Home Ekonomi Nasabah Terkendala, LPPI: Pihak Bank Bisa Memberi Keringanan

Nasabah Terkendala, LPPI: Pihak Bank Bisa Memberi Keringanan

Jakarta, Gatra.com - Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menegaskan, pihak bank bisa memberikan keringanan bagi debitur, bila terjadi sesuatu permasalahan kredit. Tanpa bantuan dari kreditur, justru berpotensi jadi kredit macet.

Hal itu ditegaskan Amin ketika dimintai pendapatnya mengenai polemik kasus kreditur sindikasi yang terdiri dari Bank Mandiri Tbk, CIMB NIaga Tbk, Credit Suisse Bank, dan Trafigura Pte. Ltd dengan PT Titan Infra Energy. Atas masalah ini, Mandiri selaku agen sindikasi bahkan pernah melaporkan Titan ke polisi.

Amin menjelaskan, upaya pemberian keringan itu merupakan salah satu yang harus dipenuhi terlebih dulu oleh pihak bank demi menyelamatkan penyaluran kreditnya.

Bentuk-bentuk keringanan itu seperti, "Memberikan restrukturisasi kredit, rekonditioning dan penawaran lain untuk keringanan nasabah. Bila keringanan itu tidak juga menolong, barulah bank melelang agunan," katanya dalam rilis, Selasa (12/7) malam.

Sebelum melakukan hal-hal di atas, kata dia, pihak debitur tentunya bisa mengajukan keringanan pembayaran dan mengupayakan penyelesaian dengan penjualan agunan.

"Setidaknya ada beberapa hal terkait isi dari semua SPK kredit, antara lain, struktur kredit, platform, jenis dan kriteria, cicilan, tenor, dan denda-denda jika terjadi keterlambatan. Selain itu ada kesediaan untuk pengikatan agunan untuk pinjaman dengan jaminan," ucapnya.

Bila terjadi permasalahan pembayaran, kata Amin, bank bisa melibatkan pihak ketiga untuk melakukan upaya-upaya penagihan. Itu, sifatnya sebagai penengah. Bukan melakukan upaya paksa.

"Jika terjadi perselisihan, maka bank bisa juga menggunakan jasa pihak ketiga sebagai penengah," bebernya.

Sebelumnya, pengamat pasar modal Reza Priyambada minilai, Otioritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bank Indonesia (BI) bisa memberikan penelaahan dan advisory terhadap kasus yang menimpa PT Titan Infra Energi sebagai kreditur dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).

"Kalau untuk wewenang OJK dan BI, kita harus cek detil dulu. Tapi, kalau dari pandangan saya mereka dapat ikut andil dalam hal advisory atau penelahaan terhadap kasus penyelesaian sengketa kreditur," ucap Reza.

OJK dan BI, lanjut dia, bisa masuk dalam kasus Titan tanpa harus mengintervensi. Mereka bisa menganalisa bila pun ada pelanggaran, maka OJK bisa berkoodrinasi dengan penegak hukum.

"Ikut andil dalam arti memberikan masukan. Bukan intervensi ke dalam kasus tersebut," jelas dia.

Sepakat dengan Amin, hal yang umum dalam dunia perbankan, jika ada kredit yang sedang bermasalah diberikan restrukturisasi sehingga kondisi perusahaan menjadi normal kembali sehingga dapat membayar kembali kepada bank dengan normal.

Apalagi, Pemerintah melalui OJK juga telah menerbitkan POJK No 11 tahun 2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai dampak Pandemi Covid-19.

Reza memastikan, masalah perjanjian kredit antara kreditur dan debitur adalah perjanjian utang-piutang, sehingga bukan ranah pidana melainkan perdata. Ketentuan tersebut telah diatur dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Apabila, aparat penegak hukum tetap memberikan sanksi pidana kepada debitur yang telah melakukan perjanjian perdata dengan kreditur maka tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.

"Dasarnya, kan, adalah perjanjian utang piutang. Ada yang ngasih pinjaman dan ada yang dapat pinjaman dimana ada hak dan kewajiban antar kedua belah pihak tersebut," beber dia.

Dalam berbagai kesempatan, pengakuan Titan, perusahaan telah melakukan pembayaran dan terus berkomitmen membayar seluruh utang yang diperjanjikan. Titan hanya meminta restrukturisasi, apalagi agunan yang diberikan di atas nilai utang.

Sebelumnya ramai diberitakan, Bank Mandiri yang merupakan bagian dari Kreditur Sindikasi yang terdiri dari Bank CIMB Niaga, Credit Suisse, dan Trafigura, menuding debiturnya PT Titan Infra Energy ngemplang utang sindikasi tersebut sebesar USD450 juta.

Namun pernyataan ini dibantah Titan dengan menunjukkan bukti bahwa sejak ditekennya perjanjian fasilitas kredit antara kreditur sindikasi pada Agustus 2018, Titan telah membayar total sebesar USD213 juta.

234