Home Hukum Kasus Brigadir J, Koordinator TAMPAK: Saat Tepat Reformasi Polri

Kasus Brigadir J, Koordinator TAMPAK: Saat Tepat Reformasi Polri

Jakarta, Gatra.com – Kasus kematian Brigadir J sejak Juli lalu menjadi kasus yang menarik perhatian semua pihak. Dengan skenario yang disusun oleh tersangka utama, Ferdy Sambo (FS), tuduhan awal yang dilayangkan pada Brigadir J akhirnya terbukti hanya rekayasa. Narasi pelecehan dan percobaan pembunuhan yang dari awal dibicarakan, merupakan salah satu cara FS untuk menutupi jejak pembunuhan atas Brigadir J.

Momentum ini didesak berbagai kalangan sebagai saat yang tepat untuk melakukan reformasi di dalam tubuh Polri. Koordinator Tim Advokat Penegakan Hukum dan Keadilan (TAMPAK), Roberth Keytimu dalam diskusi yang digelar, Jum’at (19/8) menegaskan sejak awal menyatakan keraguannya atas reformasi polisi.

“Kasus ini merupakan puncak gunung es. Ini adalah ancaman serius kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” jelasnya.

Ia mengatakan bahwa kasus ini merupakan ironi di mana pimpinan divisi penegak hukum di Polri, yaitu FS, merupakan pelaku pelanggaran hukum. Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang terjadi di rumah dinasnya semakin menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang. Adanya rekayasa dalam peristiwa pembunuhan ini, serta naiknya isu terkait mafia judi online menunjukkan bahwa masih banyak hal tersembunyi di dalam kasus ini.

Namun ia melihat bahwa momentum yang pengawalannya juga dilakukan oleh publik membuat secercah harapan muncul.

“Sangat mungkin reformasi Polri terjadi kalau kita mau melakukannya. Kita mendambakan penegakkan hukum,” katanya.

Ketua SETARA Institute sekaligus Staf Ahli Kapolri, Hendardi, mengatakan bahwa kasus FS menjadi pemicu untuk melihat kembali pandangan semua pihak terhadap kepolisian dalam rangka mendorong kemajuan kepolisian. Kasus ini juga dilihat sebagai pengingat bahwa anggota Polri tidak kebal hukum melainkan bisa terlibat pelanggaran hukum.

“Sebagai sebuah instrument penegakan hukum, institusi Polri harus tetap menjalankan tugas konstitusional dan legalnya menegakkan keadilan,” ucapnya.

Sejak awal penanganan kasus ini, Hendardi mengatakan bahwa komunikasi publik yang dilakukan oleh Polri masih sangat buruk. Namun penetapan FS sebagai tersangka menunjukkan kapasitas Polri dalam melakukan tugasnya. Ia juga menyebutkan bahwa upaya Polri dalam melakukan pendisiplinan terhadap anggotanya patut didukung, dengan tetap meminta Polri melakukan penyelidikan secara transparan, akuntabel, dan terukur.

172