Home Olahraga Pengamat: Agenda KLB Jalan Politis PSSI Agar Kompetisi Bergulir Kembali

Pengamat: Agenda KLB Jalan Politis PSSI Agar Kompetisi Bergulir Kembali

Jakarta, Gatra.com- Pengamat sepak bola, Rais Adnan, menilai langkah Exco PSSI untuk melakukan Kongres Luar Biasa (KLB) pada 18 Maret 2023 mendatang merupakan langkah yang dibutuhkan dalam situasi seperti ini. Sepak bola Indonesia masih dirundung duka setelah 135 penonton bola melayang akibat gas air mata dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Malang, 1 Oktober 2022 lalu.

Namun satu sisi, Rais melihat KLB ini justru jadi salah satu jalan politis yang ditempuh pengurus PSSI agar kompetisi bisa digulirkan kembali. Sebab PSSI saat ini tidak punya pilihan, selain mengikuti rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) dalam rangka penyelesaian tragedi Kanjuruhan.

KLB PSSI dipercepat setelah keluarnya hasil rapat Komite Eksekutif (Exco) PSSI pada 28 Oktober 2022. Surat dari Persebaya Surabaya dan Persis Solo yang mendorong keputusan tersebut. Agenda bukan permintaan voters atau anggota PSSI lainnya.

Meski diinisasikan oleh anggota Exco sendiri, Rais memprediksi nantinya tetap akan ada pemilihan ulang. Namun, pilihan diberikan kepada voter PSSI: masih akan memilih orang yang sama, atau mengganti dengan orang baru yang memang punya kapabilitas dan integritas untuk sepak bola Indonesia, yang menurut Rais, saat ini sulit mencarinya.

Ini bukan kali pertama PSSI menggelar KLB. Sudah banyak kongres yang dilakukan sejak PSSI berdiri. Namun Rais melihat upaya ini seperti jalan di tempat saja.

"Yang jelas, secara garis besar kita seperti jalan di tempat, tapi negara lain sepak bolanya makin berkembang. Karena biar bagaimana pun, yang namanya federasi baru dikatakan berhasil salah satu ukurannya adalah kalau timnasnya berprestasi," kata Rais melalui keterangan tertulisnya kepada Gatra, Selasa (1/11).

Manfaat atau kerugian KLB juga tak bisa disamaratakan, melainkan harus dilihat kasus per kasus. Namun, kasus KLB yang cukup ramai seperti saat ini adalah saat pergantian Ketua PSSI Nurdin Halid dengan Djojar Arifin Husin pada 2011 lalu. Rais menceritakan, era kepemimpinan Djohar PSSI makin kacau, yang ditandai dengan dualisme kompetisi hingga dualisme timnas Indonesia.

"Padahal di kepengurusan Exco yg terpilih waktu itu cukup banyak orang baru yang akhirnya masuk ke PSSI pusat. Jadi KLB bukan jaminan," dia menegaskan.

Langkah yang paling tepat untuk dijalankan adalah perbaikan sistem organisasi maupun kompetisi dengan benar. Rais meyakini, jika sistemnya sudah bagus, yang lain tinggal mengikuti.

"Tapi memang itu tidak mudah, melihat wilayah Indonesia yang luas," kata Rais.

Pemerintah, kata Rais, boleh saja membantu PSSI, tapi mereka tidak boleh mencampuri internal organisasi PSSI. Sebab FIFA melarang itu dan mereka punya otoritas tersendiri.

Rais mengatakan, dibutuhkan komunikasi yang baik antara pemerintah dan PSSI agar bisa memformulasikan sinergi yang tepat bagi sepak bola Indonesia.

"Kalau berkaca dari sebelumnya terkait Inpres No 3 tahun 2019 tentang percepatan pembangunan sepak bola nasional, itu saja tidak ada yang bisa dimaksimalkan. Malah terkesan jalan sendiri-sendiri dan hanya sekadar seremoni. Hal itu yang harus diperbaiki," dia menjelaskan.

Artikel lebih lengkap bisa dibaca dalam laporan utama Majalah Gatra edisi 3-9 November 2022.

283