Home Hukum Kejati DKI Sita Rumah hingga Mobil Kasus Mafia Tanah Cipayung

Kejati DKI Sita Rumah hingga Mobil Kasus Mafia Tanah Cipayung

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyita rumah mantan Kepala UPT Tanah Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, tersangka HH, di Perumahan Pesona Kayangan.

Kepala Kejati DKI Jakarta, Reda Manthovani, melalui Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta, Nurcahyo Jangkung Madyo, di Jakarta, Jumat (9/9), mengatakan, penyidik menyita rumah tersebut terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pembebasan lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kecamatan Cipayung Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun 2018 atau kerap disebut kasus mafia tanah.

“Penyitaan berupa sebidang tanah dan bangunan seluas 200 meter persegi yang terletak di Perumahan Pesona Kayangan Blok FI Nomor 09, Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok Jawa Barat, milik tersangka HH,” kata Nurcahyo.

Selain itu, penyidik Kejati DKI Jakarta juga menyita mobil Toyota Kijang Innova dan satu unit motor Kawasaki BJ175A milik tersangka JF (makelar tanah) serta satu mobil Audi A6 milik tersangka MTT (swasta).

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Ade Sofyansah, menambahkan, penyitaan dilakukan dalam rangka pemulihan kerugian keuangan negara.

Penyidik menyita aset-aset tersebut karena diduga diperoleh atau dibeli para tersangka dari hasil tindak pidana korupsi pembebasan lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta tahun 2018.

Baca Juga: Kejati DKI Tahan 3 Tersangka Kasus Mafia Tanah Cipayung dan Tambah 1 Tersangka

Adapun kerugian keuangan negara atau Pemerintah DKI Jakarta akibat ulah para tersangka di atas berdasarkan hasil penyidikan, lanjut Ade, yakni sekitar Rp17.770.209.683 (Rp17,7 miliar) lebih.

Menurutnya, penyitaan aset-aset tersebut telah mendapatkan persetujuan dari Pengadilan Negeri (PN) Depok. Penyitaan aset merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mengambil alih dan menyimpan di bawah penguasaannya, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

Secara hukum, penyitaan yang dilakukan jaksa penyidik terhadap suatu benda dilakukan karena benda yang disita tersebut telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), di antaranya yaitu yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana.

Penyitaan aset pelaku tindak pidana korupsi merupakan langkah antisipatif jaksa penyidik yang bertujuan untuk mencegah hilangnya harta kekayaan para pelaku tindak pidana korupsi.

 

Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menahan 3 tersangk dugaan korupsi kasus mafia tanah dalam Kegiatan Pembebasan Lahan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, Kota Administrasi Jakarta Timur Tahun 2018.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, di Jakarta, Kamis (21/7), menyampaikan, ketiga tersangka yang ditahan atau dijebloskan ke sel Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) selama 20 hari ke depan terhitung mulai Rabu (20/7).

Ketiga tersangkanya, yakni HH, mantan Kepala UPT Tanah. Dia ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1876/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022.

Kemudian, LD, oknum notaris. Penyidik menahan yang bersangkutan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1877/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022.

“Tersangka MTT, swasta. Ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Nomor : Print-1878/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 20 Juli 2022,” ujarnya.

Ashri menyampaikan, penyidik menahan ketiga tersangka tersebut berdasarkan syarat objektif, yaitu diancam dengan pidana penjara lebih dari 5 tahun dan syarat subjektif, yaitu dikawatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya sebagaimana ketentuan Pasal 21 KUHAP.

Sehari sebelumnya, yakni Selasa,19 Juli 2022, Tim Penyidik Pidsus Kejati DKI Jakarta telah menetapkan seorang tersangka baru dalam dalam kasus Mafia Tanah Cipayung ini, yakni JF dari pihak swasta berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : TAP-70/M.1/Fd.1/07/2022 tanggal 19 Juni 2022.

“Tersangka JF dalam proses pembebasan lahan tersebut berkerjasama dengan tersangka LD sehingga lahan di Kelurahan Setu, Kecamatan Cipayung, dapat dibebaskan oleh Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta,” katanya.

Kemudian, tersangka JF dan LD melakukan pengaturan harga terhadap 8 pemilik atas 9 bidang tanah di Kelurahan Setu tersebut. Pemilik lahan hanya menerima uang ganti rugi pembebasan lahan sebesar Rp1.600.000 (Rp1,6 juta) per meter.

Baca Juga: Mantan Kepala UPT Tanah Dishut DKI Tersangka Mafia Tanah Cipayung

Adapun harga yang dibayarkan oleh Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi DKI Jakarta kepada pemilik lahan rata-rata sebesar Rp2.700.000 (Rp2,7 juta) per meter. Total uang yang dibayarkan Dinhut Provinsi DKI adalah sebesar Rp46.499.550.000 (Rp46,4 miliar).

Sedangkan total uang yang diterima oleh pemilik lahan hanya sebesar Rp28.729.340.317 (Rp28,7 miliar) sehingga uang hasil pembebasan lahan yang dinikmati para tersangka dan para pihak sebesar Rp17.770.209.683 (Rp17,7 miliar). Angka ini, merupakan kerugian yang diduga dialami negara.

Atas perbuatan tersebut Kejati DKI Jakarta menyangka JF melanggar Pasal 2 Ayat (1), Pasal 3, Pasal 5 Ayat (1), Pasal 13 juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Banyaknya cara dalam menyembunyikan aset para pelaku tindak pidana korupsi membuat jaksa penyidik sering kesulitan dalam melakukan pencarian dan penyitaan aset para pelaku tindak pidana korupsi,” katanya.

Menurut Ade, mekanisme penyitaan aset pelaku korupsi yang dilakukan oleh jaksa penyidik selama ini mempunyai tahapan-tahapan pelaksanaannya. Dalam pelaksanaan penanganan kasus korupsi, di antaranya upaya untuk mengembalikan kerugian negara adalah fokus utama disertai dengan pembalasan berupa hukuman kurungan dan denda.

"Jaksa penyidik dapat mengoptimalkan pengumpulan data-data aset para pelaku tindak pidana korupsi sehingga jaksa dapat lebih efisien dalam mengembalikan kerugian negara yang disebabkan dari perbuatan korupsi,” ujarnya.

252

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR