Home Pendidikan Pengamat: RUU Sisdiknas Harus Meremodifikasi Sistem Pendidikan dengan Menyeluruh

Pengamat: RUU Sisdiknas Harus Meremodifikasi Sistem Pendidikan dengan Menyeluruh

Jakarta, Gatra.com – Langkah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) mengajukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisidiknas)  menuai beragam respons dari berbagai pihak. Ketua Umum Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia, Bahrul Hayat mengatakan, perdebatan yang kerap terjadi terait RUU Sisdiknas banyak terkait dengan sistem pendidikan itu sendiri.

“Proses evolosi undang-undang memang sebaiknya dilakukan, sekaligus ke mana daya lihat kita ke depan, visi pendidikan kita, termasuk nanti arah tata kelola kita dalam dunia pendidikan. Jadi, di dalam draft RUU yang beredar sekarang juga dikutip pertimbangan untuk melakukan pengundangan terutama atas dasar amanah Undang-Undang tahun 2003 yang secara khusus meminta pemerintah agar mengusahakan satu sistem pendidikan,” katanya.

Bahrul menerangkan satu sistem pendidikan harus dilihat melalui kacamata Indonesia sebagai one unified system. Ini menjadi dasar perdebatan karena masih banyak keraguan apakah RUU Sisdiknas bisa secara komprehensif menggambarkan sistem yang diharapkan. Ia juga menambahkan bahwa masih banyak pihak yang merasa belum terakomodasi dalam RUU Sisdiknas, namun ia menenangkan bahwa masih ada waktu untuk memperbaiki draft RUU Sisdiknas agar bisa mengakomodir seluruh pihak.

“Indonesia ini memang secara khusus sebelum lahir negara, tokoh-tokoh terdahulu telah menghadirkan pendidikan di luar pemerintah. Kita punya sekolah, punya madrasah, yang lahir dari inisiatif para tokoh. Lembaga pendidikan swasta ini mendahului kelahiran dari (lembaga) negeri itu sendiri karena ada sejak sebelum kemerdekaan, dan itu jumlahnya tidak sedikit,” katanya.

Dalam draft RUU Sisdiknas, mengenai sistem, jalur, jenjang dan jenis pendidikan, harus ditegaskan definisi sekaligus satuan pendidikannya. Ini penting dilakukan agar pendidikan umum akan tetap ada dan penjelasannya dijelaskan secara detail.

Selanjutnya, sistem pendidikan kegamaan juga harus dipahami perbedaannya dengan pendidikan umum maupun kejuruan. Menurut Bahrul, pengakuan terhadap lembaga-lembaga harus disebutkan secara eksplisit di dalam undang-undang.

Posisi pendidikan pesantren juga harus diatur secara jelas. Sebagai lembaga pendidikan yang fokus pada agama, posisi formal dan non-formal lembaga perlu dipertimbangkan. Bentuk pengajaran yang berbeda juga harus disesuaikan di dalam aturan sehingga pesantren yang sudah lebih dulu ada sejak ratusan tahun lalu bisa memiliki posisi yang jelas menurut hukum.

“Bisakah RUU Sisdiknas justru meremodifikasi seluruh sistem yang sudah ada, yang semua itu sudah terjadi? Jika sudah diletakkan di UU tahun 2003, karena ini RUU Sistem Pendidikan, maka sebaiknya dimasukkan dalam modifikasi RUU. Menurut saya, jangan dihilangkan karena itu adalah pengakuan Negara bahwa (pesantren) itu merupakan bagian dari sistem pendidikan,” ujarnya.

Menurut Bahrul, poin tunjangan profesi guru disebutkan terakomodir dalam Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara. Hal ini disebutkan karena pada pengundangan Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara belum dirumuskan. Setelah dirumuskan, maka kepentingannya bisa diwakilkan melalui Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara.

Perumusan RUU Sisdiknas sudah masuk ke dalam tahap Program Legislasi Terencana (Prolegnas). Meskipun begitu, masih banyak pro-kontra terkait keberadaan RUU Sisidiknas. Meskipun memiliki tujuan baik untuk membentuk satu sistem pendidikan nasional, penjelasan mendetail dan poin penting dalam aturan yang sudah berlaku harus dituliskan dalam RUU Sisidiknas agar sistem pendidikan yang baik bisa terwujud.

291