Home Regional Gubernur Khofifah Jelaskan Empat Point Tantangan Dunia Pendidikan di Rakernas LP Ma’arif NU

Gubernur Khofifah Jelaskan Empat Point Tantangan Dunia Pendidikan di Rakernas LP Ma’arif NU

Kota Batu, Gatra.com - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mangatakan jika NU secara makro ingin memajukan peradaban dunia, maka pintu masuk utamanya adalah melalui pendidikan. Ia pun memaparkan terdapat empat poin penting tantangan dunia pendidikan yang perlu diperhatikan lembaga pendidikan (LP) termasuk LP Ma'arif NU.

“Saya mengajak Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif NU untuk melakukan percepatan adaptasi dan inovasi untuk menjawab tantangan global,” katanya saat menghadiri Inagurasi dan Penutupan Rakernas LP Ma’arif NU PBNU di Kota Batu pada Minggu malam (28/08). 

Khofifah menjelaskan bahwa uUntuk menjawab tantangan pendidikan dunia, maka kualitas pendidikan harus dijalankan dengan mengikuti standar kualitas pendidikan internasional. Setidaknya terdapat empat poin yang harus betul-betul diperhatikan.

Khofifah menjabarkan bahwa tantangan pertama yang dihadapi Lembaga Pendidikan adalah era disrupsi yang menuntut inovasi dalam penyelenggaraan tata kelola maupun proses belajar, untuk percepatan adaptasi. Inovasi menjadi kata kunci karena perubahan yang terjadi saat ini menuntun percepatan beradaptasi dengan jaman.

"Jadi berbagai inovasi harus terus kita lakukan di berbagai bidang guna menjawab tantangan yang mendisrupsi banyak sektor saat ini," tegasnya.

Tantangan kedua adalah era globalisasi yang menjadikan standar kualitas sekolah tidak hanya diukur dalam skala lokal atau nasional, namun dalam skala global. Sehingga, kualitas pendidikan termasuk LP Ma'arif harus dijalankan mengikuti standar internasional.

Era media sosial menjadi tantangan ketiga yang dipaparkan Gubernur Jatim. Harapan dan tuntutan masyarakat semakin tinggi dan makin mudah diketahui secara luas. Sebagai bagian dari wujud kesadaran masyarakat untuk mencerdaskan putra-putrinya.

Dikatakan, lembaga pendidikan juga harus memanfaatkan media sosial sebagai sarana perkuat komunikasi dan jejaring termasuk promosi atas prestasi yang dicapai. Di era saat ini insan pendidikan juga harus open mind dan manfaatkan media sosial sebaik mungkin untuk fungsi belajar dan syiar.

“Sangat banyak keunggulan komparatif dan kompetitif namun kurang di publish. Ini penting, karena jika tidak disyiarkan, akan kalah dengan derasnya arus informasi di media sosial dan media mainstream. Prestasi untuk dijadikan referensi bagi yang lain patut di syiarkan,” katanya.
“Jadi kalau sudah menemukan best practive segeralah dikaji untuk di tumbuh kembangkan. Agar jadi contoh Lembaga Pendidikan lain dibawah LP Ma’arif NU lainnya diseluruh Indonesia,” tambahnya.

Tantangan keempat adalah adanya era gig economy. Menurutnya, terdapat kecenderungan generasi milenial dengan profesi tertentu untuk menjadi pekerja temporer, yang lebih fleksibel dan tidak terikat dengan perusahaan tertentu. 

Ia berpendapat bahwa tren tersebut harus dikenalkan kepada SMA/SMK di lingkungan Ma’arif.

“Banyak millenials dengan keterampilan spesifik seperti fotografer, programmer dan keterampilan spesifik lainnya yang bekerja secara profesional namun dalam jangka waktu pendek. Jadi misalnya kontrak 6 bulan lalu pindah ke korporasi lainnya itu dianggap sudah cukup. Ini bukan kutu loncat. Tapi 6 bulan adalah waktu yang cukup bagi mereka untuk terus mengembangkan karya kreatif dan inovatifnya,” ungkapya.

Khofifah berharap beragam percepatan perubahan dunia yang dinamis dapat dihadirkan dalam upaya menjawab tantangan pendidikan dunia, seiring dengan proses perbaikan sosial dan karakter.

“Sifat ta’dib harus ada dalam plan of action dari rakornas ini, selanjutnya didetailkan,” katanya.

135