Home Nasional Politik Identitas Ganggu Kedamaian Bangsa, Aisyiyah Minta Pemilu 2024 Lebih Beradab

Politik Identitas Ganggu Kedamaian Bangsa, Aisyiyah Minta Pemilu 2024 Lebih Beradab

Yogyakarta, Gatra.com - Dalam Muktamar ke-48 di Surakarta 18-20 November, Aisyiyah akan membahas sepuluh isu strategis nasional. Salah satunya adalah pelaksanaan Pemilu 2024 yang beradab dan mencerminkan demokrasi yang berkualitas.

Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Noordjannah Djohantini, Selasa (1/11), menyatakan ada sepuluh isu besar yang akan dibawa dan dibahas dalam muktamar. "Aisyiyah telah menyusun sepuluh isu strategis nasional yang harus segera direspons dan ditindaklanjuti karena dampaknya luas,” terang Siti.

Kesepuluh isu yang akan dibahas Aisyiyah adalah penguatan peran strategis umat Islam dalam mencerahkan bangsa, penguatan perdamaian dan persatuan bangsa, pemilihan umum yang berkeadaban menuju demokrasi substantif, optimalisasi pemanfaatan digital untuk atasi kesenjangan dan dakwah berkemajuan, dan menguatkan literasi nasional.

Selain itu, dibahas juga isu ketahanan keluarga basis kemajuan peradaban bangsa dan kemanusiaan semesta, penguatan kedaulatan pangan untuk pemerataan akses ekonomi, penguatan mitigasi bencana dan dampak perubahan iklim untuk perempuan dan anak, akses perlindungan bagi pekerja informal, dan penurunan angka stunting.

"Pemilu 2024 serentak dinilai Aisyiyah menjadi isu penting yang berkeadaban menuju demokrasi substantif," lanjutnya.

Siti menyatakan, sebagai bagian demokrasi untuk menjaring kepemimpinan di tingkat nasional dan lokal, pemilu hendaknya digelar secara berkeadaban oleh semua pihak yang terlibat, yakni penyelenggara, elite pemerintahan, partai politik, para calon, dan pemilih. Hal ini agar pemilu mendatang bisa mencerminkan kualitas demokrasi.

Sekretaris Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah, menegaskan isu pemilu menjadi fokus utama karena pada pelaksanaan sebelumnya pemilu belum menunjukkan perilaku yang berkeadaban dan demokrasi yang berkualitas.

Ia mencontohkan, masih ada fenomena politik pragmatis, politik uang yang sangat memprihatinkan, oligarki politik, dan orientasi kekuasaan yang sangat kuat. Karena itu, segala cara ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan.

"Kami prihatin dengan menguatnya politik identitas yang masih berlanjut pasca-pemilu sehingga mengganggu kehidupan kebangsaan yang damai dan kolaboratif," ungkapnya.

Menurutnya, sistem pemilu dan perilaku politik yang memperkuat persatuan dan menjunjung perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan bernegara sangat diperlukan.

Pemilu, kata dia, semestinya tidak menyisakan masalah, seperti membawa perpecahan sosial, memunculkan sikap masyarakat yang pragmatis dengan politik uang, dan tindakan saling serang antar-pendukung di media sosial.

"Kami sangat berharap para calon mewacanakan isu-isu maupun problem sosial ekonomi yang dihadapi bangsa ini dan harus dicarikan jalan keluar," kata Tri.

Pihaknya juga menyoroti minimnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif dan eksekutif yang belum mencapai 30 persen. Padahal keterwakilan dan kepemimpinan perempuan di berbagai level dan ruang publik sangat penting untuk memajukan kehidupan masyarakat dan bangsa.

"Perempuan dipandang memiliki tingkat kepedulian yang lebih tinggi pada persoalan yang dihadapi masyarakat. Apalagi terkait dengan isu-isu perempuan, anak, maupun kelompok marjinal," tutup Tri.

 

184