Home Nasional Ombudsman RI: Disharmoni Regulasi Bikin Produk Impor Hortikultura Tertahan di Tanjung Priok

Ombudsman RI: Disharmoni Regulasi Bikin Produk Impor Hortikultura Tertahan di Tanjung Priok

Jakarta, Gatra.com – Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menemukan adanya disharmoni regulasi di antara tiga temuan dan pendapat dari tertahannya produk impor hortikultura pada 19 September 2022 lalu di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (26/09).

Tiga temuan dan pendapat tersebut antara lain disharmoni regulasi kebijakan impor produk hortikultura, kekeliruan dalam penahanan dan penolakan produk impor hortikultura dan inkonsistensi pelaksanaan pemeriksaan produk impor hortikultura dari border ke post border. Salah satunya yang akan dibahas adalah disharmoni regulasi.

“Meskipun solusi sudah diambil, barang masih belum dilepas,” ujar Yeka dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan “Dugaan Maladministrasi dalam Penahanan dan Penolakan Produk Impor Hortikultura” pada Senin (26/09) secara offline di Gedung Ombudsman RI dan online melalui Zoom Meeting dan siaran resmi YouTube Ombudsman RI.

Baca juga1,4 Juta Kg Produk Impor Hortikultura Tertahan di Pelabuhan, Imbas Kemendag dan Kementan Beda Kebijakan

Selanjutnya, Yeka mengajak para awak media untuk melihat peti kemas yang berisi produk impor hortikultura ke Pelabuhan Tanjung Priok.

Pertama-tama, sejak diundangkannya UU Cipta Kerja, semua regulasi yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja wajib patuh dan tunduk pada ketentuan yang termuat terlepas dari tujuannya untuk mendorong investasi.

Kementerian Perdagangan menanggapi ketentuan UU Cipta Kerja tentang kebijakan impor hortikultura dengan mengeluarkan Permendag 20/2021 juncto Permendag 25/2022, sementara Kementerian Pertania belum menanggapi ketentuan UU Cipta Kerja tentang kebijakan impor hortikultura dengan tetap berpegang pada Permentan 39/2019 juncto Permentan 2/2020.

Baca jugaProduk Hortikultura Tertahan, Ombudsman Sidak ke Pelabuhan Tanjung Priok

Selanjutnya, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) memiliki tujuan yang baik dan penting, akan tetapi RIPH tidak memiliki legal standing yang kuat karena dalam PP Nomor 26/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Pertanian tidak mengatur ketentuan mengenai rekomendasi impor produk hortikultura apabila Neraca Komoditas belum tersedia.

Dampak dari disharmoni peraturan perundang-undangan menyebabkan terjadinya perbedaan penafsiran dalam pelaksanaan RIPH, timbulnya ketidakpastian hukum, peraturan perundang-undangan tidak terlaksana secara efektif dan efisien serta terjadinya disfungsi hukum.

254