Home Hukum Janggal, Kuasa Hukum Desak Jaksa Tinjau Ulang Kasus Pidana Mantan DPRD Sumsel

Janggal, Kuasa Hukum Desak Jaksa Tinjau Ulang Kasus Pidana Mantan DPRD Sumsel

Palembang, Gatra.com – Merasa janggal dengan proses pemberkasan perkara kliennya yang dinilai terlalu dini dan diduga janggal, membuat advokad Nopri Yansah melalui Law Office Nopri Yansah RM dan Associates melakukan tindakan tegas.

Ia melalui surat resmi mengajukan permohonan agar aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan untuk meninjau kembali berkas serta bukti bukti yang disodorkan pihak penyidik kepada jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Palembang atas nama kliennya, mantan Anggota DPRD Sumsel Sakim Nanda Budisetiawan Homandala, sebagai tersangka kasus tindak pidana 480 KUHP. 

Menurut Nopri, dalam perkara yang disangkakan pada kliennya tersebut diduga cacat hukum dan batal demi hukum, mengingat kliennya memiliki bukti-bukti otentik yang jelas membantah tuduhan sebagaimana dalam berkas perkara.

"Dalam hal ini jelas kami merasa dipermainkan dan tak mendapat rasa keadilan, penegak hukum terutama jaksa dan polisi yang menangani berkas klien kami, terkesan sangat terburu buru," jelas Nopri ditemui usai melayangkan surat resmi di kantor Kejaksaan Negri Palembang.

Masih dikatan Nopri, pertama; kliennya ini membeli tanah secara sah dan patut serta diakui oleh undang-undang dan transaksi jual belinya dilakukan di kantor notaris dengan akte notaris sebagaimana akte jual No.50 /PPAT/SH/XII/2003 di kantor notaris Samsul Alam.

"Selain itu, terkait akte notaris jual beli ini belum ada putusan perdata yang menyatakan jual beli tersebut tidak sah. Intinya, tanah tersebut saat ini jelas kepemilikannya secara hukum, milik sah klien kami, Sakim," ucapnya.

Nopri juga menjelaskan jika sertifikat kliennya, Sakim, ini yang  digadaikan adalah atas nama beliau sendiri dan sampai sekang ini sahamnya tersebut belum pernah dibaliknamakan atas nama siapa pun.

Bahkan ditegaskan Nopri bahwa ada bukti otentik lainnya berupa hasil uji leb. Laboratorium kriminalistrik Polda sebagaimana Nomor LEP 1473/PDF/2012 menyatakan bahwa tanda tangan Nang Ali Solihin itu identik aslinya. Artinya, sudah membantah tuduhan jika tanda tangan tersebut palsu atau meragukan keasliannnya.

"Jelas membuktikan klien kami tidak menadah hasil kejahatan karena jelas secara legalitas dan perundang-undangan jual beli," ucapnya..

Menurtnya, itu yang menjadi kejanggalan dan diduga cacat hukum dalam pemberkasan perkara tersebut. Pihaknya bertanya perbuatan hukum apa yang dilakukan kliennya.

"Bukti-bukti sudah terang, aparat penegak hukum dalam hal ini jaksa dan polisi apakah sudah memperhatikan bukti-bukti yang ada, mengingat apa yang kami sodorkan bukanlah isapan jempol, melainkan nyata adanya, dan mesti dipertimbangkan dengan saksama dan  benar," ujarnya.

Selain itu, khusus pada kejaksaan atau jaksa penuntut umum dalam hal ini jelas sekali tak mengindahkan surat imbauan Jaksa Agung terkait penangan perkara tindak pidana umum yang menyangkut objek tanah kepada seluruh jaksa di indonesia.

"Yang menekankan agar Kejaksaan menerima SPDP dengan ojek perkara tanah maka hendaknya diatensi secara sungguh sungguh, objektif profesional, dan proposional sehingga terhindar dari manuver oknum-oknum yang memiliki kepentingan pribadi," ujarnya.

 Sedangkan pada ada poin 2, yakni jaksa penuntut juga harus teliti dan tegas terkait status hukum kepemilikan objek tanah tersebut. "Dalam perkara ini jelas tidak kami temukan hal tersebut sebagaimana klien kami sedang melakukan upaya hukum PK terhadap objek tanah tersengketa yang sebagai tergugat ialah pelopor sdr. Nang ali Solichin," katanya.

Ditegaskan Nopri yang ingin ia pertanyakan di sini terkait unsur kesalahan dan melawan hukum, apa yang dilakukan kliennya, Sakim. Kesalahan kesalahan apa yang dilakukan? Karena secara jelas kliennya menggadaikan hartanya sendiri.

"Sampai saat ini sertifikat itu masih atas nama Pak Sakim yang sah dan unsur bersifat melawan hukum, melawan hukum di sini apa yang dilakukan klien kami Sakim? Adakah sesuatu yang dilanggar jika menggadaikan harta miliknya sendiri," katanya 

Terkait penadahan atau Pasal 480 KUHP lanjut Nopri, salah satu unsurnya adalah dianggap mengetahui barang itu diperoleh dari kejahatan, sementara proses jual beli di hadapan notaris yang sah, di sini jelas berdasar di mana letak unsur mengetahui kejahatannya.

"Terkait jual beli juga kami ada bukti bahwa saudara Nang ali ini telah melakukan pengoperan hak kepada Santoso dengan sebagaimana akta pengoperan hak Nomor 7 pada tanggal 12 Agustus 2002 di kantor Notaris Ahmad syarifudin, dengan objek tanah di Jl. Perjuangan," katanya.

Artinya, telah jelas tanah tersebut sudah dilepas status haknya oleh Nang Ali Solichin, kalau akta pengoperan ini dipalsukan kita bisa konfirmasi langsung ke notaris apa memang saudara Nang ali dan saudara Santoso memang ada melakukan pengoporan hak, kita membeli sah belum ada yang dibatalkan akta jula beli atau sertifikat masih atas nama Pak Sakim," ucapnya.

Menurutnya, sebagai pembeli beretikad baik yang transaksi jual beli dilakukan tahun 2003 di hadapan pejabat pembuat akta tanah Syamsul Alam SH sangat ironis, di mana unsur yang disangkakan kepada kliennya, atau jangan-jangan diduga kuat karena ada pesanan pihak tertentu, dalam arti kata kasus ini ditunggangi,

"Untuk itu kami mohon Jaksa Agung dan jajaran pimpinan Kejaksaan yang menangani perkara ini, juga menurunkan tim untuk mengevaluasi jaksa yang menangani perkara ini," katanya.

Pihaknya berharapan kalau tetap mau lanjut di meja hijau maka kami memohon agar Jaksa yang bersangkutan bertindak profesional sebagai penegak hukum yang berintegritas, minimal tidak berat sebelah atau mementingkan pihak lainnya, atau sekalian diganti saja mengingat keraguan kami dalam hal ini, " tegasnya.

Ia kembali menegaskan bahwa objek jual beli adalah sertifikat hak milik dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah, "Belum ada putusan pengadilan manapun yang menyatakan jual beli tidak sah, lalu di mana unsur Pasal 480 KUHP yang disangkakan itu, atau kasus ini perlu diviralkan baru pimpinan negara hadir," ujarnya.

Nopri bersama tim sudah melakukan upaya dengan menyambangi Kejaksaan Negeri Palembang dan bertemu langsung dengan Kasi Tindak Pidana Umum, Robet. Pihaknya menyampaikan surat permohonan untuk kiranya ditinjau ulang atas P-21-nya dan siap untuk dilakukan gelar ulang.

"Dalam pertemuan itu tanggapan beliau cukup normatif. Menurut beliau akan dipertimbangkan dan akan dibahas dulu apakah layak untuk dikaji ulang atau ada langkah lainnya sebagaimana peraturan hukum yang berlaku," terangnya.

Sementara itu, Kasi Tindak pidana Umum Robert melalui Kasi Intelijen Fandy Hasibuan membenarkan hal tersebut. Menurutnya, benar memang perkara atas nama tersangka Sakim Mandala saat ini sudah dinyatakan lengkap atau P21.

"Dengan dasar Jaksa penuntut sudah menganggap unsur-unsur dalam berkas perkara tersebut sudah terpenuhi," kata Fandy.

Sedangkan terkait surat permohonan dari huasa hukum Sakim, Fandy, mengatakan itu sah-sah saja karena hak mutlak dari kuasa hukum tersangka, yang jelas pihaknya akan berkoordinasi terlebih dahulu terkait permohonan tersebut.

"Itu sah-sah saja, haknya mereka, surat tersebut yang jelas akan dipertimbangkan dan di kordinasikan secara benar dengan pimpinan terlebih dahulu," ujarnya tegas,

362