Home Nasional Eks Penasihat KPK: Pembenahan Polri Dilakukan melalui Audit dan Pengawasan Eksternal

Eks Penasihat KPK: Pembenahan Polri Dilakukan melalui Audit dan Pengawasan Eksternal

Jakarta, Gatra.com - Koordinator Front Kedaulatan Negara (FKN), Abdullah Hehamahua mengatakan, upaya mereformasi Polri perlu dilakukan melalui pembentukan panitia khusus (pansus) yang beranggotakan masyarakat sipil untuk mengaudit Polri. Hal ini dilakukan untuk melakukan pengawasan dari pihak luar yang bisa membawa keterbukaan.

"Anggota pansus dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai fungsi controlling, tapi anggotanya bukan dari pemerintah, harus civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun civitas akademi," ujarnya dalam diskusi bertajuk "Tegakkan Martabat Bangsa: Reformasi Total Polri Dimulai dengan Audit Satgasus Merah Putih Segera", Selasa (25/10).

Abdullah menyebutkan, ketika pansus sudah terbentuk, maka yang pertama perlu dilakukan adalah mendatangi Polri untuk mencari permasalahan di kepolisian. Hal ini bisa dilakukan dengan turut mendatangi kepolisian daerah dan membuka program atau satuan apa saja yang ada di Polri maupun kepolisian daerah, serta bagaimana kinerjanya dalam menjalankan kewajibannya melindungi masyarakat. Ini diperlukan menyusul keberadan Satgasus yang selama ini ada dan bisa bertindak dengan kekuasaan maksimal tanpa adanya pengawasan yang dilakukan.

Tindakan ekstrem bisa diambil dengan mengganti seluruh kepala kepolisian daerah. Abdullah mencontohkan, hal ini pernah terjadi di Hongkong ketika kepolisian sudah tidak bisa menjalankan kewajibannya dan bertindak di luar kewenangannya, tindakan tegas pemecatan keseluruhan anggota dan merekrut anggota baru bisa menjadi salah satu solusi yang diambil.

"Kepolisian di Hongkong dibubarkan baru dibentuk lagi. Polisi itu ditangkap seluruhnya kemudian dipilih mana polisi yang masih baik, dan merekrut yang baru. Saat ini, kepolisian di Hongkong terkenal sebagai polisi bersih," kata mantan Penasihat Komisi Pmeberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013 ini.

Dengan memberhentikan sementara kepala kepolisian daerah maupun sektor, maka Pansus bisa mengecek dan melakukan pengawasan. Penemuan hal faktual harus dilakukan, jangan sampai terulang lagi penyalahgunaan wewenang seperti Satgasus Merah Putih.

Selain itu, Abdullah menerangkan bahwa audit diperlukan dalam meminta pertanggungjawaban. Meskipun audit dilakukan dengan pertanggungjawaban secara administrasi maupun substansi di Indonesia masih belum sepenuhnya ditegakkan, namun audit tetap diperlukan. Ia menegaskan bahwa audit bukan hanya administrasi tapi investigasi secara menyeluruh. Hal ini diperlukan untuk menemukan akar permasalahan sehingga bukan hanya kesalahan di atas kertas saja yang ditemukan.

Lebih lanjut, Abdullah mengatakan bahwa dalam kasus Satgasus Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dilibatkan. Adanya persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam satuan ini harus diselediki lebih jauh. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat (1) dan (2).

Isinya berkaitan dengan adanya tindakan melanggar hukum yang dilakukan individu maupun instansi yang merugikan negara dan menguntungkan diri sendiri maupun instansi. Dalam hal ini, pendanaan Satgasus Merah Putih yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa adanya audit yang jelas, termasuk merebaknya isu adanya aliran uang judi dalam prosesnya membuat keterlibatan KPK diperlukan.

Pertanggungjawaban diperlukan dalam Satgasus Merah Putih, bukan hanya dibubarkan tanpa adanya tindak lanjut pelanggaran yang dilakukan. Abdullah menjelaskan bahwa eksekutif dan legislatif harus turut ikut bertanggungjawab, terutama karena ketiadaan pengawasan yang terjadi selama ini.

78