Home Hukum Polemik Hak Paten ‘Open Mic’, Kemenkumham Buka Suara

Polemik Hak Paten ‘Open Mic’, Kemenkumham Buka Suara

Jakarta, Gatra.com - Polemik merek dagang "open mic Indonesia" kembali menyeruak setelah Komunitas stand up comedy melayangkan gugatan pembatalan merek dagang yang telah didaftarkan oleh komedian Ramon Papana sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) buka suara menanggapi permasalahan tersebut.

"DJKI akan menunggu proses peradilan," kata Koordinator Pemeriksaan Merek DJKI Kemenkumham Agung Indriyanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (2/9).

Diketahui, sejumlah komika dari Komunitas Perkumpulan Stand Up Comedy Indonesia mendatangi Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada Kamis (25/8) pekan lalu guna melayangkan gugatan.

Para komika juga menyampaikan rasa kekecewaan atas pendaftaran merek Open Mic Indonesia lantaran kata ‘Open Mic’ tergolong istilah umum yang semestinya menjadi milik publik. Terlebih, ada pihak dari komika yang mendapatkan somasi akibat memakai istilah tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Agung menjelaskan permohonan merek Open Mic Indonesia dengan Nomor Permohonan J002013025009 diterima dengan pertimbangan secara keseluruhan merek memiliki daya pembeda.

"Jika hanya diajukan merek dengan kata Open Mic, kemungkinan besar tidak dapat diterima karena berkaitan dengan jenis barang umum," jelasnya.

“Namun, kata "Open Mic" diikuti dengan "Indonesia" dan ada kombinasi unsur lukisan (logo). Hal itulah yang secara keseluruhan jadi pembeda,” tambahnya.

Menurut Agung, para komika seharusnya tidak perlu takut bila disomasi karena menggunakan kata "Open Mic" selama tidak mengikuti secara persis merek "Open Mic Indonesia" dengan logo yang telah terdaftar.

"Perlu digarisbawahi dan diluruskan, yang diberikan perlindungan oleh negara adalah kata 'Open Mic Indonesia' dengan kombinasi unsur logo dan lukisan tersebut; bukan kata 'Open Mic' saja," ujarnya.

Sebagai Informasi, merujuk Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis Nomor 20 Tahun 2016, permohonan merek yang memakai kata-kata umum tidak diperbolehkan.

Adapun kata umum terbagi dalam tiga kategori yaitu kata yang bersifat generik, deskriptif, dan tanda yang digunakan secara publik.

Agung menyatakan, sebagai regulator dalam bidang kekayaan intelektual, DJKI Kemenkumham akan berpartisipasi dalam proses dan tunduk pada hasil peradilan.

Apabila putusan pengadilan membatalkan pendaftaran merek, jelas Agung, maka DJKI Kemenkumham akan menghapus dari daftar umum dan mencoret merek tersebut.

“Namun, jika putusan tetap didaftarkan maka DJKI akan menghormati dan merek itu akan terus terdaftar,” terangnya.
 

338