Home Lingkungan Yogya Kerap Darurat Sampah, Desa Ini Terapkan Sistem Kelola Sampah Digital dan Lebih Murah

Yogya Kerap Darurat Sampah, Desa Ini Terapkan Sistem Kelola Sampah Digital dan Lebih Murah

Bantul, Gatra.com – Desa Panggungharjo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menghadirkan digitalisasi pelayanan pengambilan sampah lewat aplikasi ‘Pasti Angkut’. Kehadiran aplikasi ini akan mengedukasi dan mengajak masyarakat bertanggung jawab terhadap sampahnya.

Kepala Desa Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi, menuturkan konsep yang ditawarkan dalam aplikasi ini adalah perubahan perilaku pengelolaan sampah di konsumen atau rumah tangga yang tidak pernah diintervensi pemerintah.

“Pengelolaan sampah di tingkat hulu atau rumah tangga dibiarkan dan berdampak besarnya anggaran dari pemerintah yang fokus pemindahan sampah dari penampungan ke tempat pembuangan,” katanya, Senin (19/9), di Desa Panggungharjo.

Lewat aplikasi ‘Pasti Angkut’, Pemdes Panggungharjo menawarkan pengangkutan sampah rumah tangga dengan ongkos proporsional yang disesuaikan beratan sampah. Satu kilogram sampah yang akan diangkut dihargai Rp1.000.

Sistem ini turut memberikan keuntungan bagi konsumen atau rumah tangga yang turut bertanggung jawab dengan memilah sampah dalam tiga kategori, yakni basah, daur ulang, dan residu.

Wahyudi mengatakan, jika skema ini dijalankan oleh konsumen, maka pengambilan sampah basah tidak dipungut biaya, sampah daur ulang dibeli, dan hanya sampah residu seperti pampers, pembalut, dan kain yang akan dibayar konsumen.

“Jika dilakukan perhitungan ulang, konsep ini jauh lebih murah dibanding pembayaran sampah bulanan. Dengan rata-rata residu satu keluarga 10-12 persen dari 2,5 kilogram sampah yang dihasilkan, setelah dipilah konsumen hanya membayar biaya tidak sampai Rp10.000 per bulan,” katanya.

Menurutnya, persepsi harga mahal yang ditawarkan lewat aplikasi ini sebenarnya hanya berlaku bagi keluarga yang tidak mau melakukan pemilahan. Sistem aplikasi ‘Pasti Angkut’ menurut Wahyudi bagian mengubah perilaku rumah tangga agar lebih bertanggung jawab atas sampah dan memperbaiki tata kelola sampah rumah tangga.

Sebab biaya yang dibayarkan konsumen, baik langsung maupun melalui aplikasi untuk sampah residu, adalah bentuk pelibatan mereka dalam pengelolaan sampah di tempat pembuangan sampah reuse, reduce, dan recycle (TPS3R).

Wahyudi menyebut penetapan tarif proporsional dalam skema disintensifikasi pengambilan sampah berkaca pada pengalaman pengelola TPS3R Kelompok Usaha Pengelola Sampah (KUPAS) Panggungharjo.

“Di enam tahun kehadiran KUPAS sejak 2012, kami mencoba memberi insentif pada keluarga yang memilah sampahnya namun hanya 18 persen yang bergabung. Skema ini pada 2019 kami ubah dengan tabungan emas dan mendapatkan 100 konsumen yang memilah,” paparnya.

Melalui skema ini, pelanggan sampah KUPAS diajak untuk berkontribusi dan bertanggung jawab pada pemilahan sampahnya untuk mendapatkan nilai ekonomi tambahan.

Direktur Kelola Sampah Kita selaku pembuat aplikasi, Salva Yurivah Saragih, menyebut pemilihan KUPAS Panggungharjo sebagai proyek percontohan karena ketersediaan 1500 pelanggan yang berpotensi menerapkan pemilahan sampah.

“Jadi ini adalah aplikasi paripurna yang melayani pengelolaan sampah dari hulu sampai hilir. Konsumen akan merasakan pengalaman baru dalam pengambilan, manajemen, dan pengelolaan sampah, sehingga terbentuk ekosistem daur ulang,” katanya.

Lewat aplikasi ini, Salva menyatakan setiap konsumen akan mendapat kepastian penjemputan sampahnya dan pembayaran dihitung berdasarkan pemilahan sampah. Masyarakat juga diajak untuk tidak lagi bergantung pada tempat pembuangan besar seperti TPST Piyungan yang membeludak dan hingga beberapa kali memicu kondisi "Yogyakarta darurat sampah".

Menurutnya, pengolahan sampah di desa ini akan dikembangkan ke banyak wilayah. Dari kacamata bisnis, Salva menuturkan aplikasi ini menawarkan ruang hidup bagi pengambil sampah mandiri (PSM) dan mitra olah sampah mandiri. Lewat aplikasi ini mereka akan mendapat pendapatan berdasarkan proporsi sampah dari konsumen.

“Ini aplikasi terbuka bagi siapa saja yang ingin terlibat dalam penanganan sampah. Konsumen bertanggung jawab sesuai dengan sampah yang dihasilkan, pengumpul dan pengolah sampah mendapatkan pembiayaan sesuai dengan besar sampah yang diambil. Tidak lagi flat iuran bulanan,” jelas Salva.

481