Home Hukum Tiga Komisioner LMKN Jilid II Gugat Dasar Pelantikan

Tiga Komisioner LMKN Jilid II Gugat Dasar Pelantikan

Jakarta, Gatra.Com – Tiga komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Jilid 2, Marulam Juniasi Hutauruk, Rien Uthami Dewi, dan Rapin Mudiardjo menggugat Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Nomor: M.HH-02.KI.01.04.01 Tahun 2022.

Marulam di Jakarta, Selasa (18/10), menyampaikan, pihaknya menggugat SK tentang Penetapan Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pencipta dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pemilik Hak Terkait di Bidang Lagu dan atau Musik tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Ia menjelaskan, pihaknya mendaftarkan gugatan tersebut diwakili tim kuasa hukum yang tergabung dalam Koalisi Pembela Insan Musik Indonesia (KLaSIKA) pada Rabu (31/8/2022) karena SK pengangkatan itu diduga melanggar berbagai ketentuan hukum dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, yang berujung pada carut marutnya pengelolaan royalti musik di Indonesia.

“Menteri ini melanggar hukum prosedural dan juga hukum materiil yang seharusnya tidak boleh ia langgar. Cara-cara yang tidak mengindahkan hukum adalah bentuk kesewenang-wenangan,” ujarnya.

Marulam menyampaikan, sebagai praktisi hukum, pihaknya tentu mempunyai beban moral untuk meluruskan hukum dan menguji apakah keputusan Menkum HAM tersebut apakah telah sesuai dengan hukum atau tidak.

“Jangan membuat eksperimen yang tidak perlu mengenai collection royalti public performance, padahal kita tahu adanya conflict of interest yang pasti akan terjadi bila LMK-LMK tidak dapat mempertanggungjawabkan hitungan distribusi royaltinya kepada si pemilik hak, kan?” ujarnya.

Baca Juga: LMKN Bersama Polri Tegakkan Hukum Hak Cipta

Adapun tim kuasa hukum KLaSIKA ini terdiri dari advokat dari beberapa kantor hukum, mereka adalah Sabar Simamora, S. H., Fredrik J. Pinakunary, S.E., S.H., Iwan Sunaryoso, S.H., Wide Afriandy, S.H., dan Arman Priyo Prasojo, S.H., M.H.

Fredrik menyampaikan, tim kuasa hukum meminta Menkumham sebagai pejabat tata usaha negara, bertanggungjawab atas akibat hukum yang ditimbulkan dari penerbitan objek sengketa tersebut, berupa pemberhentian Komisioner LMKN Jilid 2 tanpa penjelasan dan jauh dari kata cermat.

Pihaknya menilai bahwa SK tersebut diduga sarat dengan benturan kepentingan (conflict of interest) telah melahirkan keadaan baru berupa pengangkatan Komisioner LMKN 2022–2025. Padahal, Peraturan Menteri (Permen) Nomor 36 Tahun 2018 dan atau SK Pengangkatan Komisioner LMKN Jilid 2 ternyata masih berlaku karena belum pernah dicabut oleh Menkumham.

“Dengan masih berlakunya SK Pengangkatan Komisioner LMKN Jilid 2, seharusnya Menteri Hukum dan HAM tidak bertindak ceroboh, tindakan mana terlanjur terjadi,” ujar Fredrik.

Menurutnya, kerusakan reputasi komisioner LMKN jilid 2 telah terjadi karena dipecat tanpa diadili oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang seharusnya mengedepankan hukum dan hak asasi manusia, dalam hal ini hak asasi komisioner LMKN jilid 2.

Tim kuasa hukum juga menilai bahwa pelanggaran prosedur jelas dilakukan oleh Menkumham sehingga pemberhentian Komisioner LMKN Jilid 2 telah dieksekusi secara sewenang-senang. Berdasarkan Permen 36 Tahun 2018, ada alasan-alasan yang tegas dan jelas yang seharusnya diberikan Menkumham ketika hendak memberhentikan Komisoner LMKN Jilid 2 sebelum masa kerjanya berakhir.

Dalam gugatan yang telah diajukan, Komisioner LMKN Jilid 2 meyakini adanya bentuk kesengajaan dalam bentuk constructive fraud terdiskripsikan dengan berbagai mislead atau deceive another.

Fakta membuktikan, kata Fredrik, SK Pengangkatan Komisioner LMKN 2022–2025 tersebut telah dibuat dengan mengundang banyak pihak terkait, namun Komisioner LMKN Jilid 2 tidak pernah diundang untuk didengarkan penjelasannya, atau setidak-tidaknya dijelaskan apa saja kesalahan mereka yang menjadi penyebab pemberhentian premature karena belum waktunya berakhir. Padahal, Komisoner LMKN Jilid 2 adalah pihak yang langsung terkena dampak penerbitan SK dimaksud.

Setelah Menkumham menerbitkan SK Pengangkatan Komisioner LMKN 2022-2025, Komisoner LMKN Jilid 2 pun mengirimkan keberatan kepada yang bersangkutan sesuai dengan prosedur hukum yang harus dilaksanakan sehubungan dengan urusan administrasi pemerintahan, berdasarkan UU Administrasi Pemerintahan.

Namun demikian, sangat disayangkan bahwa Menkumham selaku Pejabat TUN pun bergeming untuk melaksanakan kewajiban hukumnya sesuai dengan UU Administrasi Pemerintahan.

“Tata kelola royalti musik di Indonesia harus kita dudukkan dalam kerangka hukum yang benar sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya.

Baca Juga: LMKN-LMK Deklarasikan Sistem Penghimpunan Royalti Satu Pintu

Menurut Fredrik, tidak boleh ada kesewenangan dan kedzaliman oleh siapa pun, termasuk Menkumham, mengingat apa yang menjadi amanah dari LMKN sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemungutan royalti musik tidaklah mudah dan harus dilakukan dengan usaha terbaik (best effort) demi kepentingan para pemangku kepentingan (stake holders) yang berhak.

Berdasarkan alasan-alasan itu, kata tim kuasa hukum, para Komisioner LMKN Jilid 2 mengajukan gugatan agar PTUN mengeluarkan putusan yang menyatakan bahwa Menkum HAM telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM.

“Tidak memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan ketentuan hukum dan yang tak kalah pentingnya adalah telah melanggar Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik,” katanya.

Sebelumnya, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly dilansir dari laman Kemenkumham, menyampaikan, pelantikan komisioner LMKN periode 2019-2024 mempunyai peranan penting. LMKN membantu menyejahterakan para pemilik hak cipta dan hak terkait, khususnya di bidang lagu dan musik.

"Saya percaya secara bertahap dana-dana royalti yang dikoleksikan oleh LMKN ini akan betul-betul menyejahterakan para pencipta dan pemilik hak terkait dan menolong tumbuhnya kreativitas baru, mendorong anak-anak bangsa untuk mencipta," ujarnya.  

552