Home Nasional SETARA Institute: Penanganan Kasus Brigadir J Momentum Reformasi Polri Berkelanjutan

SETARA Institute: Penanganan Kasus Brigadir J Momentum Reformasi Polri Berkelanjutan

Jakarta, Gatra.com – Rapat Kerja (Raker) Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Kapolri membuka lembaran untuk menguatkan reformasi Polri. Dalam kesempatan Raker DPR yang berlangsung terbuka untuk publik itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menepis keraguan publik tentang soliditas Polri sebagai dampak kasus penembakan Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Kasus yang menyerempet mantan Kadiv Propam Polri Irjen Polisi Ferdi Sambo itu berdampak pada pemeriksaan 97 orang anggota Polri. Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan, penindakan terhadap sejumlah anggota, perwira menengah dan perwira tinggi Polri sesuai dengan tingkat keterlibatannya, di satu sisi telah memunculkan ketegangan baru karena aroma kontestasi dan faksionalisasi di tubuh Polri. “Tetapi di sisi lain, justru menunjukkan efektivitas langkah dan kepemimpinan Kapolri dengan mengambil kendali penanganan kasus FS dan agenda pemulihan kepercayaan publik,” kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima Gatra.com.

Hendardi berpendapat, secara umum paparan Kapolri dalam merespon pertanyaan anggota DPR sudah cukup baik. “Paralel dengan itu, sejumlah anggota DPR juga mengingatkan pentingnya percepatan penanganan anggota Polri yang dianggap melanggar kode etik segera dilakukan termasuk pernyataan (clearance) Kapolri atas sejumlah anggota yang sudah diperiksa tetapi sebenarnya tidak terlibat,” ujar Hendardi.

Untuk merespon prahara di tubuh Polri, Hendardi melanjutkan, perlu bagi Kapolri menyusun langkah-langkah strategis lanjutan sebagai agenda reformasi Polri. “Harus diakui, agenda reformasi Polri dalam waktu yang cukup lama telah mati suri dan kehilangan arah. Gerak perbaikan Polri selama ini lebih bergantung pada kepemimpinan Kapolri yang menjabat tanpa desain holistik dan berkelanjutan,” ia menambahkan.

Hendardi menerangkan, baik pemerintah maupun DPR sebagai law makers dan mitra kerja sama Polri, tidak ditemukan produk kebijakan yang menggambarkan desain reformasi Polri. Reformasi Polri menurutnya semata-mata mengandalkan aturan internal Polri yang daya ikat, tingkat kepatuhan dan akuntabilitas kinerjanya sulit diukur dan sulit diakses oleh publik.

Diketahui, sesuai dengan desain konstitusional dan legal sebagaimana tertuang dalam Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, bahwa Polri adalah organisasi negara di bawah Presiden dengan tugas menjaga keamanan, melindungi dan mengayomi masyarakat, dan tugas penegakan hukum.

“Dengan cakupan mandat yang sangat luas, menyusun detail agenda reformasi Polri adalah kebutuhan aktual, sehingga beberapa fakta dan dugaan tentang masalah-masalah di tubuh Polri, serta aspirasi publik agar Polri lebih akuntabel bisa terjawab,” pungkasnya.

173