Home Hukum Kejagung Periksa 3 Mantan GM PLN Sumbagsel soal Korupsi Tower Transmisi Rp2,2 Triliun

Kejagung Periksa 3 Mantan GM PLN Sumbagsel soal Korupsi Tower Transmisi Rp2,2 Triliun

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga mantan general manajer (GM) PT PLN (persero) Sumatra Bagian Selatan (Sumbagsel) soal kasus dugaan korupsi pengadaan tower transmisi tahun 2016 pada PT PLN (persero).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (24/8), menyampaikan, ketiga mantan GM PT PLN Sumbagsel tersebut diperiksa sebagai saksi.

Adapun ketiga mantan GM PLN (Persero) Sumbagsel tersebut, yakni DM, IPR, dan FS. DM merupakan GM tahun 2018. Sedangkan IPR dan FS tahun 2019.

“Diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi tahun 2016,” katanya.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin di Jakarta, Senin (25/6), menyampikan, Kejagung mulai menyidik kasus tower PLN berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Baca Juga: Korupsi Tower PLN, Kejagung Periksa Dirjen Gatrik dan 2 Pejabat Kemenperin

Adapun kasus posisi dalam perkara ini, yaitu PT PLN (Persero) pada tahun 2016 memiliki kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih.

Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Burhanuddin menyampaikan, awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu.

“Adanya fakta-fakta, perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan,” ujarnya.

Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

“PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%,” ujarnya.

Baca Juga: Kejagung Sidik Kasus Korupsi Tower Transmisi PLN Rp2,2 Triliun

Selanjutnya, pada periode November 2017 sampai dengan Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut memaksa PT PLN (Persero) melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.

PT PLN (Persero) dan penyedia melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9.085 tower menjadi ±10.000 set tower dan perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.

“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum,” ujarnya.

Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan tersebut, lanjut Burhanuddin, penyidik telah melakukan serangkaian tindakan penyidikan, yakni menggeledah tiga lokas, yaitu PT Bukaka, rumah dan apartemen pribadi milik SH.

“Dalam kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang elektronik terkait dugaan tindak pidana dalam pengadaan tower transmisi di PT PLN (Persero),” katanya.

715