Home Milenial Mengejar Transisi Energi Sektor Industri

Mengejar Transisi Energi Sektor Industri

Jakarta, Gatra.com - Penggunaan bahan bakar fosil sektor industri mencapai 80 persen. Perlu koordinasi Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mempercepat dekarbonisasi.

Pemerintah terus mendorong seluruh sektor termasuk industri melakukan transisi energi ke energi ramah lingkungan. Selama ini sektor industri mengkonsumsi sekitar 37 persen energi nasional atau mencapai 2,4 terajoule (TJ).

Indonesia menargetkat nol emisi karbon atau net zero emission (NZE) pada 2060. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah mendorong para pemangku kepentingan mengembangkan energi baru terbarukan.

"Dalam mendukung target nol emisi, hal pertama kami yang akan lakukan adalah konservasi energi sebelum nantinya bertransisi ke EBT (energi baru terbarukan)," kata Analis Kebijakan Madya Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Sri Gadis Paribekti dalam Tempo Energy Day 2022 bertajuk Landscape Industri Menuju NZE, Kamis, 20 Oktober 2022.

Sri mengatakan melalui konservasi tersebut, pemerintah akan mengkaji bagaimana mendukung efisiensi energi. Ada delapan subsektor konservasi yang diutamakan melakukan konservasi energi, yaitu industri semen, pupuk, kertas, kaca, kimia, tekstil, makanan, dan minuman.

Program lain yang dilakukan Kementerian Perindustrian adalah restrukturisasi, seperti dalam industri tekstil, alas kaki, dan gula. Dengan teknologi baru yang ramah lingkungan, kata dia, itu akan mengurangi penggunaan emisi karbon.

Kementerian juga mengembangkan sistem informasi industri nasional (Sinas) yang berfungsi menghimpun seluruh informasi penting terkait perindustrian. Sinas memungkinkan pemerintah memantau energi yang dikonsumsi maupun yang dikeluarkan oleh industri.

Industri saat ini menerapkan sistem manajemen energi berbasis ISO 5000:1. Upaya ini dilakukan untuk meningkatkan penyusunan pedoman konservasi agar proses efisiensi energi dapat dilakukan.

Strategi lainnya adalah menunjang ketenagalistrikan nasional, seperti melalui pengembangan mobil listrik maupun komponen-komponen pendukungnya. Pengembangan peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor atau Kendaraan listrik berbahan bakar baterai (KBLBB) juga tengah digalakkan.

Sri berujar kini beberapa industri sudah menggunakan pembangkit listrik tenaga surya atau PLTS. Untuk sektor pertanian atau agro, menurut Sri, hampir semua sudah menggunakan energi biomasa. Selanjutnya, Kemenperin akan mendorong industri menggunakan bahan bakar nabati B30, B100 hingga dimungkinkan tercapainya target nol emisi karbon pada 2060.

Ketua Kadin Net Zero Hub, Muhammad Yusrizki, berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 80 persen konsumsi energi berasal dari fosil. Sisanya sebanyak 20 persen berasal dari kelistrikan.

Menurut dia, 80 persen energi yang digunakan itu dalam bentuk heat atau thermal berasal dari gas, batu bara, dan diesel. Untuk mencapai target nol emisi karbon, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Energi perlu berkoordinasi untuk membahas dekarbonisasi industri. “Karena dekarbonisasi masih difokuskan ke sektor kelistrikan,” ujar Yusrizki.

Ia mengungkapkan selama ini pembicaraan mengenai transisi energi masih didominasi oleh sektor kelistrikan. Padahal, menurut dia, ada tugas yang sama besarnya yakni dekarbonisasi industri. Ia merujuk pada Nationally Determined Contribution atau NDC.

Dalam NDC, kata Yusrizki, bisa melihat lebih banyak diskusi dekarbonisasi sektor power atau sektor kelistrikan dibandingkan dekarbonisasi industri. "Artinya perhatian kita terhadap dekarbonisasi industri ini harus lebih ditingkatkan," ucapnya.

Padahal, menurut dia, emisi yang dihasilkan industri itu salah satu yang terbesar. Ia bahkan memperkirakan totalnya sebanyak 30 persen dari emisi global.

Yusrizki mengatakan sejumlah perusahaan global seperti Adidas, Nike, Uniqlo sudah menerapkan komitmen NZE dengan menandatangani UN Fashion Charter. Komitmen tersebut salah satunya berisi produksi fesyen pada 2025 tidak diproduksi dari listrik berbahan bakar fosil.

Jika sektor industri tidak segera mengantisipasi, maka Indonesia akan kehilangan industri garmen dengan 34 juta pekerjan. “Ekspor sebesar US$ 15-17 miliar per tahun akan terancam dan pelan-pelan pindah ke luar negeri. Kompetisi industri di Indonesia masih keteteran,” kata Yusrizki.

Chief Sustainability Officer APP Sinar Mas, Elim Sritaba, Sinar Mas berkominten menuju nol emisi karbon pada 2060. Bahkan, perseroan berharap target dapat tercapai sekitar tahun 2050. "Kami membuat path way, mulai 2030 kami ingin menurunkan carbon footprint sekitar 30 persen," ucapnya.

Dalam jangka pendek, Sinar Mas tengah mengukur efisiensi energi yang dipakai selama proses produksi. Hasilnya, intensitas energi yang digunakan memang harus dijaga dan diturunkan agar tetap di level yang optimum dan efisien. Karena itu, Sinar Mas meningkatkan sumber energi baru terbarukan di dalam proses produksi sendiri.

Elim menjelaskan energi yang digunakan berasal dari proses internal dan biomasa sebanyak 56 persen. Namun, untuk sepenuhnya beralih ke energi terbarukan perlu ada kerja sama dengan seluruh pemangku kebijakan terkait.

“Khususnya soal infrastruktur kelistrikan yang sedang disorot investor maupun pasar. Sebab, kandungan emisi dalam sistem kelistrikan Indonesia masih sangat tinggi yaitu 800 gram per kilowatt hour,” kata dia.

Elim menuturkan transmisi menuju nol emisi karbon menjadi semakin penting karena pasar dari produk Sinar Mas meliputi 150 negara, yang memiliki perhatian tinggi terhadap energi ramah lingkungan. Ditambah kerja sama yang telah terjalin dengan perusahaan-perusahaan yang berkomitmen terhadap misi nol emisi karbon.

Adapun Public Affairs Manager Multi Bintang Indonesia, Agam Subarkah mengungkapkan memiliki target ambisius NZE dapat dilakukan pada 2030. “Bahkan komitmen untuk 100 persen energi baru terbarukan itu bisa mulai 2025 jadi sejak tahun tersebut all supply change di Multi Bintang ini harus menggunakan EBT,” ujarnya.

Sebagai perusahaan yang operasionalnya membutuhkan energi panas, Multi Bintang Indonesia tengah mensiasatinya dengan menggunakan biomasa yang berasal dari sekam padi. Hal itu sudah dilakukannya dengan capaian 28 persen. “Sekarang sedang proses pembangunan di Tangerang dari semua target energi kami 64 persen dengan menggunakan limbah sekam padi,” papar Agam.

Sementara itu, Direktur Human Capital Sritex Group, Bagus Wiratama mengakui produksi garmen membutuhkan panas batu bara mencapai konsumsi sebesar 80 persen. Konsumsi listrik mencapai 70 persen sebagian besar digunakan untuk proses pembuatan benang, kain mentah, kain jadi, garmen sampai finishing.

Meski begitu, ia menargetkan NZE 100 persen dapat diterapkan pada 2030. Caranya dengan melakukan shifting yang sudah berjalan, dilanjutkan dengan penggunaan lampu LED dan instalasi rooftop transparan.

Sekjend DPP Apkasindo, Rino Afrino, menyatakan target penurunan NZE bisa dilakukan dengan penggunaan pupuk kimia yang tepat guna dan tepat dosis. Penggunaan berlebih akan memberikan dampak pada lahan gambut.

Adapun dari aspek industri kelapa sawit, penggunaan teknologi metan capture bermanfaat untuk menangkap limbah kolam sawit dapat dikonversi menjadi energi listrik. Termasuk cangkang sawit yang dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik sebagai pengganti energi fosil.

“Terakhir program B30 ini program fenomenal pada 2021. Sebanyak 9,5 juta sudah disumbangkan sawit dalam campuran solar,” kata Rino.

KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR