Home Hukum Polri Sebut Koperasi Syariah 212 Terima Rp10 Miliar dari ACT

Polri Sebut Koperasi Syariah 212 Terima Rp10 Miliar dari ACT

Jakarta, Gatra.com – Polri telah mengantongi aliran dana dari Aksi Cepat Tanggap (ACT) kepada sejumlah pihak, di antaranya ke Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Wadir Tipideksus) Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf, dalam konferensi pers hybird pada Senin (25/7), menyampaikan, awalnya ACT mendapatkan dana dari Boeing untuk para ahli waris korban pesawat jatuh Lion Air JT 610 sebesar Rp138 miliar.

“Total dana yang diterima dari Boeing kurang lebih sekitar Rp138 miliar. Kemudian digunakan program yang telah dibuat oleh ACT kurang lebih Rp103 miliar,” ujarnya.

Adapun sisianya sekitar Rp34 miliar, lanjut Helfi, digunakan tidak sesuai peruntukannya, di antaranya pengadaan armada truk kurang lebih Rp2 miliar, Dikpudpus kurang lebih Rp2,8 miliar, pembangunan Pesantren Peradanan di Tasikmalaya kurang lebih Rp8,7 miliar, Koperasi Syariah 212 kurang lebih Rp10 miliar, kemudian dana talangan CV CUN Rp3 miliar, dana talangan PT MBGS Rp7,8 miliar. “Sehingga total semuanya 34.573.069.200,” katanya.

Kemudian, dana tersebut juga digunakan untuk gaji para pengurus. “Ini sekarang sedang dilakukan rekapitulasi dan menjadi tindak lanjut kami dan akan dilakukan audit kepada ACT. Selanjutnya kita koordinasi PPATK untuk tracing asset atas dana-dana tersebut,” katanya.

Sedangkan saat wartawan mengonfirmasi apakah dari dana-dana tersebut Polri menemukan indikasi bawa para tersangka juga menggunakannya untuk hidup mewah, Helfi mengatakan, penyidik masih mendalaminya.

“Kita koordinasi dengan PPATK melakukan aset tracing terhadap apa yang diperoleh keempat tersangka tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, para tersangka menerima gaji dari ACT. Untuk Ahyudin di kisaran antara Rp50-Rp450 juta, Ibnu Khajar Rp150 juta, serta Hariyana Hermain dan N Imam Akbari sekitar masing-masing Rp50 juta dan Rp100 juta.

Sedangkan saat jurnalis menanyakan apakah ada aliran dana dari ACT kepada kelompok terorisme, Helfi menyampaikan, pihaknya belum mendapatkan indikasi tersebut.

“Kami melihat di sini belum ditemukan ke sana [ke kelompok terorisme]. Kami akan melakukan pendalaman saat audit investigasi,” ucapnya.

Sedangkan dana untuk operasional yang diambil dari dana Boeing untuk ahli waris korban pesawat, Helfi menyampaikan, ACT tidak diperbolehkan menggunakannya untuk gaji pengurus ACT.

“Tidak diperbolehkan dana BCIF/Boeing Community Invesment Fund itu diperuntukkan program, proyek, maupun komunitas sosial, dan tidak diperuntukan untuk individu sebagaimana keterangan Boeing dan protokol yang ditetapkan pada saat ACT menerima aliran dana untuk para ahli waris,” katanya.

Helfi menjelaskan, pihak Boeing menunjuk BCIF untuk mengawasi dana yang dititipkan kepada ACT sebagaimana yang tertera dalam protokol yang disepakti pihak Boeing dan ACT. “Nantinya akan dilaporkan secra periodek oleh ACT ke BCIF,” ujarnya.

Helfi menjelaskan, pihaknya tengah mendalami berapa dana yang masuk ke ACT dari donasi di luar dari Boeing untuk ahli waris korban pesawat jatuh. “Kami masih lakukan pendalaman, setelah audit baru bisa disampaikan perkembangannya,” ujar dia.

Dalam kasus ini, Bareskrim Polri telah menetapkan 4 petinggi dan mantan petinggi ACT sebagai tersangka, yakni Ketua Pembina Yayasan ACT, Ahyudin (A), Pengurus Yayasan ACT, Ibnu Khajar (IK), Anggota Pembina Yayasan ACT, Hariyana Hermain (HH), dan Anggota Pembina Yayasan ACT, N Imam Akbari (NIA).

“Terkait dengan 4 orang yang telah disebutkan tadi, pada pukul 15.50 WIB telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Wakil Direktur (Wadir) Tipideksus Bareskrim Polri, Kombes Helfi Assegaf.

Ramadhan mejelaskan, peran para tersangka berdasarkan hasil dari penyidikan. Ahyudin memiliki peran sebagai pendiri juga sebagai ketua yayasan ACT dan ketua pembina pada 2019-2022 dan juga pengendali Yayasan ACT dan badan hukum terafiliasi dengan Yayasan ACT.

Niat perbuatan jahatnya, yakni mendirikan Yayasan ACT untuk menghimpun dana melalui berbagai bentuk donasi, kemudian bersama-sama dengan pendiri yayasan, pembina, dan pengurus telah mendirikan sekaligus duduk dalam direksi dan komisaris agar dapat memperoleh gaji dan fasilitas lainnya.

“Tahun 2015, bersama membuat SKB Pembina dan Pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan donasi sebesar 20-30%. Tahun 2020 bersama membuat opini Dewan Syariah Yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional 30% dari dana donasi,” katanya.

Selain itu, lanjut Ramadhan, yang bersangkutan menggerakkan Yayasan ACT untuk mengikuti program dana bantuan Boeing untuk ahli waris korban pesawat jatuh Lion Air JT 610 melalui Boeing Community Invesment Fund (BCIF).

Perbuatan tersangka Ahyudin, yakni memperoleh gaji serta fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina, pengawas, dan pengurus dengan duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT.

“Bahwa hasil usaha dengan badan hukum yang didirkan oleh yayasan, seharusnya juga digunakan untuk tujuan berdirinya yayasan. Akan tetapi dalam hal ini, A menggunakannya untuk kepentingan pribadi. Kemudian menggunakan dana donasi yang terkumpul, termasuk dana Boeing tidak sesuai dengan peruntukannya,” ujar dia.

Sedangkan tersangka Ibnu Khajar (IK), perannya selaku ketua pengurus ACT periode 2019-sekarang. Pada tahun 2020, bersama-sama membuat opini Dewan Syariah Yayasan ACT tentang pemotongan dana operasional sebesar 30% dari dana donasi. Kemudian, menjadi direksi di badan hukum yang terafiliasi dengan Yayasan ACT tahun 2015, secara bersama-sama membuat SKB pembina dan pengawas Yayasan ACT perihal pemotongan dana donasi sebesar 20-30%.

“Saudara IK juga membuat kerja sama dengan para vendor yang mengerjakan proyek CSR/BCIF Boeing terkait dana kemanusiaan Boeing Lion Air JT 610. Kemudian menjadi dewan presidum ACT,” katanya.

Dia memperoleh gaji dan fasilitas lainnya bersama dengan pendiri yayasan, pembina, dan pengurus dengan duduk dalam direksi dan komisaris di badan hukum yang terafilisiasi dengan ACT. Kemudian sebagai presidum yang juga menentukan kebijakan penggunaan dana dari donasi yang dipotong 30%.

Adapun tersangka? Hariyana Hermain, yakni selaku ketua pengawas ACT pada tahun 2019, 2020, dan 2022. Hingga waktu tersebut, dia sebagai anggota pembina, ketua pembina ACT, dan anggota presidum Yayasan ACT pada periode Ibnu Khajar sebagai ketua pengurus.

Menurut Ramadhan, selain sebagai pembina, senior vice president Yaysan ACT yang memiliki tanggung jawab sebagai HRD, general afair, juga sebagai keuangan, dia menangani semua pembukuan keuangan Yayasan ACT. Pembukuan menjadi otoritas tersangka Hariyana.

“Pada saat A sebagai ketua pembina, HH sebagai anggota pembina bersama NIA yang menentukan penggunaan pemotongan dana donasi sebesar 20-30%. Sedangkan sesuai dengan ketentuan, pengurus, pembina, dan pengawas tidak boleh menerima gaji, tidak boleh menerima upah maupun honorarium,” katanya.

Ramadhan melanjutkan, pada periode IK selaku ketua pengurus periode 2019 sampai sekarang, dia menjadi anggota presidum yang menentukan pemakaian dana Yayasan ACT.

Sedangkan tersangka N Imam Akbari, dia selaku anggota pembina pada periode Ahyadi sebagai ketua Yayasan ACT. Imam menyusun program dan menjalankannya. Dia juga merupakan bagian dari Dewan Komite Yayasan ACT yang turut andil menyusun kebijakan Yayasan ACT.

“Saat A sebagai ketua pembina, tersangka IK sebagai anggota bersama HH juga ikut menentukan pemotongan dana 20-30%. Pada periode IK sebagai ketua pengurus 2019-2021, saudara NIA menjadi anggota presidium yang mentukan pemakaian dana yayasan tersebut,” katanya.

Dalam kasus ini, Polri menyangka keempat orang di atas melakukan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau Tindak Pidana Pemberatasan Pencucian Uang (TPPU).

Perbuatan tersebut melanggar:
1. Pasal 372 KUHP
2. Pasal 374 KUHP
3. Pasal 45 a Ayat (1) juncto Pasal 28 Ayat (1) UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU 11 Tahun 2008 tentang ITE
4. Pasal 70 Ayat (1) dan 2 juncto Pasal 5 UU 16 Tahun 2021 sebagiaman telah diubah UU 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU 16 Tahun 2021 tentang Yayasan
5. Pasal 3, 4, dan 6 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
6. Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP.

790