Home Nasional Peneliti Sebut Kepolisian Indonesia Berpihak pada Penguasa dan Partisan

Peneliti Sebut Kepolisian Indonesia Berpihak pada Penguasa dan Partisan

Jakarta, Gatra.com- Dewan Pengurus Transparency International Indonesia, Usman Hamid mengatakan bahwa saat ini, Indonesia menganut filosofi pemolisian otoriter. Hal ini terlihat ketika pihak kepolisian berdiri membela kekuasaan dan bukan membela kepentingan rakyat.

"Indonesia mengalami pemolisian otoriter. Polisi cenderung berpihak dalam membela kekuasaan partisan politik, bukan berdiri secara independen antar kepentingan negara dan masyarakat," ujarnya dalam diskusi bertajuk Tegakkan Martabat Bangsa: Reformasi Total Polri Dimulai dengan Audit Satgasus Merah Putih Segera" yang digelar UI Watch, Selasa (25/10).

Keberpihakan ini tercermin dalam tindakan yang diambil kepolisian. Polisi akan melakukan apapun yang dianggap baik sesuai kekuasaan, dan cenderung melihat atau menuruti kemauan penguasa. Selain itu, ini terjadi karena terbawa dari kultur kepolisian di masa lalu.

"Masih terlihat di kultur kekerasan represif dan penggunaan kekuatan secara eksesif ketika menghadapi kebebasan berekspresi atau penyampaian informasi terkait kebenaran informasi dari masyarakat," terangnya.

Kondisi ini terjadi beriringan dengan sistem pemerintahan yang menganut sistem terpusat. Usman menjabarkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, pemusatan kembali sistem pemerintahan sudah terlihat. Reduksi wewenang daerah baik penganut otonomi daerah maupun otonomi khusus menjadi buktinya. Contoh faktualnya yakni dengan ditetapkannya Undang-Undang Omnibus Law yang menunjukkan re-sentralisasi wewenang daerah ke tangan pusat.

Usman mengatakan bahwa dalam re-sentralisasi, kepolisian terseret kembali kepada pemusatan kekuasaan.

"Kategori otoriter polisi dikatakan pemolisian politik. Polisi bukan untuk melayani kepentingan masyarakat tapi justru melayani kepentingan politik. Hak Asasi Manusia (HAM) cenderung dianggap sebagai beban tambahan yang membatasi polisi," paparnya.

Ia menyebutkan bahwa perbedaan sikap pihak kepolisian juga terlihat antara pusat dan daerah. Terbaru, dalam menyikapi kasus Kanjuruhan, jajaran Polres Malang bersujud secara simpati dan melakukan permohonan maaf. Berbeda dengan apa yang dilakukan pusat, yakni masih berdalih bahwa penggunaan kekuasaan yang eksesif dalam penggunaan gas air mata dikatakan bukan sebagai penyebab kematian. Padahal, gas air mata merupakan senjata yang bisa sangat fatal mengakibatkan sesak napas, iritasi, luka, maupun kematian tergantung cara penggunaannya.

Idealnya, Usman mengatakan bahwa sistem pemolisian yang harus dianut adalah sistem pemolisian masyarakat. Pemolisian masyrakat ditunjukkan dengan adanya sikap kolaboratif antara polisi dan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah kejahatan. Namun di Indonesia, yang terjadi bukanlah pendekatan kolaboratif melainkan upaya yang bertolak belakang dengan mengabaikan upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam menegakkan ketertiban dan membawa keadilan.

353