Home Internasional Imigrasi Cegah Saudara Laki-laki Presiden Sri Lanka Keluar Negeri

Imigrasi Cegah Saudara Laki-laki Presiden Sri Lanka Keluar Negeri

Kolombo, Gatra.com - Pejabat imigrasi Sri Lanka mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka telah mencegah saudara laki-laki presiden Sri Lanka dan mantan menteri keuangan Basil Rajapaksa terbang ke luar negeri. Pencegahan dilakukan di tengah kemarahan rakyat meningkat terhadap keluarga yang berkuasa atas krisis ekonomi.

Reuters, Selasa (12/10) melaporkan, tidak jelas ke mana Rajapaksa, yang juga memegang kewarganegaraan AS, akan pergi. Dia mengundurkan diri sebagai menteri keuangan pada awal April ketika melonjak protes jalanan terhadap kekurangan bahan bakar, makanan dan kebutuhan lainnya dan mundur dari kursinya di parlemen pada bulan Juni.

Kakak laki-lakinya, Gotabaya Rajapaksa akan mengundurkan diri sebagai presiden pada hari Rabu, untuk memberi jalan bagi pemerintahan, setelah ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediaman resminya pada hari Sabtu, menuntut penggulingannya. Presiden belum terlihat di depan umum sejak Jumat dan keberadaannya tidak jelas.

Pejabat Imigrasi dan Emigrasi Sri Lanka mengatakan para stafnya menolak melayani Basil Rajapaksa di ruang tunggu keberangkatan VIP bandara Kolombo.

“Mengingat kerusuhan di Sri Lanka, pejabat imigrasi berada di bawah tekanan luar biasa untuk tidak mengizinkan orang-orang tingkat atas meninggalkan negara itu,” kata KAS Kanugala, ketua asosiasi setempat.

“Kami khawatir dengan keamanan. Jadi sampai masalah ini diselesaikan, petugas imigrasi yang bekerja di ruang VIP memutuskan untuk menarik layanan mereka,” ujarnya.

Gambar Basil Rajapaksa di ruang tunggu dilaporkan oleh media lokal dan dibagikan secara luas di media sosial, saat mengekspresikan kemarahan atas usahanya untuk meninggalkan negara itu. Basil Rajapaksa tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar dan seorang ajudan dekat menolak memberikan keterangan rinci.

Seorang pejabat tinggi di partai yang berkuasa mengatakan bahwa Basil Rajapaksa masih di negara itu.

Keluarga Rajapaksa, termasuk mantan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa, telah mendominasi politik negara berpenduduk 22 juta itu selama bertahun-tahun dan sebagian besar warga Sri Lanka menyalahkan mereka atas kesengsaraan yang diderita saat ini.

Ekonomi Sri Lanka yang bergantung pada pariwisata selama ini sangat terpukul akibat pandemi COVID-19, begitu juga pengiriman uang dari luar negeri Sri Lanka, sementara larangan pupuk kimia juga merusak hasil pertanian. Belakangan larangan itu dibatalkan.

Rajapaksa menerapkan pemotongan pajak pada tahun 2019 yang mempengaruhi keuangan pemerintah sementara menyusutnya cadangan devisa membatasi impor bahan bakar, makanan, dan obat-obatan.

Harga bahan bakar bensin terpaksa dijatah, dan antrean panjang tampak di depan toko-toko yang menjual gas. Inflasi mencapai 54,6 persen bulan lalu, dan bank sentral telah memperingatkan bahwa angka itu bisa naik menjadi 70 persen dalam beberapa bulan mendatang.

Para pengunjuk rasa telah bersumpah untuk tetap tinggal di kediaman resmi presiden sampai dia mundur. Beberapa pengunjuk rasa juga membakar beberapa ruangan di kediaman pribadi Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe di Kolombo pada hari Sabtu.

Parlemen Sri Lanka akan memilih presiden baru pada 20 Juli, dan itu membuka jalan bagi pemerintahan semua partai untuk mengajukan calonnya.

56