Home Regional Anomali Cuaca, Harga Bawang Merah Melambung

Anomali Cuaca, Harga Bawang Merah Melambung

Brebes, Gatra.com – Harga bawang merah di pasaran tengah melambung di atas harga eceran tertinggi (HET). Pasokan dari petani yang berkurang dampak anomali cuaca menjadi salah satu pemicu kenaikan harga.

Data di Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi Tim Pengendali Inflasi Daerah Jawa Tengah, harga bawang merah berkisar Rp48.000-Rp60.000 per kilogram. Sementara harga acuan bawang merah yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 07 Tahun 2020, sebesar Rp32.000 per kilogram.

Melonjaknya komoditas pangan tersebut terjadi karena berkurangnya pasokan dari petani di daerah-daerah penghasil bawang merah. Salah satunya Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Brebes, Juwari mengatakan, suplai bawang merah dari petani di Brebes berkurang karena terjadi penurunan produktivitas akibat cuaca.

"Memang dengan adanya perubahan iklim dan cuaca yang kurang bersahabat untuk petani, terjadi penurunan produktivitas. Penurunannya sampai 40 persen lebih," ujar Juwari, Senin (4/7).

Menurut Juwari, produksi bawang merah di Brebes normalnya bisa mencapai 10 hingga 12 ton per hektar. Namun akibat anomali cuaca, produksi turun hanya lima hingga enam ton per hektar.

"Anomali cuaca ini berpengaruh pada produktivitas. Harusnya, sekarang ini sudah kemarau tetapi masih sering hujan. Bahkan, 27 Juni kemarin sempat ada banjir yang merendam lahan tanam bawang merah seluas 26 hektar," ujar dia.

Juwari mengungkapkan, bawang merah dari Brebes biasanya dikirim ke sejumlah daerah, seperti Jabodetabek, Bandung, Semarang, dan Lampung. Setiap harinya bawang merah yang dikirim diangkut menggunakan 25-30 truk. "Sekarang mampunya hanya sekitar 15 truk dalam sehari," ungkap Juwari.

Menurut Juwari, selain penurunan produktivitas, kenaikan harga bawang merah juga disebabkan kelangkaan benih yang membuat petani tidak bisa menanam dan adanya lonjakan permintaan dari daerah-daerah lain

"Sejak adanya pelonggaran aktivitas masyarakat, permintaan bawang merah ini sangat tinggi. Bukan hanya dari Jabodetabek saja, tapi di kabupaten dan kota di Jateng juga tinggi, karena banyaknya hajatan, hotel, restoran sudah buka semua, warung makan buka bebas," jelasnya.

Juwari menyebut kenaikan harga ini tidak terlalu membawa keuntungan bagi petani. Sebab produktivitas mereka rendah.

"Satu hektar mestinya dengan biasa yang sama bisa 10 ton, cuma dapat enam ton. Modalnya per hektar bisa sampai Rp130 juta, akibat naiknya harga pupuk dan pestisida," ucapnya.

Meski harganya sedang tinggi, Juwari mengingatkan para petani agar tidak menjual seluruh hasil panennya. Para petani diharapkan bisa menyisihkan sekitar 20 persen hasil panen mereka untuk benih.

"Kalau hasil panen semunya dijual, petani akan mengalami kelangkaan benih pada musim tanam selanjutnya. Kalau benih langka, petani bawang merah berpotensi menanam komoditas lain. Sehingga, produksi bawang merah di masa mendatang akan semakin berkurang," tandasnya.

1109

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR