Home Nasional Rektor Paramadina Acungkan Jempol Atas Aksi Jokowi, Kenapa?

Rektor Paramadina Acungkan Jempol Atas Aksi Jokowi, Kenapa?

Jakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) unjuk gigi di kancah internasional. Sebabnya, pertikaian antara Rusia dan Ukraina yang belum kunjung usai. Presiden Jokowi dijadwalkan selain bertemu Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, ia juga akan menyambangi Presiden Rusia Vladimir Putin.

Menurut Rektor Paramadina, Prof. Didik J Rachbini langkah Jokowi disebut sebagai secercah harapan agar bumi lebih damai. Sebab, menurut Didik, perang di jaman super modern seperti sekarang ini sangat tidak populer dan sangat membahayakan seluruh umat manusia di bumi.

Bagi Didik, perang merupakan sebuah kebodohan kolektif karena jika seluruh persenjataan sangat super modern dikeluarkan atas dasar emosi marah para pemimpinnya, maka bukan hanya negara yang berperang, tetapi seluruh isi bumi terancam dan bahkan hancur karena begitu kecanggihan super dari peralatan perang pada jaman ini.

"Dari sisi pandangan seperti ini, maka misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia merupakan secercah harapan dan langkah awal agar bumi lebih damai dan jauh dari perang," ungkap Didik dalam keterangannya kepada Gatra.com, Kamis (30/6/2022).

"Upaya perdamaian ini patut diacungi jempol dan tidak boleh berhenti melainkan nanti dilanjutkan oleh menteri di bawahnya," bebernya lagi.

Pasalnya, Didik khawatir jika negara-negara di dunia ikut berperang, ia tidak bisa membayangkan jika bom nuklir tahun 1945 saja bisa membuat dua kota di Jepang hancur, bagaimana dengan sekarang yang semua sudah amat canggih.

"Bom nuklir lebih setengah abad yang lalu, pada tahun 1945 sudah mampu membumihanguskan dua kota Jepang. Apalagi teknologi persenjataan modern sekarang, pasti lebih dahsyat daya hancurnya dibandingkan tujuh dekade yang lalu," paparnya.

Didik juga menyuarakan agar para pemimpin dunia bisa menyuarakan perdamaian, bukan hanya dari Indonesia semata. Tetapi negara besar lainnya mesti hadir untuk menghentikan perang.

"Karena itu, pemimpin negara besar yang jengah itu harus berpikir lebih jauh akibat dari perang seperti sekarang ini. Sebaliknya, harus ada lebih banyak hadir pemimpin yang menjalankan misi perdamaian dibandingkan dengan unjuk kegagahan dan kepongahan untuk mengobarkan perang seperti masa perang dunia kesatu dan kedua," ujarnya.

65