Home Hukum Kasus Brigadir J Menggantung, Bolak Balik Berkas, Kejaksaan Harus Lakukan Penyidikan Lanjutan

Kasus Brigadir J Menggantung, Bolak Balik Berkas, Kejaksaan Harus Lakukan Penyidikan Lanjutan

Bandung, Gatra.com - Sejumlah kalangan mendorong agar pengusutan hukum kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J harus ditindaklanjuti dengan penyidikan lanjutan oleh kejaksaan. Selain karena pengembalian berkas berkali-kali oleh kejaksaan, penyidikan lanjutan ini diperlukan karena pembunuhan tersebut dinilai oleh Komnas HAM sebagai extrajudicial killing. Secara hukum, kejahatan ini merupakan pelanggaran HAM berat.

Kesimpulan itu disampaikan dalam diskusi panel akademik berjudul “Extrajudicial Killing: Perlukah Penyidikan Lanjutan?” yang diselenggarakan oleh Universitas Pasundan (Unpas) di Bandung pada Jumat (23/9). Diskusi penting ini menghadirkan pembicara Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simandjutak, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) Soleman B. Ponto, Wakil Dekan Fakultas Hukum Unpas Dewi Asri Yustia, dan Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Usman mengatakan, Komnas HAM perlu mengoptimalkan wewenangnya dalam penyelidikan pro justitia atas kasus pembunuhan Joshua. “Komnas HAM menyimpulkan bahwa kematian Joshua adalah extrajudicial killing. Itu artinya pembunuhan di luar putusan pengadilan. Dan extrajudicial killing tergolong pelanggaran HAM yang berat menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM,” kata Usman.

Sementara itu, Soleman B. Ponto menyatakan, pembunuhan Joshua merupakan pembunuhan di luar perintah pengadilan. “Sebab ada pembunuhan yang bisa berasal dari perintah pengadilan, yaitu hukuman mati. Jika ada anggota kepolisian menembak seseorang hingga mati, atau jika seorang tentara menembak, maka kasus tersebut harus dibawa ke pengadilan. Sah tidaknya tindakan itu akan diputuskan oleh pengadilan,” tegas Soleman.

Diketahui, extrajucidial killing adalah pembunuhan yang disengaja terhadap seseorang tanpa otoritas hukum yang sah dan tanpa melalui proses peradilan formal. Wakil Dekan Fakultas Hukum Unpas Dewi Asri Yustia menyebut, dalam kasus extrajudicial killing yang terjadi bukan hanya hilangnya hak atas hidup seseorang akibat perbuatan aparat negara dalam hal ini petugas penegak hukum. “Tetapi juga hak orang yang dibunuh tersebut untuk memperoleh jaminan asas praduga tidak bersalah. Nah, seluruh hak asasi korban telah hilang,” kata Dewi.

Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simandjutak sependapat jika kasus pembunuhan terhadap Joshua ditindaklanjuti dengan penyidikan lanjutan oleh kejaksaan. Sebab, berkas perkara ini sudah bolak balik dari kejaksaan ke kepolisian. “Berkali-kali dinilai tidak lengkap. Ini artinya ada masalah sedari awal penyidikan. Ke depan, saya berharap agar ketika kepolisian memulai penyidikan, bukan sekadar mengirim SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), tetapi juga berkomunikasi dan berkordinasi secara intensif,” ucap Barito.

Di kesempatan yang sama, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep Nana Mulyana yang hadir dalam diskusi mengatakan, extrajudicial killing adalah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang perlu ditangani secara luar biasa. “Kejahatan ini merupakan kejahatan luar biasa. Bahkan dalam proses pengusutannya kasus seperti ini tidak mengenal kadaluarsa. Untuk kejahatan ini juga tak berlaku ketentuan non-retroaktif.”

415