Home Ekonomi Rupiah Jeblok, Ledakan Jembatan Krimea Jadi Salah Satu Pemicunya, Kenapa?

Rupiah Jeblok, Ledakan Jembatan Krimea Jadi Salah Satu Pemicunya, Kenapa?

Jakarta, Gatra.com - Rupiah dalam perdagangan sore ini ditutup jeblok ke 68 poin, meski sebelumnya sempat melemah 70 poin di level Rp15.319 dari penutupan sebelumnya di level Rp15.251.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengungkapkan, beberapa penyebab lemahnya rupiah pada penutupan hari ini. Ia menyebut, salah satunya dipengaruhi oleh kekhawatiran eskalasi dalam perang Rusia-Ukraina tumbuh setelah ledakan jembatan kunci antara Rusia dan Krimea. Presiden Putin cenderung menyalahkan Ukraina atas kejadian tersebut, memicu konflik geopolitik di kawasan Eropa kembali bergejolak

"Kekhawatiran atas ketidakstabilan geopolitik di Eropa dan Asia mendorong perdagangan safe haven beralih ke dolar," ujar Ibrahim dikutip dari keterangannya, Senin (10/10).

Selain itu, Dolar Amerika Serikat (USD) menguat terhadap mata uang lainnya pada Senin ini setelah laporan pekerjaan AS yang kuat memberi Federal Reserve (The Fed) beberapa alasan untuk melunakkan retorika hawkish-nya.

Adapun Ibrahim mengungkapkan data departemen tenaga kerja AS menunjukkan nonfarm payrolls naik lebih dari yang diharapkan pada September 2022 ini. Hal itu mendorong angka pengangguran di AS pada September juga turun dari Agustus.

Laporan tersebut, menurut Ibrahim menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap tangguh sehingga memberi The Fed cukup ruang untuk terus mengetatkan kebijakan dengan tajam karena berjuang untuk memerangi inflasi.

"Pasar memperkirakan kemungkinan 81 persen, bahwa bank sentral (The Fed) akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin bulan depan," katanya.

Selain itu, Ibrahim melanjutkan, pelemahan Rupiah hari ini juga dipengaruhi ketegangan di semenanjung Korea juga meningkat pasca-penembakan dua rudal balistik oleh Korea Utara pada hari Minggu ke wilayah Jepang.

Ia pun memprediksi, pada perdagangan besok, mata uang Rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.300 - Rp15.360.

Sebagai antisipasi krisis ekonomi akibat fluktuasi Rupiah pada pasar uang, pemerintah berupaya menjaga kestabilan harga, serta memberikan bantuan sosial ke masyarakat dan UMKM untuk menguatkan konsumsi dalam negeri.

Menurut Ibrahim, langkah pemerintah tepat dalam menyikapi gejolak global dengan menjaga kestabilan harga serta memberikan bantuan sosial (bansos) pada masyarakat.

"Solusi untuk bertahan dari badai ekonomi global adalah dengan menjaga daya beli masyarakat. Hal itu disebabkan ekonomi Indonesia lebih banyak ditopang oleh konsumsi rumah tangga dalam negeri," imbuhnya.

Ia menjelaskan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebanyak 50 persen ditopang dari konsumsi rumah tangga. Sebelumnya, pemerintah telah memberikan tiga jenis tambahan bantalan sosial dengan total anggaran sebesar Rp 24,17 triliun, berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan penggunaan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) oleh Pemerintah Daerah.

Meski demikian, Ibrahim menekankan pentingnya keberpihakan pada dana bantuan sosial di tahun mendatang. Pemerintah perlu melakukan realokasi anggaran untuk kepentingan bansos, terutama dari anggaran sektor pertahanan tahun depan yang dinilai Ibrahim masih terlalu besar. Hal itu mengingat tantangan ekonomi global diprediksi akan semakin berat ke depan.

"Ini harus diimbangi dengan alokasi bansos di APBN 2023 mendatang, karena strategi pemberian bansos oleh pemerintah akan sangat berguna dalam menjaga daya beli masyarakat," ungkapnya. .

97