Home Hukum Legislator Ingatkan Kejagung Tak Tebang Pilih soal Kasus Impor Baja

Legislator Ingatkan Kejagung Tak Tebang Pilih soal Kasus Impor Baja

Jakarta, Gatro.com – Anggota Komisi III DPR, Johan Budi SP, mengingatkan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak tebang pilih dalam mengusut kasus dugaan korupsi impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya tahun 2016–2021.

“Setiap penegak hukum dalam kasus apa saja, penegak hukum termasuk Kejaksaan harus tidak tebang pilih,” kata Johan pada Senin (10/10).

Johan meminta agar Jaksa Agung ST Burhanuddin dan jajarannya, mengusut tuntas semua pihak yang diduga terlibat sesuai fakta penyidikan untuk dimintai pertanggungjawaban hukum.

Ia menyampaikan, proses penyidikan semua kasus, khususnya kasus-kasus besar yang menyita perhatian publik harus diungkap secara transparan dan menyeret semua pelaku yang diduga terlibat.

“Tentu penegak hukum yang paling tahu sejauh mana kasus-kasus itu ada barang buktinya untuk pembuktian di pengadilan,” ujarnya.

Agar proses penyidikan tersebut berjalan objektif, Johan mengingatkan Jaksa Agung dan jajarannya jangan sampai ada oknum-oknum jaksa yang melindungi oknum pejabat di Kemdag agar tidak tersentuh hukum.

Baca Juga: Kejagung Harus Usut Tuntas Kasus Impor Baja

“Jaksa Agung tidak boleh menolerir jika ada oknum jaksa yang nakal main proyek atau sejenisnya harus ditindak tegas,” ujar mantan juru bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Senada dengan Johan, pengamat hukum dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta, Ismail Rumadan, kepada wartawan menyampaikan, Kejagung tidak boleh diskriminatif dalam menegakkan hukum.

“Korupsi tidak akan pernah tuntas jika aparat penegak hukum hanya menyisir para pelaku level bawah saja, sementara oknum pelaku level atas tidak pernah tersentuh,” katanya.

Ia menyampaikan, tindak pidana korupsi biasanya melibatkan banyak pihak dan tidak kecul kemungkinan hanya dilakukan oleh pihak di level yang paling bawah di suatu institusi atau lembaga, khusunya terkait kebijakan yang strategis.

“Oleh karena itu tidak mingkin oknum level bawah itu bekerja sendiri, apalagi dalam kasus impor besi dan baja ini tidak mungkin pihak pimpinan level atas tidak mengetahuinya,” kata dia.

Menurutnya, kasus dugaan korupsi impor besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya yang tenga disidik Kejagung ini merupakan kasus besar dan memerlukan penanganan yang serius.

“Kasus korupsi yang serius dan sering terjadi di Kementrian Perdagangan, maka Presiden harus memiliki perhatian khusus dengan memerintahkan Kejaksaan Agung agar tegas dalam membongkar kasua ini,” katanya.

Seblumnya, Ketua Harian DPP Gerakan Indonesia Anti Korupsi (GIAK), Jerry Massie, meminta Kejagung memanggil pihak-pihak dalam kasus ini tersebut, termasuk mantan Direktur Impor Kementerian Perdagangan (Kemendag), VA.

Pasalnya, sesuai dokumen yang beredar, lanjut dia, yang bersangkutan diduga menandatangani surat izin impor besi dan baja tujuh perusahaan importir yang kini diduga bermasalah.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah, kepada wartawan mengatakan bahwa pihaknya akan mengecek dugaan keterlibatan yang bersangkutan. Ia menegaskan, akan memeriksa semua pihak yang diduga terlibat. Menurutnya, penyidikan kasus ini masih terus berjalan.

Dalam kasus dugan korupsi impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya tahun 2016–2021, Kejagung telah menetapkan 9 tersangka, terdiri dari 3 tersangka individu dan 6 tersangka korporasi.

Ketiga tersangka individun tersebut, yakni Kasubag Tata Usaha pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kemendag, Tahan Banurea (TB); Manajer PT Merseti Logistik Indonesia, Taufiq; dan pemilik atau owner PT Meraseti Logistic Indonesia, PT Meraseti Transportasi Indonesia, PT Meraseti Maritim Indonesia, PT Meraseti Digital Kreatif, PT Meraseti Konsultama Indonesia, PT Meraseti Bakti Nusantara, PT Meraseti Anugerah Utama, dan PT Meraseti lainnya, Budi Hartono Linardi (BHL).

Adapun 6 tersangka korporasi, yaitu PT Bangun Era Sejahtera (PT BES), PT Duta Sari Sejahtera (PT DSS), PT Inti Sumber Bajasakti (PT ISB), PT Jaya Arya Kemuning (PT JAK), PT Perwira Adhitama Sejati (PT PAS), dan PT Prasasti Metal Utama (PT PMU).

Kronologi singkat peristiwa pidana kasus korupsi impor besi atau baja ini, yakni sejak 2016–2021, ada 6 perusahaan mengimpor baja paduan menggunakan Surat Penjelasan (Sujel) atau pengecualian perizinan impor (tanpa PI & LS).

Sujel tersebut diterbitkan oleh Direktur Impor/Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI (Dirjen Daglu Kemendag RI) atas dasar permohonan dari importir dengan alasan untuk digunakan dalam rangka pengadaan material konstruksi proyek pembangunan jalan dan jembatan dengan dalih ada perjanjian kerja sama dengan perusahaan BUMN.

Adapun BUMN yang disebut melakukan perjanjian kerja sama tersebut adalah PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya, dan PT Pertamina Gas (Pertagas). Padahal, keempat BUMN ini tidak pernah melakukan kerja sama pengadaan material (besi, baja, baja paduan) dengan 6 importir tersebut sebagaimana disebutkan dalam permohonan maupun Sujel yang diterbitkan oleh Dirjen Daglu Kemendag RI.

”Diduga 6 importir tersebut juga melakukan impor baja paduan dengan menggunakan Sujel l tanggal 26 Mei 2020 dengan alasan untuk keperluan proyek pembangunan jalan dan jembatan, padahal dalam kenyataannya proyek jalan dan jembatan yang dimaksud sudah selesai dibangun pada tahun 2018,” ujarnya.

Kedua, selaku Kasi Barang Aneka Industri Periode 2018–2020 pada Direktorat Impor Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, memproses draf persetujuan impor besi baja, baja paduan, dan turunannya yang diajukan pelaku usaha atau importir.

“Setelah ada disposisi Kasubdit Barang Aneka Industri dan Bahan Baku Industri, kemudian Kasi melakukan pengecekan terhadap permohonan yang masuk serta menyiapkan draf jawaban,” ujarnya.

Selanjutnya, Kasi memberikan paraf pada draf Sujel dan melakukan pengecekan secara berjenjang sampai dengan Direktur kemudian diajukan ke Dirjen Daglu Kemendag untuk dilakukan pengesahan atau tanda tangan, selanjutnya dikirimkan kepada pelaku usaha atau importir.

Tahan Banurea pernah diajak oleh Kasubdit Barang Aneka Industri (MA) untuk mengetik konsep Sujel yang disampaikan secara langsung atau lisan oleh Dirjen Daglu (IWW) perihal penjelasan pengeluaran barang.

“Mengenal dan pernah bertemu dengan BHL karena dikenalkan oleh Alm. Chandra di lobby Kementerian Perdagangan RI tahun 2018,” katanya.

Kemudian, tersangka Tahan Banurea pernah menjadi Kepala Seksi Hasil Kayu dan Produk Kayu Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Direktorat Jendral Perdagangan Luar Negeri Kemendag periode 2020–Februari 2022, dan saat ini tersangka menjabat sebagai Analis Perdagangan Ahli Muda pada Direktorat Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag periode Februari 2022 sampai dengan sekarang.

Adapun peran tersangka Taufiq adalah bekerja sama dengan Budi Hartono Linardi mempersiapkan uang. Uang tersebut kemudian diserahkan kepada Taufiq untuk diberikan kepada tersangka Tahan Banurea.

Tersangka Taufiq memberikan sejumlah uang kepada tersangka Tahan Banurea guna memperlancar pengurusan pembuatan Surat Penjelasan (Sujel) di Direktorat Impor pada Kemendag.

Selain itu, tersangka Taufiq juga merupakan orang yang diduga memalsukan Sujel di Jl. Pramuka Jakarta. Setelah itu, tersangka Taufiq menyerahkan surat yang dipalsukan tersebut kepada Budi Hartono Linardi untuk dipergunakan oleh Budi Hartono Linardi melakukan importasi besi atau baja, baja paduan, dan produk turunannya.

“Tersangka T [Taufiq] adalah orang yang berperan aktif untuk melakukan pendekatan dan pengurusan surat penjelasan melalui tersangka TB [Tahan Banurea] di Direktorat Impor pada Kementerian Perdagangan RI,” katanya.

Sedangkan tersangka Budi Hartono Linardi mempunyai sejumlah peran, yakni pada kurun waktu antara tahun 2016–2021, ke-6 korporasi, masing-masing PT BES, PT DSS, PT IB, PT JAK, PT PAS, dan PT PMU mengajukan importasi besi atau baja dan baja paduan melalui Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) PT Meraseti Logistik Indonesia miliknya.

Untuk meloloskan proses impor tersebut, tersangka Budi Hartono Linardi dan tersangka Taufiq mengurus Surat Penjelasan (Sujel) di Direktorat Impor pada Dirjen Daglu Kemendag RI dengan menyerahkan uang dengan jumlah tertentu kepada almarhm C, ASN Direktorat Ekspor Kemendag RI.

Menurut Ketut, setiap pengurusan 1 Surat Penjelasan, tersangka Taufiq menyerahkan secara tunai uang tersebut yang dilakukan secara bertahap di Apartemen Woodland Park Residence Kalibata milik C. Tersangka Taufiq juga menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada tersangka Tahan Banurea di gedung belakang Kemendag RI.

Bahwa Sujel yang diurus oleh tersangka Budi Hartono Linardi dan Taufiq dipergunakan untuk mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan dari pelabuhan atau dari Wilayah Pabean seolah-olah impor tersebut untuk kepentingan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikerjakan oleh perusahaan BUMN, yaitu PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Nindya Karya (Persero), dan PT Pertamina Gas (Pertagas).

“Dengan Sujel tersebut, maka pihak Bea dan Cukai mengeluarkan besi atau baja dan baja paduan yang diimpor oleh ke-6 korporasi,” ujarnya.

Berdasarkan Sujel yang diterbitkan Direktorat Impor pada Ditjen Daglu Kemendag, maka importasi besi atau baja dan baja paduan dari China yang dilakukan oleh ke-korporasi dapat masuk ke Indonesia melebihi dari kuota impor dalam Persetujuan Impor (PI) yang dimiliki ke-6 korporasi.

Setelah besi atau baja dan baja paduan masuk ke wilayah Indonesia, kemudian oleh ke-6 korporasi dijual ke pasaran dengan harga yang lebih murah daripada produk lokal sehingga produk lokal tidak mampu bersaing. Perbuatan ke-6 korporasi tersebut menimbulkan kerugian Sistem Produksi dan Industri Besi Baja Dalam Negeri (Kerugian Perekonomian Negara).

Kejagung telah menahan tersangka Tahan Banurea, Taufiq, dan Budi Hartono Linardi. Penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan kasus dugaan korupsi yang membelit mereka.

Kejagung menyangka Tahan Banurea melanggar sangkaan Kesatu, Primair; yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.

Subsidiair, Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuataan tersebut atau melanggar sangkaan Kedua, yakni Pasal 5 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Atau melanggar sangkaan Ketiga, Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga: Kejagung Periksa Dirut PT Mitra Logam Pratama soal Impor Baja

Sedangkan tersangka Taufiq dan Budi Hartono Linardi, Kejagung menyangkakan melanggar sangkaan Kesatu, Primair; Pasal 2 Ayat (1) jucto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kesatu, Subsidiair; Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Atau melanggar sangkaan Kedua, yakni Pasal 5 Ayat (1) huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Perbuatan tersangka Taufiq dan Budi Hartono Linardi itu atau melanggar sangkaan Ketiga, yakni Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan terhadap keenam tersangka korporasi, Kejagung menyangka mereka melanggar sangkaan Pertama, Primair; Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kesatu, Subsidair; Pasal 3 Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sangkaan Kedua, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

160