Home Ekonomi Pemerintah Susun Roadmap IHT Nasional, Petani Tembakau Minta Dilibatkan

Pemerintah Susun Roadmap IHT Nasional, Petani Tembakau Minta Dilibatkan

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah sedang menyusun peta jalan atau roadmap Industri Hasil Tembakau (IHT) nasional. Payung hukumnya berupa Peraturan Presiden (Perpres) yang dikoordinatori Kementerian Kordinator Bidang Perekonomian.

Penyusunan roadmap IHT itu melibatkan banyak stakeholder. Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian PMK, Bappenas, serta Kementerian Hukum dan HAM.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika mengatakan bahwa saat ini Perpres sedang dalam tahap penyusunan legal drafting. Usulan dari masing-masing sektor, nantinya akan diharmonisasi dan sinkronisasi untuk meletakkan titik kesetimbangan dari berbagai aspek/kepentingan.

Adapun aspek kepentingan itu meliputi pengembangan sektor pertanian tembakau, penyerapan tenaga kerja, dan pengembangan sektor industri hasil tembakau. Selanjutnya juga pengendalian konsumsi produk tembakau, dan optimalisasi penerimaan cukai.

“Peta jalan ini pada prinsipnya ingin meletakkan berbagai aspek/kepentingan pada titik kesetimbangan yang disepakati oleh para pihak, terutama bagaimana menjaga eksistensi dan keberlanjutan usaha IHT di sepanjang rantai pasok dari hulu hingga hilir, pengendalian aspek kesehatan, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan negara,” kata Putu di Jakarta, Selasa (12/7).

Menurut Putu, IHT merupakan produk yang memiliki ekternalitas negatif (aspek kesehatan). Di sisi lain, IHT juga memiliki dampak positif bagi perekonomian dari segi penerimaan negara yang cukup besar (kontribusi dari cukai dan pajak IHT sekitar 10% dari APBN), serta penyerapan tenaga kerja dari hulu hingga hilir.

“Untuk tujuan roadmap masih dibahas, sedang dalam proses perumusan. Tapi pada intinya adalah mendapatkan titik keseimbangan antara aspek positif dan aspek negatif, yang disepakati oleh para pihak (stakeholders),” jelasnya.

Ia juga menyebut bahwa roadmap IHT nantinya memuat beberapa program, sasaran, strategi target dan rencana aksi. “Untuk tembakau yang bertanggung jawab menyiapkan konsep atau usulan dari Kementan, sebaiknya ditanyakan langsung kepada Kementan," ujarnya.

Putu mengungkapkan, sektor IHT merupakan salah satu industri yang sangat tergantung dari kebijakan/regulasi. Oleh karena itu, prospek IHT sangat dipengaruhi oleh kebijakan yang dipilih atau disepakati oleh para stakeholder pada titik mana kesetimbangan itu diletakkan.

“Strategi mempertahankan keberadaan dan meningkatkan daya saing IHT sudah diusulkan oleh Kemenperin, namun karena masih dalam proses pembahasan, belum bisa dipublikasikan,” ucap Putu.

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno berharap petani tembakau dilibatkan dalam proses penyusunan roadmap industri hasil tembakau (IHT) nasional. Sehingga, harapan dan keluhan petani bisa menjadi hal yang mungkin dapat dimasukkan dalam roadmap itu.

APTI juga berharap regulasi besaran cukai harus mempertimbangkan kelangsungan hidup IHT. Pasalnya, banyak mata pencaharian pekerja dan petani yang sangat berkolerasi erat dengan perkembangan IHT.

“Jika regulasi tentang tarif cukai ditentukan sangat tinggi dan IHT tertekan, maka dampak tekanannya akan juga dirasakan pekerj dan petani,” kata Soeseno.

Menurunya, IHT memiliki peran sebagai sektor penghela bagi petani. Bagaimana IHT beroperasi maka akan menarik seluruh sektor turunannya termasuk pekerja dan petani.

“Maka yang diperlukan untuk dirumuskan dalam roadmap adalah masalah kemitraan antara petani tembakau dan IHT,” ujarnya.

Selama ini, lanjut Soeseno, banyak pengendalian IHT yang berdampak negatif bagi petani. Oleh karena itu, APTI berharap penyusunan roadmap IHT harus benar-benar komprehensif mencakup juga memikirkan kelangsungan hidup petani tembakau dan pekerja rokok.

Ia juga mengatakan bahwa penyusunan roadmap IHT harus mengedepankan poin-poin kepentingan bagi petani antara lain, jaminan kelangsungan pertanian tembakau dalam bentuk kehadiran negara di pertanian tembakau, tata niaga pertanian tembakau dan model pengamanan hasil pasca panen, serta kemitraan antara petani dan pembeli besar dengan model saling untung. Terkait dana bagi hasil cukai tembakau, ia menyebut bahwa dalam 2 tahun terakhir terdapat perbaikan alokasi bagi petani dan sedikit membantu petani.

“Yang diperkukan adalah pengawasan yang baik dari pelaksanaan dana tersebut, karena masih ada tumpang tindih antara program provinsi dengan kabupaten. Ke depan yang perlu dipikirkan adalah besaran alokasi dana bagi hasil cukai tembakau hendaklah ditingkatkan lebih dari 2% seperti yang selama ini,” ujarnya.

698