluasi dilakukan mendahului RJPP dan atau RKAP dan tidak sesuai dengan konsep bisnis “full service airline” PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

“ES selaku Direktur Utama, H selaku Direktur Teknik, tersangka AW, AB, dan SA bersama tim perseroan atau tim pengadaan melakukan evaluasi dan menetapkan pemenang Bombardier CRJ-1000 secara tidak transparan, tidak konsisten dalam penetapan kriteria, dan tidak akuntabel dalam penetapan pemenang,” ujarnya.

Akibat proses pengadaan pesawat CRJ-1000 dan pengambilalihan pesawat ATR72-600 yang dilakukan tidak sesuai dengan PPA, prinsip-prinsip pengadaan BUMN, dan prinsip business judgment rule, mengakibatkan performance pesawat selalu mengalami kerugian saat dioperasikan.

Atas perbuatan tersebut, mereka disangka melanggar sangkaan Primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Subsidiairnya, melanggar Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

279