Home Nasional Soal Kebebasan Beragama, Wamenkumham: Kebaikan Dicapai Ketika Keragaman Dikelola

Soal Kebebasan Beragama, Wamenkumham: Kebaikan Dicapai Ketika Keragaman Dikelola

Jakarta, Gatra.com - Konsep literasi keagamaan lintas budaya menjadi konsep yang sangat tepat diterapkan di Indonesia. Dengan keberagaman dan kemajemukan yang ada, konsep itu bisa menjadi upaya menjalani hidup secara berdampingan antar-manusia.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Eddy O.S, menjelaskan  bahwa konsep ini harus bisa dihayati di dalam diri.

"Kita harus memahami orang lain sebagaimana orang lain memahami dunia kita sendiri. Hidup berdampingan di Indonesia dengan menerima dan menghayati segala perbedaan, maka Indonesia menjadi lebih aman, lebih tangguh, dan lebih bahagia," katanya dalam konferensi internasional bertajuk "Menguatkan Kebebasan dan Toleransi Beragama Melalui Literasi Keagamaan Lintas Budaya", Kamis (15/9) malam.

Eddy menerangkan bahwa literasi yang dimaksudkan dalam konsep ini yaitu manusia mempunyai kerendahan hati untuk mendengarkan, mengamati, memverifikasi, dan terlibat.

"Dengan penempatan terminologi literasi agama dan literasi budaya, maka didapat keyakinan bahwa kesadaran dan kebaikan bersama bagi umat manusia akan tercapai bukan ketika keragaman agama dan kepercayaan ditolak atau dilebur menjadi keseragaman, namun ketika keragaman dan perbedaan dikelola dan diteguhkan bersama oleh penganutnya melalui proses evaluasi, komunikasi, dan negosiasi bersama," ucapnya.

Dalam prosesnya, konsep ini dilihat melalui keterlibatan timbal balik antar manusia yang memiliki peran masing-masing. Selain itu, peran tenaga pendidik sangat penting untuk menumbuhkan nilai keberagaman sejak dini. Eddy mengatakan bahwa hasilnya akan terlihat di masa depan, bagaimana kerukunan bisa terus terjaga. Supremasi hukum juga memiliki peran dalam melindungi dan menjaga hak beragama.

Lebih lanjut, Eddy menegaskan bahwa literasi kebudayaan lintas agama tidak berarti mencampuradukkan agama, atau justru memisahkan agama, melainkan melihat semua agama setara dan tidak merendahkannya.

"Setidaknya, setiap umat beragama memiliki kemampuan untuk memahami diri sendiri, memahami agama lain yang berbeda, dan kemampuan bekerjasama dengan umat beragama lainnya," katanya.

214