Home Gaya Hidup Ketika Gunung Api Jassin dan Lahar Panas Chairil Bertemu

Ketika Gunung Api Jassin dan Lahar Panas Chairil Bertemu

Jakarta, Gatra - Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) Hans Bague Jassin melangsungkan pameran yang memadukan arsip kritikus sastra Hans Bague Jassin atau HB Jassin dengan penyair Chairil Anwar. Pameran ini digelar di PDS HB Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM).

Saat memasuki ruangan, pengunjung akan melihat lukisan monokrom besar wajah HB Jassin. Di sebelahnya, dipajang pula dengan warna yang tak jauh berbeda wajah Chairil Anwar. Di tengah ruangan, ada etalase putih berisi beberapa surat ketikan HB Jassin, naskah buku, kuitansi royalti, hingga catatan tulisan tangan Chairil Anwar.

Barang yang dipajang tak hanya memuat tulisan atau ketikan kedua tokoh itu. Ada juga surat dari sastrawan Rivai Apin kepada pengarang kenamaan Pramoedya Ananta Toer. Mereka membahas Chairil Anwar. Atau, ada juga surat Laurens Koster Bohang kepada Chairil Anwar. Kedua penyair itu memang berkawan akrab.

Kurator pameran, Esha Tegar Putra mengatakan, pameran ini ingin menghadirkan sosok pengembaraan intelektual Chairil dan Jassin pada periode awal, sekira penjajahan Jepang, yakni 1942-1945. Di era itu, keduanya diketahui sering berkorespondensi.

"Walaupun bisa dibaca di buku-buku mereka, kami tetap ingin menghadirkan arsip asli. Kami juga ingin menghadirkan bagaimana kedekatan Jassin dengan keluarga Chairil. Kami menemukan bahwa ada korespondensi Ibu Chairil dengan Jassin untuk datang ke rumah," kata Esha melalui sambungan telepon pada Selasa (2/8).

Jassin dikenal begitu cermat dalam mencatat dan menulis. Tidak hanya mendokumentasikan catatan orang lain, Esha mengatakan Jassin juga mendokumentasikan catatan-catatan pribadinya. Di antaranya, pandangan dia terhadap orang lain, bahkan coretan yang akan dibacakan saat pidato, draft buku, dan sebagainya.

Jassin disebut Esha seperti 'gunung api'. Ia memang terlihat tenang, tetapi di dalamnya menyimpan gejolak. Sementara Chairil diibaratkannya seperti 'lahar panas'. Ia terlihat 'serampangan', ekspresif, tetapi sesungguhnya pemikir yang ulung. Perbedaan itu justru yang bisa ditautkan Esha bersama kurator lainnya, Hasan Aspahani.

"Kita membayangkan bahwa Jassin menyimpan gejolak-gejolak batin juga, terlihat dari tulisan-tulisannya, misalnya tentang kehidupan periode Jepang. Chairil memperlihatkan itu secara langsung dalam puisi dan mungkin dalam sikapnya. Mereka bisa ditautkan dengan simbol gunung," Esha menjelaskan.

Dalam beberapa tulisannya, Jassin diketahui sering bercakap-cakap dengan Chairil. Salah satunya dimuat dalam Catatan IV di Catatan Kuratorial. Jassin menulis, pembicaraannya dengan Chairil cukup beragam, di antaranya tentang kekasih hingga cita-cita dan perjuangan Chairil.

Jassin bersaksi bahwa Chairil begitu punya semangat perjuangan yang tinggi. Ia menyebut, Chairil sempat benci terhadap sekitarnya yang dianggap terlalu tenang atau diam dalam bertindak. Chairil, dengan cita-cita mulianya, ingin membentuk jiwa masyarakat Indonesia yang besar.

Dari Chairil, Jassin mendapati satu pemahaman; hidup sebelum mati, haruslah hidup sehidup-hidupnya. Raksasa-raksasa Indonesia sedang tumbuh besar, biarpun di bawah telapak kaki Nippon atau Jepang. Jepang, dalam keyakinan Jassin, akan melihat bahwa bukan semangat Indonesia yang akan mati, tetapi semangat dunia akan tumbuh di Indonesia.

"Oentoek berdjoeang goena tjita2 nasional, djiwa Anwar terlaloe besar," tulis Jassin memuja Chairil.

Esha menyebut, keduanya memang dekat secara personal. Mereka memang tergabung dalam lingkaran pergaulan yang sama.

"Chairil banyak meminta pandangan Jassin atas sajak-sajaknya. Itu sangat personal sekali. Dari sana bisa kita lihat kedekatannya. Bahkan orang tua Chairil mengirim kartu pos ke Jassin," kata Esha.

Esha menjelaskan, pameran itu tak hanya sebatas pada pameran tulisan saja. Tim juga memperlihatkan foto-foto Jassin sejak kecil hingga prosesnya dalam dunia sastra.

Dokumentasi itu didapatkan dari PDS, tidak membawa karya dari luar. Ini menunjukkan bahwa PDS memang memiliki arsip yang sangat banyak, khususnya tentang sastra Indonesia.

"Tidak hanya persoalan kehidupan kedua orang ini, pameran ini juga menunjukkan hal yang lebih luas, seperti bagaimana kedua orang tersebut merespon kehidupan pada masa Jepang," kata Esha.

Pameran itu dibuka pada 11 Juli 2022 dan selesai pada 11 Agustus 2022. Satu sisi, Esha mengakui proses kurasi ini berjalan begitu cepat, sekira sepekan saja. Jika masih diberi waktu tambahan, ia meyakini akan lebih banyak dokumentasi yang dihadirkan.

"Kita berharap PDS Jassin melanjutkan dengan pameran-pameran berikutnya. Mungkin juga mengganti tema atau penulis lain karena PDS punya banyak sekali arsip penulis," harap Esha.

507