Home Regional Meski Ada Audit Sawit, RTRW Riau Tetap Beproses, Kenapa?

Meski Ada Audit Sawit, RTRW Riau Tetap Beproses, Kenapa?

Pekanbaru, Gatra.com - Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Riau, M. Arief Setyawan, memastikan pembahasan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) tetap beproses. Menurut Arief, regulasi tersebut telah melewati sesi konsultasi publik pada Mei 2022 dan saat ini memasuki tahap penyamaan persepsi dengan regulasi lainnya. 
 
"Intinya RTRW Riau berproses, kita sudah konsultasi publik pada Mei ini. Kita akan masuki tahap konsultasi kedua," bebernya kepada Gatra.com melalui sambungan seluler, Selasa (12/7). 
 
Adapun RTRW Riau tahun 2018-2038 sempat berlaku beberapa saat. Regulasi  dengan nomor 18 tahun 2018 itu kemudian digugat ke Mahkamah Agung oleh LSM Lingkungan Hidup. Gugatan itu dipicu oleh minimnya keberpihakan pada isu lingkungan, seperti pemulihan dan perlindungan kawasan gambut.
 
Mahkamah Agung diketahui mengabulkan gugatan tersebut. Menurut Demisioner Direktur Eksekutif WALHI Riau, Riko Kurniawan, gugatan itu berdampak pada pencabutan sejumlah pasal pada Perda Nomor 10 tahun 2018 tersebut, diantaranya: Pasal 1 angka 69, pasal 23 ayat (4), pasal 38 ayat (1) dan (2) , Pasal 46 ayat (2) huruf c, d dan e, serta Pasal 71 ayat (1) dan (2).
 
"Kita mendapati Perda RTRW itu bertentangan dengan aturan sektoral lainya, seperti pengalokasiaan kawasan lindung gambut yang hanya 21.615 hektare dari 4.972.482 hektare, sementara fungsi lindung gambut di Riau ditetapkan 2.378.108 hektare," paparnya. 
 
Belakangan, munculnya Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) tahun 2020, turut menjadi pertimbangan pada regulasi yang dibahas Pemprov Riau ini. Arief mengamini kehadiran UU Ciptaker mempengaruhi draft regulasi RTRW Riau. Hanya saja,undang-undang jumbo tersebut bukan satu-satunya faktor penyebab alotnya pembahasan RTRW Riau. 
 
"Pembahasanya juga menimbang rancangan wilayah zonasi pesisir. Jadi bukan hanya peta hutan, dan peta pemukiman, tapi juga laut dan pesisir. Itu untuk mewujudkan kebijakan satu peta, jadi bukan PUPR saja yang bekerja, ada Dinas Kelautan Perikanan, Dinas Kehutanan, Dinas Perkebunan, pertanahan, dan masih banyak yang lain," tekannya.
 
Terkait dengan audit sawit yang kini sedang bergulir di Jakarta, Arief berujar hingga kini pihaknya belum ada arahan untuk dilibatkan. "Meski itu nanti berkaitan soal lahan, belum ada arahan. Mungkin karena tupoksinya lebih banyak diperkebunan," bebernya. 
 
Adapun giat audit dilakukan setelah Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan, meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit tata kelola industri sawit dari hulu hingga hilir.
 
Luhut sendiri meminta kepala daerah turut membantu jalanya proses audit. Salah satunya dengan jujur  memberikan data pada auditor. Data tersebut meliputi jumlah perusahaan sawit dan luas perkebunan sawit perusahaan. Kemudian luas perkebunan sawit di kabupaten. 
 
Merujuk Buku Statistik Perkebunan Unggulan Nasional 2019-2021 yang diterbitkan Kementerian Pertanian (Kementan),luas kebun sawit di Riau diketahui mencapai 2,7 juta hektare. Angka tersebut merupakan yang terluas di Indonesia. Sementara itu jumlah produksi minyak sawit Riau pada tahun 2021 ditaksir mencapai 10 juta ton. 
74