Home Hukum Pengawasan Kepolisian Harus Dilakukan Bertingkat

Pengawasan Kepolisian Harus Dilakukan Bertingkat

Jakarta, Gatra.com – Keinginan perlunya pengawasan terhadap institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjadi topik yang kerap diangkat karena dengan meningkatnya perhatian publik terhadap kasus pembunuhan Brigadir J. 

Setelah penetapan Ferdy Sambo (FS) sebagai tersangka utama, termasuk menetapkan istrinya, Putri Candrawati (PC) sebagai tersangka, kasus ini berada di tahap pelengkapan berkas untuk dibawa ke pihak kejaksaan. 

Meskipun, pengawasan terhadap Polri menjadi perhatian dengan banyaknya polisi yang terlibat dan penyalahgunaan wewenang yang mengganggu penyelidikan dengan perusakan barang bukti.

Ketua Dewan Pengurus Public Virtue, Usman Hamid, menyatakan bahwa pengawasan perlu dilakukan secara berlapis. Selain itu, akuntabilitias menjadi faktor penting dan hanya bisa terwujud dengan mekanisme pengawasan bertingkat.

"Pertama, harus ada pengawasam internal. Di kepolisian ada propam, inspektorat, mekanisme kode etik. Namun masih tidak efektif karena pelaku di internal," katanya, dalam Diskusi bertajuk "Membangun Pengawasan Demokratis Polri" yang digelar Public Virtue, di Jakarta, Kamis (1/9).

Selain itu, pengawasan eksekutif dan pengawasan legislatif juga harus diperkuat. Ada peran presiden, menteri, hingga DPR. 

Usman melihat bahwa diawal, pengawasan eksekutif masih belum terlihat, namun belakangan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mulai berperan dalam mendorong melakukan penyelidikan secara mendalam.

Pengawasan dari yudisial dan pengawasan lembaga eksternal harus mampu membantu tiga pengawas sebelumnya. Keberadaan pengawas lembaga dan pembentukan Kompolnas, ternyata belum mampu melakukan pengawasan menyeluruh.

"Keenam, terakhir, pengawasan dari publik harus dilakukan. Namun ini memerlukan kehati-hatian karena bisa terjadi dua kutub yang bertentangan, yaitu pemenuhan hak publik, serta kerentanan bahwa publik akan memberi penghakiman," jelas Usman.

Penghakiman dari publik rentan mendorong terjadinya trial by opinion public. Meskipun peran publik begitu besar, perlu dilihat pula kapasitas dan kemampuannya. Kerentanan ini bisa tidak terjadi selama pengawasan yang dilakukan pihak lainnya berjalan dengan benar.

Usman juga menyebutkan bahwa dalam kasus ini, semua pihak harus terlibat, termasuk keluarga korban. Ia juga mengatakan bahwa kasus ini membuka kelemahan lembaga yang secara umum masih menjadi akar, yaitu budaya korupsi secara kelembagaan. Artinya, permasalahan bukan hanya terletak pada individu melainkan budaya lembaga secara umum. 

“Pengawasan pada Polri memerlukan kerja sama seluruh pihak, dan dilakukan secara berlapis,” katanya.

181