Home Ekonomi Stok Beras Bulog Menipis, Kementan Singgung Wacana Wilmar Bangun Pabrik Beras Baru di Sumsel

Stok Beras Bulog Menipis, Kementan Singgung Wacana Wilmar Bangun Pabrik Beras Baru di Sumsel

Jakarta, Gatra.com - Kepala Bagian Evaluasi Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Batara Siagian ragu soal stok beras yang defisit di akhir tahun. Sebelumnya, dikabarkan stok cadangan beras pemerintah (CBP) akhir tahun ini menipis hingga di bawah 1 juta ton.

Menurut Batara, ketersediaan beras di petani dan penggilingan melimpah. Ia merujuk pada lini bisnis Wilamar Group yang bermain di komoditas beras di Ngawi, Jawa Timur.

"Kalau Wilmar Grup, beras di sana itu ditakuti, artinya apa? Ya ditakuti penggilingan," ujar Batara dalam diskusi publik Pataka Channel secara virtual, Selasa (25/10).

Adapun yang menjadi persoalan pemerinatah sulit menyerap beras, menurut Batara karena para swasta seperti Wilmar berani membeli hasil panen petani dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga pembelian Bulog. Terlebih, pada saat musim gadu kualitas gabah petani sedang bagus-bagusnya.

"Kalau petaninya senang harganya tinggi," sebut Batara.

Selain itu, Batara semakin yakin bahwa ketersediaan gabah petani di lapangan melimpah karena wacana Wilmar Grup ingin membangun pabrik beras di Sumatera Selatan, seperti halnya pabrik di Ngawi, Jawa Timur. Ia pun membandingkan dengan Bulog yang sama-sama bekerja dengan skema modal perbankan.

"Artinya pelaku usaha swasta yang notabenenya kerjanya bank, masih bisa main. Berarti apa? barang (beras) ada Pak. Kalau nggak ada, nggak mungkin dia bangun pabrik di sana. Ini masih gosip ya, saya belum tahu nih. Tapi saya dapat kabarnya sedang bangun pabrik seperti di Ngawi," ungkapnya.

Seandainya defisit, Batara menyebut, seharusnya stok beras dari hasil produksi sebelumnya dapat menutupi kebutuhan 2-3 bulan ke depan.

"Kok di pemerintah itu diskusinya panjang sedangkan ada orang memainkan peranan yang simpel tapi dia paling ditakuti di daerah Ngawi sana," ucapnya.

Selain itu, dari sisi penjualan beras di pasar retail, menurut Batara produk Wilmar dengan merek beras Sania masih bisa bersaing di pasaran dengan ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk jenis beras premium. Adapun berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 tahun 2017 menetapkan HET beras premium berkisar Rp12.800 - Rp13.600 per kilogram tergantung wilayah.

"Sania itu pak, main di retail nggak saya temukan harganya melebihi aturan HET, tetap saja kalau saya liat di supermarket dia premium harganya premium, jadi itu sudah kemasan. Kemasan itu kan biayanya sudah nambah. Kemasannya, biaya capnya, jadi saya nggak mau mengkritisi siapapun," ucapnya.

Sebelumnya, Direktur utama Perum Bulog, Budi Waseso mengungkapan lonjakan harga beras saat ini disebabkan oleh permainan perusahaan swasta. Pria yang akrab disapa Buwas itu menyebut, pertumbuhan perusahaan swasta yang memproduksi beras dengan teknologi tinggi semakin menjamur hingga berani mengendalikan harga beras di masyarakat.

"Mereka (swasta) menguasai dan sampai hari ini tidak ada pengendalian mereka yang merusak harga di lapangan," ungkap Buwas saat memantau ketersediaan dan harga beras di Pasar Induk Cipinang, Senin (3/10).

Menurut Buwas, kapasitas negara dalam hal ini Bulog untuk menyerap dan mengendalikan harga beras di masyarakat masih kalah bersaing dengan swasta.

Ia menjelaskan, swasta hingga kini tidak memiliki batasan dalam menyerap gabah petani dengan harga setinggi-tingginya.

"Sementara Bulog itu membeli atau mengadakan pengadaan cadangan beras pemerintah sudah ada ketentuannya, dibatasi harga pembeliannya dan harga pasarnya jg dibatasi," jelas Buwas.

 

463