Home Hukum Dapat Desakan, Penasihat Kapolri yang Diduga Membantu Ferdy Sambo Akhirnya Mundur

Dapat Desakan, Penasihat Kapolri yang Diduga Membantu Ferdy Sambo Akhirnya Mundur

Jakarta, Gatra.com - Penasihat Ahli Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Fahmi Alamsyah yang ditengarai mengetahui dan membantu Irjen Pol Ferdy Sambo dalam melakukan rencana pembunuhan terhadap Brigadir Nopriansyah Joshua Hutabarat atau Brigadir J, akhirnya mundur setelah mendapat desakan yang masif.

Dikabarkan, ia membantu penyusunan kronologis atau draf press rilis. Sambo disebut turut membubuhkan cerita soal pelecehan dalam narasi yang dibuat itu.

Penasihat Ahli Kapolri yang lain, Chairul Huda mengatakan, tugas penasihat sebenarnya memberikan saran dan masukan, pertimbangan kepada Kapolri dalam pengambilan kebijakan kepolisian. Mereka bekerja untuk Kapolri, bukan pejabat lain di luar Kapolri.

Jika memang diminta pendapat oleh pejabat atau divisi lain dalam Polri, kapasitasnya bukanlah sebagai penasihat Kapolri, melainkan sebagai ahli.

Dalam konteks kasus Sambo, Huda mengatakan bahwa Fahmi kedudukannya bukan sebagai penasihat ahli Kapolri. Dia menegaskan, tidak ada hubungannya. Ketika kasus ini muncul dan nama Fahmi terseret pun jajaran penasihat ahli sempat tak percaya.

"Kami menduga awalnya itu hoaks. Makanya, Ketua Penasihat Ahli Kapolri menyarankan Pak Fahmi itu menggunakan hak jawab atas pencantuman dan jabatan beliau terkait dengan skenario maupun kronologis tembak menembak di rumah dinas Pak Ferdy Sambo. Beliau tidak merespons sampai informasinya kemudian makin banyak tentang hal itu," kata Huda kepada wartawan, Kamis (11/8).

Setelah berulang kali ditanyakan, Fahmi memberikan penjelasan bahwa benar ia mengetahui informasi itu sejak Jumat malam (8/7). Fahmi mengaku diminta Sambo untuk menyusun draf pers rilis. Dari tindakannya, Huda dan jajaran penasihat Kapolri menilai tindakan Fahmi sudah tidak etis.

"Kita berdiskusi berhari-hari mengenai hal itu (penembakan Brigadir J) untuk memberikan masukan kepada Kapolri, dia sama sekali tidak memberikan informasi bahwa dia salah satu yang tahu sejak awal tentang peristiwa itu," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.

Fahmi terus dimintai keterangan oleh teman sejawatnya. Pernyataannya lantas menjadi bukti bahwa selama ini ia menyembunyikan informasi mengenai tragedi penembakan itu. Huda bahkan menyebut, dalam diskusi, Fahmi cenderung menyampaikan sejumlah informasi yang bersifat menggiring tim penasihat untuk memahami kasus itu, seperti yang dia tulis dalam draf rilisnya. Itulah titik tidak etisnya, menurut Huda.

Bentuk usahanya dengan membagikan tautan berita maupun secuplik analisis. Huda merasa Fahmi mencederai kerja-kerja tim Kapolri. Menurutnya, jika dari awal sudah terlibat, tidak perlu turut merumuskan penyelesaian kasus ini.

Huda sangat menyayangkan posisi Fahmi yang diamanahkan sebagai penasihat ahli Kapolri di bidang komunikasi publik. Satu sisi, Huda juga mengakui memang Fahmi bersahabat dengan Sambo. Akan tetapi menurutnya harus tetap ada hal yang seharusnya dilihat Fahmi.

"Dia, kan, bukan tukang ketik apa yang disampaikan oleh Pak Sambo, tetapi dia punya common sense, punya akal pikiran. Masuk akal atau tidak, wajar atau tidak," kata Huda.

Walhasil, Fahmi bukan lagi direkomendasikan, tetapi didesak untuk mundur. Bahkan ia diultimatum tim sebelum Kapolri mengadakan pers rilis tentang penetapan status Sambo.

"Kami belum tahu bahwa Pak Ferdy Sambo yang menjadi tersangka, sebelum pers rilis itu, (Fahmi) harus sudah mundur. Barulah kemudian jam enam sore saya mendapatkan copy pengunduran dirinya, katanya sudah dimasukan ke Kapolri sebelumnya," Huda menjelaskan.

Huda mengutip pernyataan Profesor Indria Samego yang mengatakan bahwa dasar orang direkrut sebagai penasihat ahli Kapolri, selain ilmunya, juga harus punya moralitas yang tinggi. Ini karena fungsi penasihat ahli Kapolri justru sebuah refleksi dari aspirasi masyarakat.

"Jadi, kalau ternyata beliau thau peristiwanya, tidak punya common sense bahwa itu tidak masuk akal. Loh, masa sekian banyak orang merasa itu tidak masuk akal, tetapi dia merasa itu masuk akal. Bagi kami yang dilakukannya itu sangat tidak etis sehingga tak layak lagi untuk tetap menjadi jajaran penasihat ahli Kapolri," kata Huda.

222