Home Internasional Kandidat Presiden Sri Lanka: Pemimpin Oposisi Mundur, Wickremesinghe Ditolak Massa

Kandidat Presiden Sri Lanka: Pemimpin Oposisi Mundur, Wickremesinghe Ditolak Massa

Kolombo, Gatra.com - Pemimpin oposisi Sri Lanka Sajith Premadasa mengumumkan pada Selasa (19/7) bahwa ia telah mundur dari pencalonan untuk menjadi presiden negara yang dilanda krisis, dan menjanjikan dukungannya kepada kandidat saingan yang akan menghadapi penjabat presiden Ranil Wickremesinghe.

Reuters, Selasa (19/7) melaporkan, mahasiswa dan kelompok lain merencanakan protes massal terhadap pencalonan Wickremesinghe sebagai presiden, ketika anggota parlemen berkumpul di parlemen untuk menyelesaikan proses pemilihan menjelang pemungutan suara pada hari Rabu. 

Para pengunjuk rasa melihat penjabat Wickremesinghe sebagai sekutu presiden terguling, Gotabaya Rajapaksa.

"Demi kebaikan yang lebih besar dari negara saya yang saya cintai dan orang-orang yang saya sayangi, saya dengan ini menarik pencalonan saya untuk posisi presiden," kata Premadasa di Twitter.

Dia mengatakan oposisi utamanya, partai Samagi Jana Balawegaya dan "aliansi kami dan mitra oposisi kami akan bekerja keras untuk menjadikan" Dullas Alahapperuma, sebagai pemenang.

Mantan jurnalis Alahapperuma, seorang anggota parlemen partai berkuasa yang telah lama beroperasi di bawah bayang-bayang keluarga Rajapaksa yang berkuasa, --mendominasi politik negara selama beberapa dekade, dipandang lebih dapat diterima para pengunjuk rasa daripada Wickremesinghe.

Perdana menteri enam kali Wickremesinghe mengambil alih sebagai penjabat presiden pekan lalu, setelah pemberontakan rakyat akibat krisis dan meroketnya harga, kekurangan makanan dan bahan bakar, sehingga memaksa Rajapaksa mengundurkan diri dan melarikan diri ke Singapura.

Kontestan presiden lainnya adalah Anura Kumara Dissanayaka, pemimpin partai sayap kiri Janatha Vimukti Peramuna.

Presiden berikutnya akan menyelesaikan masa jabatan Rajapaksa yang dijadwalkan berakhir pada 2024.

Dihantam gelombang pandemi COVID-19 dan pemotongan pajak oleh pemerintah Rajapaksa, Sri Lanka berada di tengah-tengah krisis ekonomi terburuk sejak memenangkan kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948.

Inflasi lebih dari 50 persen, kekurangan makanan, bahan bakar dan obat-obatan telah membawa ribuan orang turun ke jalan dalam beberapa bulan untuk memprotes. Puncaknya pada penggulingan Rajapaksa dan memaksa negara itu untuk mencari bantuan dari luar negeri.

Utusan New Delhi di Kolombo kepada surat kabar Indian Express menyebut India bersedia melakukan lebih banyak investasi di Sri Lanka setelah mendukungnya anggaran dengan US$3,8 miliar tahun ini. 

"Idenya adalah untuk menanggapi permintaan Sri Lanka yang memungkinkan mereka memenuhi krisis valuta asing mereka," kata komisaris tinggi India di Sri Lanka, Gopal Baglay.

"Kami ingin terus membawa lebih banyak investasi ke Sri Lanka karena itu akan membantu menciptakan kapasitas jangka menengah dan panjang untuk merespons ekonomi Sri Lanka," tambahnya.

Sri Lanka juga telah meminta bantuan dari pemberi pinjaman terbesar keempat, yakni China. 

1140