Home Kesehatan 1.201 Bayi Di Karanganyar Bergizi Kurang, 5 Diantaranya Bergizi Buruk

1.201 Bayi Di Karanganyar Bergizi Kurang, 5 Diantaranya Bergizi Buruk

Karanganyar, Gatra.com - Sebanyak 5 bayi bergizi buruk dan 1.201 kategori gizi kurang di Kabupaten Karanganyar, Jateng. Perbaikan gizinya terus diupayakan.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar, Purwanti mengatakan kasus gizi buruk lima bayi tersebut terdata pada kelahiran tahun 2021. Hingga sekarang, kondisi mereka belum membaik. Bukan kurangnya asupan nutrisi yang membuat bayi-bayi itu mengalami gizi buruk. Tapi, kelainan bawaan sejak perkembangan janin. Dari lima kasus gizi buruk itu, satu diantaranya bayi penderita jantung bocor asal Desa Sukosari Jumantono, Aira Cahya Mekarsari. Bobot Aira hanya 5,3 kilogram di usianya 15 bulan

"Ada penyakit penyerta bayi, yang memicu gizi buruk. Di Jumantono (bayi Aira) sudah kami kunjungi dari puskesmas," kata Purwati kepada Gatra.com, Minggu (3/7).

Pihak puskesmas memberi perhatian khusus pada bayi penderita gizi buruk. Ia mengatakan orangtua bayi perlu diedukasi perihal pemberian asupan nutrisi.

"Caranya selain memberi makan secara reguler, juga makanan tambahan. Apa saja makanan tambahannya, disesuaikan dengan kondisi bayi sakit. Orangtua perlu diedukasi," katanya.

Dalam kasus Aira, orangtua berekonomi lemah. Untuk makan sehari-hari saja kurang, apalagi membeli makanan tambahan. Susu formula khusus bayi penderita gizi buruk juga mahal dan tak dijual di desa terdekat.

Sementara itu perlakuan yang sama perlu diterapkan bagi 1.201 orangtua bayi bergizi kurang. Jika dibiarkan, kondisi mereka dapat lebih parah.

"Gizi kurang maupun gizi buruk perlu penanganan khusus. Pemberian makanan tambahan dan perhatian dari orangtuanya. Pihak posyandu juga harus memantau perkembangan bobotnya," katanya.

Sementara itu tercatat angka stunting versi Pemkab Karanganyar sebanyak 4 persen di tahun 2021. Angka ini berlainan dari pendataan Pemprov Jateng sebanyak 16 persen.

Kepala DP2KAB Karanganyar, Agam Bintoro mengatakan dibutuhkan persamaan persepsi dalam mendata angka stunting supaya penanganannya terarah dan tepat.

"Basic data Pemprov dan daerah berlainan. Sehingga sajian datanya juga beda. Kita perlu satu pemahaman supaya penanganan stunting lebih tepat," katanya.

1368