Home Gaya Hidup Wisata Uji Nyali di Rumah 'Pengabdi Setan'

Wisata Uji Nyali di Rumah 'Pengabdi Setan'

Pangalengan, Gatra.com– Liburan akhir pekan atau sedang cuti, daerah Pangalengan sangat boleh menjadi tempat “healing” bagi para traveler yang ingin lari sejenak dari kesibukan sehari-hari.

Berbagai destinasi wisata bisa ditemukan di daerah Kabupaten Bandung, Jawa Barat tersebut, seperti Perkebunan Teh Malabar, Situ Cileunca, Kawah Wayang, Pemandian Air Panas Cibolang, hingga Nimo Highland. Tetapi ada satu tempat yang cukup menarik, terutama bagi yang mau tes uji nyali yaitu Rumah Pengabdi Setan.

Nama tujuan wisata itu diambil dari sebuah judul film horor Pengabdi Setan yang dirilis pada 2017. Suksesnya film tersebut membuat masyarakat menjadi penasaran sampai datang ke lokasi syuting untuk merasakan sensasinya.

Rumah ini sebelumnya merupakan rumah dinas perkebunan, terletak di kawasan Perkebunan Kertamanah, PTPN VIII, Desa Margamukti, Kecamatan Pangalengan. Tempat parkirnya cukup luas dan ada beberapa warung. Kawasan itu tidak hanya untuk wisata uji nyali, tetapi ada juga Taman Rusa Kertamana (Taman Uncal).

Sebuah penangkaran rusa, dimana para pengunjung bisa berinteraksi dan memberi makan hewan-hewan yang ramah itu. Tapi untuk menuju ke Rumah Pengabdi Setan, kita harus berjalan ke arah kanan, sampai menemukan loket tiket. Harganya tidak mahal kok, hanya 10 ribu per-orang.

Setelah membeli tiket, pengunjung harus melewati jalan setapak, dimulai dari jembatan kecil di atas kolam, dan dilanjutkan ke terowongan beratapkan daun. Tepat di sebelah kiri, replika-replika kuburan dengan hiasan payung hitam dan beberapa properti lainnya. Suasananya tambah seru, apalagi pohon-pohon di situ jangkung semuanya dan rimbun.

Tak jauh, ke atas sedikit, terdapat beberapa spot foto, ada yang berbentuk seperti rumah mini. Jalannya memang agak menanjak sedikit, dimulai dari terowongan daun, hingga mendekati jalan di depan halaman rumah.

Saat di halaman, tampak para pengunjung sedang asyik foto-foto dengan latar belakang rumah kuno bertingkat dua, dan balkon`yang menjorok keluar. Konon, dulu dikenal dengan rumah Kina, karena banyak bagian bangunan yang berasal dari pohon Kina. Arsitekturnya khas jaman dahulu, berbentuk persegi panjang dengan atap segitiga memanjang mengikuti bangunannya.

Sebenarnya kalau tanpa embel-embel horor atau mistis, rumah ini terlihat cukup keren arsitekturnya, lingkungan asri dan boleh juga menjadi inspirasi kalau mau membangun rumah bergaya tempo dulu. Tembok bagian bawah bermotif batu-batu yang dicat hitam, dengan garis-garis putih pada setiap batas batu, setinggi sekitar 50 hingga 75 centimeter. Di atasnya, potongan-potongan kayu berjajar horizontal mengelilingi rumah hingga ke atap. Jendela dan pintunya dicat dengan warna putih.

Memasuki ruang tamu, pengunjung akan langsung disambut tatapan sang “ibu” yang diperankan Ayu Laksmi, melalui fotonya yang ikonis itu. Langit-langitnya juga tinggi, menjadi ciri khas bangunan jaman dulu, arsitektur gaya Belanda, membuat ruangan terasa makin sejuk, apalagi material bangunannya didominasi dari bahan kayu. Beberapa perabot seperti furniture, perangkat elektronik televisi hitam-putih, mesin ketik, telpon kuno model putar, dan pernik vintage (antik) lainnya masih lengkap. Foto-foto lawas tentang rumah dan daerah sekitarnya dipajang di beberapa tempat.

Melangkah lurus ke dalam, kita bisa langsung melihat dapur, dan jalur-jalur ke ruangan lainnya. Saat berada di lorong yang menuju ke kamar “Ian dan Bondi”, anak nomor 3 dan 4 dalam film itu, tiba-tiba teringat dengan adegan kain yang dilempar untuk menutupi foto si ibu. Sempat agak sport jantung saat menaiki tangga terbuat dari kayu, sebuah boneka mirip si Ibu ketika sudah menjadi mayat hidup, digantung di selasar lantai 2.

Tata letak tidak banyak yang berubah ketika berada di ruang si ibu, seperti tempat tidur berada di pojok kiri, meja rias, dan untungnya saat di situ tidak terdengar suara bel. Ada juga ruangan yang dibuat seperti tempat untuk pemujaan, dilengkapi dengan sesajen dan pernik-pernik pendukung. Boneka “poci” alias pocong juga ada di kamar itu, demi menyambut pengunjung saat masuk.

Petualangan dilanjutkan ke arah belakang rumah yang cukup menjadi salah satu ikon, yaitu ruangan sumur. Kalau sudah pernah menonton, pasti akan ingat beberapa adegan seram yang terjadi di tempat itu. Tapi sekarang sumurnya sudah ditutup, agar aman dan tidak membahayakan pengunjung.

Di halaman depan, tampak para pengunjung sedang duduk-duduk, ada juga yang lagi asyik membahas cerita-cerita tentang rumah itu. Konon, ada juga yang datang ke area itu untuk menguji nyali pada malam hari, atau bahkan mencoba mengabadikan penampakan. “Tempatnya asyik kok, lumayan seram ....hawanya anyep dingin. Sempat merinding sih, gak tahu dari pikiran doang atau karena sesuatu yang lain....hahaha. Karena penasaran sih, sama kebetulan hobi fotografi dan senang sinematografi ....bayangin caranya ambil gambarnya. Kalau gak salah sebentar lagi film Pengabdi Setan II mau muncul, makanya ke sini dulu biar lebih terasa,” kata Attala, pelajar kelas II SMA dari Jakarta, berlibur akhir pekan bersama keluarga, (24/07).

Menyimak akan percakapan para pengunjung tadi, ada semacam saran agar tidak berkunjung setelah magrib, takutnya ada mahluk yang ikut saat pulang. Udara semakin dingin, sinar matahari pun semakin menghilang, jarum jam menunjuk pukul 17.20, sepertinya saran yang tadi cukup pas untuk menyudahi wisata uji nyali ini.


Foto dan Teks: Jongki Handianto Effendy