Home Politik Geger Makam Ki Buyut Jenggot Hendak Digeser Pengembang

Geger Makam Ki Buyut Jenggot Hendak Digeser Pengembang

Tangerang, Gatra.com- Keputusan Badan Cagar Budaya Nasional yang tidak merekomendasikan makam Ki Buyut Jenggot sebagai cagar budaya mendapat sorotan publik.

Akademisi dari Universitas Yuppentek Indonesia, Bambang Kurniawan mengatakan, seharusnya Badan Cagar Budaya (BCB) bersama masyarakat duduk bareng melakukan dialog untuk menyamakan pandangan. Saat ini BCB dan masyarakat memiliki pandangan dan alat ukur yang berbeda dalam melihat objek cagar budaya.

Menurutnya, Pemkot Tangerang memfasilitasi kedua belah pihak tersebut untuk dilakukan diskusi tentang standarisasi penetapan objek yang masuk dalam kategori cagar budaya.

“Belum lagi ada kepentingan-kepentingan lain dari masyarakat dibalik lokasi lahan makam Ki Buyut jenggot tersebut. Masyarakat dan BCB harus duduk bareng difasilitasi Pemkot. mereka inikan punya dua pandangan dan alat ukur yang berbeda dalam melihat objek cagar budaya,” ujar Bambang, kepada Gatra.com, Jumat (28/10).

Menurutnya, dalam penyelesaian permasalahan ini bukan lah untuk mencari siapa menang dan kalah yang membuat hubungan Pemkot Tangerang dengan masyarakatnya tidak akan harmonis.

Apabila Pemkot Tangerang berada pada posisi netral, mengajak diskusi dengan kejernihan berpikir untuk menyamakan pandangan masing-masing pihak terkait, kata Bambang, persoalan serumit apapun dapat diselesaikan.

"Pemkot mah netral, saya yakin kalau sudah duduk bareng persoalan-persoalan serumit apapun dapat di selesaikan, memang butuh endurance karena ada waktu dan energi pikir yang di keluarkan selama proses dialog itu dilaksanakan," jelasnya.

Dia menyebutkan, kajian BCB dalam melakukan penelitian makam Ki Buyut Jenggot hanya menggali aspek kesejahteraan masyarakat dan hanya melihat keinginan masyarakat menjadikan makam Ki Buyut Jenggot sebagai wisata religi.

Selain itu, hasil penelitian dan kajian BCB hanya menggunakan variabel-variabel standar dalam penetapan keputusan bahwa makam tersebut tidak termasuk sebagai cagar budaya. "Pihak dirjen kan hanya memasukan variabel-variabel standar dalam penetapan BCB ini," kata Bambang.

Oleh karenanya, dia menekankan, Pemkot Tangerang harus memfasilitasi ruang dialog bagi pihak terkait yang dapat memberikan transfer informasi yang pada akhirnya melahirkan keputusan yang berkualitas.

"Ditengah keterbatasan saya, saat ini saya belum melihat tuh ada proses *face to face dialogue* yang mengarah ke arah situ," imbuhnya.

Dia menambahkan, Keputusan yang sudah ditetapkan BCB tidak merekomendasi bahwa makam Ki Buyut Jenggot tidak masuk kategori sebagai cagar budaya, jangan sampai masyarakat menilai bahwa keputusan tersebut diduga ada keberpihakan terhadap pengembang yang memiliki kepentingan pada lokasi tersebut.

"Jangan sampai juga masyarakat melihat atau beranggapan bahwa penetapan status ini, ada pihak pengembang yang "bermain", karena memang syarat kepentingan untuk lokasi tersebut,” ujarnya.

Dia berharap, Pemkot Tangerang serius menanggapi permasalahan ini agar kedepan Pemkot Tangerang bersama masyarakatnya tetap harmonis "Kita harap pemerintah dan masyarakatnya dapat selalu harmonis, hidup rukun dan sejahtera," pungkasnya.

Sementara itu, Salah satu Tokoh masyarakat di Panunggangan Barat, Khairul Azmi Abbas mengatakan, pihaknya akan menginap dan melakukan tahlilan selama tujuh hari di halaman gedung Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dan akan memasang bendera kuning disekitaran Puspemkot Tangerang. Aksi tersebut digelar sebagai bentuk protes atas matinya keberpihakan pemerintah terhadap aspirasi masyarakat.

Menurut Azmi, seharusnya pemerintah melihat adanya sistem kepercayaan yang diyakini masyarakat, sehingga pemerintah harus hadir dan keberpihakan terhadap masyarakat, bukan malah terkesan diam. “Kita ingin mengibarkan bendera kuning sekeliling puspem dan tahlilan 7 malam. Konsepnya bukan demo tapi tahlilan,” ujar Azmi.

Dia menyatakan, sejak awal bergulirnya lokasi makam Ki Buyut Jenggot akan dilakukan relokasi oleh pihak pengembang, Pemkot Tangerang tidak serius dalam menanggapi aspirasi warga Panunggangan Barat.

"Seharusnya Pemkot kawal bersama masyarakat hingga tidak menimbulkan permasalahan ataupun dampak sosial. Pemerintah harus melihat budaya itu tidak hanya pada aspek material, itu sudah kesalahan besar. Kalau seperti itu, kita tidak akan punya situs,” tandasnya.

Azmi menegaskan, warga Panunggangan Barat secara tegas menyatakan menentang dan menolak rencana pengembang yang akan memindahkan makam yang diduga sudah berusia ratusan tahun tersebut.

“Makam Ki Buyut Jenggot itu merupakan sejarah perjuangan Islam di Banten. Tidak boleh ada seorangpun yang menggeser makan waliyullah ini,” pungkas Azmi.

1979