Home Pendidikan Cetuskan Mimbar Akademik, Unram Siapkan Karpet Merah untuk para Tokoh

Cetuskan Mimbar Akademik, Unram Siapkan Karpet Merah untuk para Tokoh

Mataram, Gatra.com - Universitas Mataram sedang menyiapkan diri menjadi perguruan tinggi berbasis riset dan berdaya saing internasional pada tahun 2025. Perguruan tinggi negeri terbesar di NTB ini pun memastikan, mimbar akademik terbuka untuk tokoh manapun.

“Unram tidak pernah menolak tokoh. Siapa saja. Menjadi kultur Unram untuk selalu menjaga kebebasan mimbar akademik,” kata Rektor Universitas Mataram Prof H Bambang Hari Kusomo, di Mataram, Senin (5/9).

Alih-alih melarang-larang, Unram justru kata Prof Bambang, memberikan ruang besar bagi berkembangnya gagasan, kajian, dan pemikiran. Bahkan, pihaknya menyiapkan karpet merah untuk hal tersebut.

Namun begitu, Guru Besar Fakultas Pertanian ini mengingatkan, mimbar akademik bukanlah kebebasan tanpa tanggung jawab. Mimbar akademik Unram memiliki wibawa ilmiah di mana menjadi tempat menyampaikan pikiran dan pendapat secara terbuka yang didasarkan pada data-data dan fakta-fakta yang telah teruji secara ilmiah.

Karena itu, Unram tidaklah mungkin menyiapkan mimbar akademik untuk menjadi ajang caci maki. Tempat membully pihak lain hanya lantaran pihak tersebut berseberangan pemikiran atau cara pandang dengan tokoh yang sedang berbicara di mimbar.

“Jangan ada hidden agenda. Kebebasan mimbar akademik bukan tempat untuk mencemooh figur dan tokoh tertentu. Bukan tempat untuk menjatuhkan pemerintah. Bukan pula tempat untuk mendungu-dungukan pihak lain lalu menempatkan diri sendiri sebagai satu-satunya pemilik kebenaran,” tandasnya.

Kultur kekebasan mimbar akademik yang seperti itu kata Prof Bambang berlaku universal. Bukan hanya di Unram saja. Alumnus Massey University, Selandia Baru ini lalu menuturkan, bagaimana negara liberal seperti Australia maupun Selandia Baru, juga menerapkan kultur serupa.

Sehingga betapa pun liberalnya ruang untuk menyampaikan gagasan dan pandangan di sana, mimbar akademi tidak menjadi ruang menyampaikan caci maki atau memojok-mojokkan figur yang tidak disukai.

“Mimbar akademik adalah mimbar yang bermartabat. Didasarkan pada kajian-kajian yang ilmiah. Bukan atas dasar asumsi-asumsi,” tandasnya.

Bahkan di dalam agama Islam pun kata Prof Bambang, jika ada pemimpin yang keliru, agama tidak menganjurkan umatnya mengkritik pemimpinnya secara vulgar di depan orang banyak. Sebab, hal tersebut sama saja memang hendak mempermalukan pemimpin.

“Kalau menurut saya, apa yang diajarkan agama itu adalah nilai yang paling tinggi. Karena datang dari Yang Maha Kuasa,” imbuhnya.

Pun begitu, kampus juga bukanlah tempat untuk berpolitik praktis. Kampus hanya tempat untuk belajar politik bagi para civitas akademikanya. Dan oleh karenanya, kampus harus terbebas dari kegiatan politik praktis tersebut.

Karena itu, Prof Bambang menampik dengan tegas pandangan sejumlah pihak yang kini berusaha menggiring opini publik, seolah-olah Unram menolak figur-figur tertentu untuk menghadiri kegiatan yang terkait dengan mimbar akademik.

Tak ada yang keliru manakala mahasiswa mengundang tokoh idola mereka untuk memberikan pencerahan dalam forum ilmiah. Begitu halnya, tak ada yang keliru pula manakala pihak kampus menyampaikan pandangannya terhadap rambu-rambu dan kaidah mimbar akademik yang harus sama-sama dijunjung, mengingat otoritas kampus juga berkaca pada pengalaman serupa yang pernah terjadi di masa-masa sebelumnya.

171