Home Regional Bersama LKKNU, Bupati Mojokerto Beri Pembinaan Pernikahan Anak Usia Dini

Bersama LKKNU, Bupati Mojokerto Beri Pembinaan Pernikahan Anak Usia Dini

Mojokerto, Gatra.com – Pemerintah Kabupaten Mojokerto berkolaborasi dengan Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU) menggelar pembinaan dan pelatihan kepemudaan pencegahan pernikahan anak usia dini. Acara tersebut bertempat di Aula PT. Intiland Ngoro, Rabu (13/7) siang, dan diikuti oleh LKKNU dari wilayah kecamatan Ngoro dan Gondang.

Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati turun sebagai pembicara dan menjelaskan materi terkait pencegahan pernikahan anak usia dini, yang dalam bahasa hukum disebut perkawinan anak. Bupati Ikfina dalam paparannya menjelaskan bahwa perkawinan anak saat ini menjadi masalah yang luar biasa di Indonesia. Dengan demikian, kegiataan pembinaan dan pelatihan seperti yang digelar itu menjadi salah satu program percepatan yang tidak bisa ditunda lagi.

Hal tersebut mengingat, data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 BPS tercatat angka perkawinan anak di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian. Di lain sisi, menurut Koalisi Perempuan Indonesia dalam risetnya yang berjudul Girls not Brides menemukan 1 dari 8 remaja putri di Indonesia sudah melakukan perkawinan sebelum usia 18 tahun.

"Indonesia menduduki peringkat ke-2 di ASEAN dan peringkat ke-8 di dunia untuk kasus perkawinan anak. Dari jumlah tersebut proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun adalah 11,21% dari total jumlah anak. Artinya, sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki, dimana laki-laki berumur 20-24 tahun yang menikah di usia anak, hanya 1 dari 100 laki-laki," ujar Ikfina saat menjelaskan terkait data perkawinan anak.

Bupati Mojokerto itu juga menambahkan bahwa Data Badan Peradilan Agama mencatat 64,2 ribu dispensasi perkawinan anak pada tahun 2020. Angka tersebut meningkat sekitar tiga kali lipat atau 177,7% dari 2019 yang sebanyak 23,1 ribu dispensasi kawin.

"Ini akan berpotensi melonjak karena undang-undang perkawinan dirubah tahun 2019, yang semula usia minimum calon pengantin 16 tahun meningkat menjadi 19 tahun," tambahnya.

Selain itu, Ikfina juga menjelaskan terkait resiko-resiko yang akan dialami akibat perkawinan anak. Menurutnya pasangan yang menikah dibawah umur rentan beresiko empat kali lebih banyak mengalami putus sekolah dibandingkan yang menikah diatas usia 18 tahun. Selain itu ada juga resiko pada kesehatan pasangan wanita dan bayinya serta gangguan psikologis ibu dan bayi.

"Negara kita ini juara pernikahan dini dan itu arahnya tidak bagus untuk negara ini. Rentetannya pun panjang, mulai stunting, kematian ibu, kemiskinan, tenaga kerja tidak terampil, belum lagi secara psikis yang tidak siap, bisa alami percekcokan, perceraian dan anaknya terlantar," cetusnya.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab perkawinan anak merupakan hal yang kompleks. Namun demikian, penyebab perkawinan anak secara umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu kehamilan yang tidak diinginkan, kemiskinan, dan juga interpretasi nilai adat istiadat tertentu. Ikfinan menyatakan bahwa persoalan-persoalan itu kasusnya paling banyak terjadi di daerah perkotaan.

Menurut Ikfina, Hasil observasi menunjukkan setidaknya terdapat 9 faktor yang menurut para informan menjadi pendorong praktik perkawinan anak. Faktor sosial 28,5 persen menjadi yang paling menonjol sebagai pendorong kasus perkawinan anak. "Yang paling besar adalah faktor sosial, karena ini termasuk pola pikir yang dipengaruhi pendapat-pendapat terutama saat ini adanya informasi di medsos," ucapnya.

Sementara itu, Ikfina mengatakan, Presiden RI Joko Widodo telah memberikan arahan terkait Strategi Nasional (Stranas) pencegahan perkawinan anak. Hal tersebut untuk menangani permasalahan perkawinan anak yang dituangkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

"Secara tegas RPJMN menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21% pada tahun 2018 menjadi 8,74% pada akhir tahun 2024. Perkawinan anak pun menjadi Prioritas Nasional yang dimandatkan kepada kami,” terangnya.

Kemudian dalam Stranas tersebut, Ikfina menjelaskan, terdapat Pembangunan Berkelanjutan Sustainable Development Goals (SDGs) Desa sudah mencakup sasaran pencegahan perkawinan anak. Strategi nasional pencegahan pernikahan anak yaitu menurunkan angka perkawinan dari 11,21% menjadi 8,74% di tahun 2024.

"Strateginya menjamin pelaksanaan pengadaan regulasi, meningkatkan kapasitas serta optimalisasi tata kelola kelembagaan, semua lembaga yang berhubungan dengan perkawinan anak," tegasnya.

Ia juga menjelaskan terkait strategi pencegahan dan penurunan angka stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto, Pemerintah Kabupaten Mojokerto juga telah menandatangani MoU dengan Pengadilan Agama Kabupaten Mojokerto terkait stunting khususnya dispensasi nikah.

“Calon pengantin yang belum usia 19 tahun kita cegah dulu. Agar bisa menunda pernikahannya," ujarnya.

Ikfina juga mengatakan, BKKBN telah merekomendasikan usia pernikahan yang ideal di usia yang sudah matang, yaitu di usia 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk pria.

"Meskipun undang-undang perkawinan ini menetapkan 19 tahun. Tetapi inilah usia ideal secara fisik dan psikis," pungkasnya.

81