Home Nasional Hubungan Tak Akur dengan KASAD, Effendi Simbolon Tegur Panglima, Pengamat: Salah Alamat!

Hubungan Tak Akur dengan KASAD, Effendi Simbolon Tegur Panglima, Pengamat: Salah Alamat!

Jakarta, Gatra.com – Rapat kerja Komisi I DPR dengan Panglima TNI di Gedung DPR berkembang membahas isu yang non strategis. Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon menyentil Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang hubungannya disebut tidak harmonis dengan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal Dudung Abdurachman.

“Ini semua menjadi rahasia umum, Pak, rahasia umum Jenderal Andika. Di mana ada Jenderal Andika, tidak ada KASAD. Jenderal Andika membuat Super Garuda Shield, tidak ada KASAD di situ,” kata Effendi dalam keterangannya saat rapat Komisi I DPR di Kompleks Senayan, Jakarta pada Senin (5/9).

Effendi Simbolon meminta Panglima TNI Jenderal Andika memberikan penjelasan di hadapan DPR tentang hubungannya dengan Dudung. Tak tanggung, politikus PDI Perjuangan itu menyinggung persoalan ego kedua Jenderal bintang empat itu yang menurutnya tak elok dalam institusi TNI.

Ia menyebut, mengantongi informasi terkait kurang harmonisnya hubungan Andika-Dudung yang dilatarbelakangi kabar anak Jenderal Dudung yang tidak lulus Akademi Militer (Akmil).

“Saya punya catatan ini tidak elok kalau saya sampaikan, Pak. Dari mulai pertentangan soal ini, soal ini, banyak sekali catatannya sampai ke urusan anak Pak Jenderal Dudung yang katanya tidak lulus karena umur dan karena tinggi badan katanya,” ucap Effendi dengan nada tinggi.

Kritik yang disampaikan Effendi Simbolon kepada Panglima TNI, memantik komentar pengamat militer Soleman B. Ponto. Ia mengaku heran bila forum rapat kerja DPR dengan Panglima TNI justru membahas hal-hal yang tidak bermutu. Ponto menyebut, jika DPR bermaksud mengkritik hubungan yang tidak akur antara Panglima TNI dengan bawahannya, maka penyampaian tersebut salah alamat.

“Sebenarnya kemarahan ini salah alamat. Kalau betul apa yang disampaikan oleh Efendi Simbolon maka yang harus dimarahin itu ya Jenderal Dudung,” kata Ponto dalam keterangannya kepada Gatra.com.

Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) itu menyayangkan jika persoalan kedua Jenderal itu diungkit secara terbuka di forum DPR. Padahal, persoalan tersebut merupakan masalah internal organisasi yang bisa diselesaikan. Ponto menyebut, UU Nomor 25 Tahun 2014 tentang Disiplin Militer tegas mengatur bahwa Panglima TNI adalah atasan yang berhak menghukum (Ankum) tertinggi di institusi TNI.

Pengamat Militer Soleman B. Ponto (Ist/ YouTube)

Karena itu, kalau ada hal yang tidak pas dalam hubungan Panglima TNI dengan bawahannya, maka yang harus dimintai keterangan adalah bawahan. “Diatur juga bahwa Jenderal Andika adalah atasan, sedangkan Jenderal Dudung adalah bawahan. Dengan demikian mutlak yang harus menyesuaikan situasi adalah Jenderal Dudung, bukan Jenderal Andika,” ujarnya.

Dalam kultur TNI, Panglima sebagai “Sabda Pandita Ratu”. Yang artinya, instruksi dan komandonya mutlak dijalankan. Karena itu, bawahan yang mangkir perintah atasan layak dikenakan sanksi disiplin. “Bisa saja Jenderal Andika merasa benar atas semua yang dia telah lakukan untuk TNI. Dalam disiplin militer yang harus menyesuaikan terhadap atasan adalah bawahan,” ia menjelaskan.

Ponto menyebut, pernyataan legislator Effendi Simbolon sebagai kritik yang jauh panggang dari api. “Kultur di TNI itu komando, [perintah] dari atas turun ke bawah, kalau enggak nurut ya tempeleng,” pungkasnya.

389